Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Self-Healing Sebuah Organisasi

×

Self-Healing Sebuah Organisasi

Share this article

Oleh: Nisrun Lathifah (Sekbid KDI PD IPM Luwu)

KHITTAH.CO, OPINI – “Terbentuknya pelajar Muslim yang berilmu, berakhlaq mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.”

Cobalah untuk menghayati kalimat berilmu dan berakhlaq mulia dari maksud dan tujuan IPM di atas. Saya rasa, teman-teman sudah paham betul bahwa berilmu merupakan hal yang sangat penting bagi seorang pelajar. Pun berakhlaq mulia sebagai implementasi dari ilmu yang telah didapatkan juga bukti nyata dari gerakan amar ma’ruf nahi munkar.

Berbicara tentang ilmu, saya percaya bahwa kader-kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah mayoritas sudah memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk hal tersebut. Yang ingin saya utik lebih dalam ialah perihal ‘berakhlaq mulia’. Mengapa? Karena kita adalah kader organisasi Islam. Dan akhlaq bukanlah sesuatu yang mudah luput dari pandangan orang.

Sebagai gambaran, ketika kita sedang mengadakan perkaderan yang lokasinya sangat dekat dengan masyarakat, otomatis mereka akan melihat bagaimana kader IPM bertingkah laku. Kita menjadi sorotan. Individu kita menjadi cerminan bagi IPM itu sendiri. Apa-apa saja yang kita perbuat akan dinilai oleh mereka. Contoh real yang sering terjadi ialah ketika shalat. Adzan sudah berkumandang. Para peserta calon kader satu persatu mulai berwudhu, bersiap tuk shalat. Namun, tengoklah ke tempat lain. Bagaimana dengan para panitia? Ataupun crew fasilitator? Sudahkah mereka bersegera memenuhi seruan muadzin untuk turut melaksanakan shalat berjamaah?

Itu baru pra shalat. Belum masuk pada shalatnya. Apakah kader-kader yang jenjang perkaderannya tinggi bacaan shalatnya sudah tuntas? Apakah usai shalat kita sempatkan berdzikir dan berdoa? Apakah dalam sehari kita luangkan waktu tuk membaca Al-Quran?

Contoh lain dari kurangnya perhatian kita terhadap ilmu dan syariat yang sudah kita pahami adalah haramnya rokok (Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Hukum Merokok) juga menjaga aurat, memakai kaus kaki, tidak memperlihatkan lengan dan rambut bagi ipmawati dan hal-hal lain yang kita anggap sepele namun menyimpang dan berdampak negatif bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitar kita.

Rusak Ibadah, Rusak Moral

Sejatinya, seluruh perbuatan kita, baik dan buruknya tergantung pada bagaimana kita berakhlaq kepada Allah. Termasuk shalat. Karena shalat merupakan tolok ukur segala amalan. Rasululullah bersabda, “Bila shalatnya baik maka baik pula seluruh amalnya, sebaliknya jika shalatnya rusak maka rusak pula seluruh amalnya.” H.R. Ath-Thabrani.

Inilah self-healing terbaik dari seluruh problematika yang ada dalam organisasi kita. Tidak usah berkoar-koar melarang ini dan itu bila shalatnya tidak diprioritaskan. Maksud saya, bila teman-teman melihat kader yang maaf bandel, pacaran, merokok, akhlaq-less, tetap rangkul dengan nasihat. Tapi ingat bahwa shalatlah yang paling utama. Ibarat atap bagi rumah yang hancur. Bila dinding, lantai dan tiangnya sudah direnovasi namun atapnya tidak dipasang, maka sia-sialah rumah itu berdiri. Tidak berguna lagi tidak nyaman bagi para penghuninya.

Mari bermuhasabah. Barangkali hancurnya kepercayaan, hilangnya kesolidaritasan, proker-proker yang tidak terealisasikan dan berbagai masalah internal lainnya timbul hanya karena kita terlalu sibuk berlagak di depan publik. Sibuk dengan agenda sana sini hingga lupa bahwa diri harus berbakti pada Sang Ilahi.

Jangan jadi lilin yang menerangi sekelilingnya namun membakar dirinya sendiri. Semakin tinggi jenjang perkaderan semakin anggun moral kita.

 

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply