KHITTAH.co, YOGYAKARTA– Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. K. H. Haedar Nashir memberikan penjelasan terkait keluarnya Surat Edaran Nomor 05/EDR/I.0/E/2021 tentang Imbauan Perhatian, Kewaspadaan, dan Penanganan Covid-19, Serta Persiapan Menghadapi Iduladha 1442 H/2021 M yang dikeluarkan oleh PP Muhammadiyah.
Hal ini disampaikan saat bersilaturahim dan berkoordinasi dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM), ‘Aisyiyah, dan segenap komponen persyarikatan serta menyosialisasikan surat edaran terkait Iduladha di era Covid-19.
Menurut Haedar, masih ada warga Muhammadiyah yang mengalami deviasi atau pemahaman yang berbeda dengan Pimpinan Muhammadiyah tentang masalah-masalah keagamaan yang terkait dengan Covid-19.
Haedar menegaskan, pemahaman Manhaj Tarjih maupun perjalanan Muhammadiyah yang begitu panjang menjadi pelopor pemahaman Islam yang tajdid, masih tepat berpijak pada pemahaman keislaman yang kokoh.
“Yang dalam bahasa matan itu, pengamalan Islam yang berdasar pada Alquran dan Sunnah Nabi yang makbullah dengan akal pikiran yang sejalan, sejiwa dengan ajaran Islam, tapi rupanya juga mengalami deviasi atau pemahaman yang berbeda dengan sebagian warga kita yang ini tentu perlu menjadi perhatian kita,” ungkap Haedar.
Haedar menjelaskan, ada banyak aspek dari dampak Covid-19 ini. Pertama, aspek menyangkut kesehatan dan keselamatan jiwa. Kedua berdampak kepada aspek aktivitas keagamaan terlebih Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang membimbing umat. Kemudian dalam aspek ekonomi dan sosial yang berdampak sangat besar dan tidak sederhana.
“Dampak dari pandemi ini yang berkaitan dengan keselamatan jiwa tentu menjadi hal yang utama dan menjadi perhatikan kita,” tutur Haedar Nashir.
Lebih lanjut, Haedar mengatakan, korban jiwa maupun sakit bukan hanya aspek jumlah kuantitatif yang menunjukkan eskalasi luar bisa, melainkan juga aspek kualitatif yang bisa dirasakan, seperti saat saudara keluarga persyarikatan mulai dari ranting hingga pusat, telah berpulang.
“Kemudian yang terkena positif pun bagaimana secara psikologis juga sebagai cobaan yang tidak ringan, lalu aspek-aspek mereka yang positif harus isolasi, baik mandiri maupun ke rumah sakit. Persoalannya bukan sekedar kita menempati ruang secara sendiri tetapi dampak psikologisnya juga luar biasa,” ungkap Haedar Nashir sebagaimana dikutip dari laman Suara Muhammadiyah.
Hal yang juga miris adalah korban Covid-19 yang meninggal tidak bisa diantar oleh anggota keluarga selain petugas. Karena itu, lanjut Haedar, dampak kualitatif dari Pandemi Covid-19 ini sudah seharusnya menggugah kesadaran keagaaman dan ruhaniah kita.
“Ini bukan hanya persoalan angka orang meninggal dan terpapar, melainkan juga persoalan jiwa, kejiwaan, dan nilai-nilai kemanusiaan yang harus kita jaga,” terang Haedar.
Haedar menjelaskan, ajaran Islam yang dirumuskan oleh para ulama maupun fukaha bahwa maqashid syariah (prinsip dasar dan tujuan dalam syariat) begitu lengkap.Ada hifdzud din (menjaga agama), hifdzun nafs (menjaga jiwa), hifdzun aql (menjaga akal), hifdzun nasl (menjaga keturunan), dan hifdzun mal (menjaga harta). Jika dihayati berbagai aspek ini merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan.
Dalam konteks pandemi, Haedar mengatakan, perlu ditumbuhkan jiwa ihsan atau irfani dalam relasi kehidupan. “Bagaimana satu nyawa begitu dihargai oleh Allah Swt, menyelamatkan satu nyawa sama derajatnya dengan menyelamatkan seluruh kehidupan di dunia,” kata Haedar.
Karena itu, dalam surat edaran tersebut menyebutkan bahwa bagi Muhammadiyah, segala usaha mengatasi Covid-19 termasuk vaksinasi adalah ikhtiar untuk pencegahan, penurunan risiko penularan dan menghilangkan kedaruratan, selain juga bertujuan untuk menjaga keberlangsungan generasi.
Akhirnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendorong agar segenap warga bangsa fokus untuk menyelesaikan pandemi ini. Terlebih Warga Muhammadiyah, Haedar mempertegas poin ke-7 dari surat edaran yang telah dikeluarkan pimpinan pusat.
Poin tersebut menginstruksikan seluruh warga untuk mengikuti kebijakan dan pandangan Pimpinan Pusat tentang pandemi Covid-19 dan vaksinasi. Dalam surat edaran tersebut, PP Muhammadiyah Menegaskan Covid-19 bukan hasil konspirasi, akan tetapi nyata adanya sebagai pandemi, berdasarkan pertimbangan rasional dan ilmiah yang diajarkan Islam.
“Untuk itu, warga Muhammadiyah diminta agar tidak terlibat perdebatan yang mengarah kepada tidak percaya Covid-19 dan menolak vaksinasi, yang mencerminkan sikap tidak menghargai ilmu serta beragama secara bayani, burhani, dan irfani,” begitu yang tertuang dalam surat edaran tertanggal 2 Juli 2021 ini.
Lebih lanjut, Haedar menegaskan bahwa sikap Muhammadiyah yang tertuang dalam surat edaran tersebut bukannya untuk menutup pandangan keragaman di dalam beragama. Haedar juga khawatir, timbulnya perbedaan pendapat dan sikap ragu warga Muhammadiyah terkait surat edaran itu karena kekeliruan dalam pemahaman.
“Tetapi jangan-jangan, bahwa itu karena pemahaman-pemahaman yang tidak tuntas dari sebagian pemahaman warga kita yang memerlukan konsolidasi terus menerus,” kata Haedar, sebagaimana dikutip dari laman resmi Persyarikatan.
Terakhir, Haedar berharap, edaran dan putusan Majelis Tarjih belakangan ini bisa menjadi perspektif baru dalam pemahaman ke-Islaman di Muhammadiyah.
“Maka Edaran-Edaran yang dirumuskan oleh Majelis Tarjih, tentu perlu menjadi perspektif baru bagi kita untuk penguatan, penajaman, pendalaman terhadap pemahaman Keislaman kita yang berdimensi selain Bayani dan Burhani tapi juga yang Irfani,” tutup Haedar.