Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Otak yang Sehat, Awal dari Pikiran yang Benar (Part 2)

×

Otak yang Sehat, Awal dari Pikiran yang Benar (Part 2)

Share this article

Oleh: Syahrul Al Faraby

“Otak manusia bukanlah sebuah mesin pemikir semata, tetapi juga ruang terdekat manusia dengan Tuhannya”. Taufik Pasiak

Ada sebuah tanya yang mungkin cukup aneh yang bisa muncul pada akhir abad 21 ini; apa bedanya otak yang sehat dan otak yang normal? Semua orang bisa tak peduli atau mungkin tak wajib mengetahui.

Pertanyaan semacam itu pernah sekali waktu dengan iseng ditulis oleh Rifqoh Rosiah dengan nada datar di kolom Kompasiana tahun 2016. Sebuah pertanyaan yang mungkin tak lagi relevan ketika manusia modern tak lagi peduli (atau memang tak tahu betul) pada diri atau otaknya sendiri.

Otak yang sehat sudah pasti normal. Tetapi otak yang normal, belum tentu sehat. Begitu katanya. Otak yang normal dimiliki hampir semua manusia yang mempunya struktur fisiologis otak yang lengkap. Mereka mempunyai otak depan, tengah, dan belakang yang kesemuanya berfungsi dengan baik.

Namun mereka belum tentu mempunyai otak yang sehat. Otak yang sehat, dalam catatan singkat Rosiah, adalah otak yang bisa mengaktualkan kebaikan kebaikan dalam hidup dan kesehariannya.

Daniel Amen (1954) dalam beberapa kuliahnya di YouTube memperlihatkan (tepatnya membandingkan) antara otak yang sehat dan otak yang tak sehat. Secara sederhana, lelaki yang mengelola sebuah klinik otak di Amerika ini mengatakan dalam ceramah – ceramahnya bahwa otak yang tak sehat adalah otak yang telah kehilangan beberapa bagian struktur dan mengalami disfungsi dalam kehidupan sehari hari.

Beberapa kasus di Amerika memperlihatkan pasien yang mengalami masalah (kerusakan otak) yang tidak disadari. Secara intelektual, beberapa dari mereka hidup dengan normal, meskipun beberapa mengalami kecenderungan atau penyimpangan.

Hal itu disebabkan adanya penyakit (tumor ataupun pembengkakan disalah satu bagian otak) yang menyebabkan salah satu neuron atau sel saraf tidak berfungsi. Terjadi sebuah pemutusan komunikasi (sinapsis) antar neuron sehingga manusia kadang melakukan tindakan – tindakan yang negatif.

Apakah ‘kerusakan’ itu bisa disembuhkan?

Ramón y Cajal (1852) yang dikutip Jalaluddin Rahmat dalam kuliahnya percaya bahwa otak telah berhenti bekerja pada usia tertentu. Ilmuwan yang menulis Degeneration and regeneration of the nervous system perihal otak itu berkeyakinan bahwa sel saraf atau neuron telah berhenti berkembang pada usia dewasa.

Pohon – pohon dendrit yang berfungsi menyambungkan dan menghasilkan pengetahuan baru pada otak mengalami penghentian. Pada tahap selanjutnya tidak bisa lagi bekerja atau berfungsi. Manusia pada akhirnya akan terus mengalami kegagalan atau masalah dalam hidupnya.

Hingga pada akhirnya, neuroplasticity ditemukan pada tahun 1969. Tokohnya yang terkenal adalah Paul Bach-y-Rita. Lahir tahun 1934 di Amerika dan terkenal dengan temuannya yang paling fenomenal di bidang neuroplasticity.

Para ilmuwan neuroscience percaya bahwa otak adalah inti dari segala sesuatu di tubuh manusia. Ada satu ungkapan yang menarik yang mungkin mewakili kajian neuroscience bahwa bukanlah mata itu yang melihat, tapi otaklah yang melihat. Paul Bach-y-Rita adalah salah satu yang membuktikan ungkapan di atas.

Dia mendesain sebuah kursi listrik dengan empat ratus piring bergetar untuk seorang buta. Kursi yang dilengkapi sebuah kamera itu menghantarkan energi istrik melalui kulit pasien hingga merangsang otak pada bagian korteks visual. Hal itu membuat sang pasien bisa menstimulasi hingga melihat objek yang datang kepadanya.

Temuan itu dianggap sebagai temuan revolusioner dalam neuroscience yang kemudian disebut neuroplasticity. Teori ini berkeyakinan bahwa otak bisa memperbaiki dirinya sendiri, selfregeneration. Jika terjadi kerusakan atau fusi pada bagian otak, maka bagian itu akan memperbaiki dirinya sendiri ketika manusia berusaha atau membiasakan diri pada sesuatu hal.

Pedro Bach-y-Rita, ayah dari Paul Bach-y-Rita menderita infark otak (stroke) yang menyebabkan separuh dirinya lumpuh dan tak bisa bicara. Sodara Paul, George, melakukan perawatan atau rehabilitasi pada ayah Paul hingga pada akhirnya ayahnya sembuh kembali.

Ketika sang ayah meninggal akibat serangan jantung, kepalanya dibedah dan diteliti, dan ditemukan hal yang mengejutkan. Otak sang ayah telah hitam dan rusak. Kecuali beberapa bagian di luar otak yang seperti membentuk otak baru.

Daniel Amen adalah salah satu dokter paling populer di Amerika yang percaya otak bisa diubah (menjadi sehat) dengan latihan – latihan atau pembiasaan yang menekankan pada pola hidup.

Dia mendasarkan keyakinannya pada prinsip neuroplasticity. Terlepas dari kontroversinya oleh kalangan ilmuwan dan para sainstis, Amen sukses memberikan ceramah, mempengaruhi, hingga menulis dan memasarkan buku-bukunya di beberapa negara. Change Your Brain, Change Your Life dan The Brain Warrior’s Way adalah beberapa bukunya yang sangat laris di Amerika.

Pendiri Amen Klinik – yang juga dijuluki dokter selebriti – ini percaya bahwa perbuatan atau sikap positif akan membantu sel saraf menghasilkan zat atau hormon yang dibutuhkan untuk menangkal penyakit dan kerusakan pada tubuh.

Berbuat baik membuat Otak memproduksi zat ataupun hormon untuk kebahagiaan dan kesembuhan. Hormon oksitosin, misalnya, akan menghasilkan kasih sayang hingga kebahagiaan.

Selain itu, membaca dan belajar (terus menerus) akan menciptakan neuron – neuron baru dan pengetahuan baru pada otak. Dengan membiasakan diri membaca dan mempelajari hal hal baru, otak secara otomatis menghasil neuron baru perihal pengetahuan itu. Selanjutnya, neuron itu akan tumbuh dan berkembang membentuk satu komunitas neuron dalam otak.

Hal demikian memungkinkan manusia akan terhindar dari penyakit alzaleimer atau kelupaan. Ketika sebuah neuron tidak digunakan lagi maka akan terjadi fusi atau pemangkasan neuron. Jika satu pengetahuan tidak lagi dilakukan, itu akan hilang hingga seseorang kembali mempelajarinya kembali.

Otak dan neuroscience mungkin akan menjadi kiblat baru di masa depan (mungkin juga saat ini) ketika agama sebagai sumber nilai dan petunjuk dalam hidup tak mampu lagi menjadi pembimbing dan pemberi jalan menuju kebahagiaan. Atau justru agama akan memilih mendekati sains untuk lebih dekat kepada Tuhannya.

Seperti kata-kata Pasiak, otak manusia bukanlah sebuah mesin pemikir semata, tetapi juga ruang terdekat manusia dengan Tuhannya.
Nuun

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply