Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Mengikat Makna

×

Mengikat Makna

Share this article

Oleh:  M. Husnaini*

Istilah “mengikat makna” saya tahu dari Hernowo, sebagaimana juga istilah “ Free Writing ”. Dua teori ini, menurut saya, sangat ampuh untuk berlatih membaca dan menulis. Bahkan, jika Anda pernah mengikuti pelatihan Pak Hernowo—begitu saya memanggil—tentang dua konsep istilah di atas, sebenarnya menulis tidak lagi sulit. Tinggal kita niat atau tidak.

Semula saya kenal Pak Hernowo melalui karya-karyanya. Sampai suatu saat, saya menciptakan sebuah komunitas menulis dan Pak Hernowo saya minta perhatian. Dari situ, saya tahu ukuran gigih perjuangan Pak Hernowo menghidupkan budaya literasi. Yang terbaik, beberapa kali pula saya satu panggung sama Pak Hernowo dalam sebuah acara kepenulisan.

Konsep mengikat makna dinyatakan Pak Hernowo pada 12 Juli 2001. Perumusan itu ditandai dengan terbitnya buku “Mengikat Makna: Kiat-Kiat Ampuh untuk Melejitkan Kemauan plus Kemampuan Menulis Buku” (Kaifa, 2001).

Mengikat makna, menurut Pak Hernowo, sangat penting sekali membaca yang baik dan benar—khususnya membaca teks. Dalam proses membaca tersebut, pembaca pembaca untuk menemukan sesuatu yang sangat penting dan berharga atau makna. Jika seorang pembaca tidak berhasil menemukan makna atau sesuatu yang sangat penting dan berharga, maka apa yang mau “diikat” (dituliskan)?

Berikut ini beberapa hal menarik yang saya kutip dari salah satu artikel Pak Hernowo tentang mengikat makna. Pertama, mengikat makna mendesaknya membaca untuk memperlancar dan meningkatkan kualitas menulis. Membacanya pun harus membaca teks yang bergizi dan menggunakan metode membaca yang disebut Pak Hernowo sebagai membaca ngemil —metode ini meniru membaca tartil yang berdampak luar biasa itu.

Dalam membaca ngemil , ada membaca lantang (reading aloud) yang dilakukan secara perlahan-lahan dan cara-cara yang diinginkan agar dapat menemukan sesuatu yang penting dan berharga dari teks yang diharapkan juga ada keinginan untuk belajar dari teks yang ditulis oleh penulis mumpuni. Karena berhasil hanya sedikit, tentu upaya ke arah menemukan makna dan proses itu pasti dapat dilakukan.

Kedua, sehabis membaca ngemil , pembaca harus berusaha memikirkan prosesnya dengan bertanya secara kritis kepada dirinya sendiri. Pertanyaan itu pun perlu ditulis (“diikat”) seperti ini: “Apa yang aku peroleh setelah membaca teks sebanyak 7 buku atau artikel dengan panjang sekitar 700 kata ini? Apa saja hal-hal menarik yang kutemukan di dalam teks yang kubaca ini?”

Ketiga, ketika “mengikat” atau menuliskan makna-makna yang diperoleh, pembaca perlu memanfaatkan konsep menulis bebas menulis yang mengungkapkan dan menyamankannya dalam pikirannya. Diharapkan, ketika menjalankan “mengikat makna”, dia berhasil menyampaikan pikiran atau pendapatnya sendiri.

Jadi, mengikat makna, selain akan melatih seseorang untuk meningkatkan kemampuan memahami dan menyampaikan pemahaman secara tertulis (inilah inti prinsip berkomunikasi secara baik itu), juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan membaca sekaligus menulis.

Selamat mencoba. Menurut Pak Hernowo, berkat konsep mengikat makna ini dia berhasil membaca buku yang tak terhitung banyaknya. Lebih dari itu, dia berhasil memproduksi buku dalam jumlah 37 selama 17 tahun. Pak Hernowo tetap memiliki semangat dan gairah untuk membaca dan menulis buku hingga ajal menjemputnya pada Kamis, 24 Mei 2018. Pak Hernowo meninggalkan kita dalam usia 60 tahun. Bahkan, menjelang wafat, Pak Hernowo tengah menyelesaikan buku yang ke-38.

*Kandidat Doktor di International Islamic University Malaysia. Telah menulis puluhan buku

Sumber ilustrasi:  catatanmini.com

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply