Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
LiterasiOpini

TADABUR SURAH AL-HUMAZAH

×

TADABUR SURAH AL-HUMAZAH

Share this article

 

Oleh:  Dr. Nasaruddin Idris Jauhar, M.Ed.

Surah Al-Humazah termasuk dalam kelompok surah makiyyah . Terdiri dari 9 ayat dan merupakan surah ke -104 dalam urutan surah-surah Al-Qur’an. Pesan utama surat ini adalah peringatan untuk tidak membanggakan diri dan melupakan orang lain karena harta. Allah SWT berfirman:

 

 

لٌ لِكُلِّ لُمَزَةٍ الَّذِي الا الَهُ لَدَهُ لا لَيُنْبَذَنَّ الْحُطَمَةِ ا اكَ ا الْحُطَمَةُ ارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ الَّتِي لِعُ لَى الأفْئِدَةِ ا لَيْهِمْ .

 

 

Artinya: “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat dan pencela. mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Ia mengira hartanya itu akan membuat kekal.. Padahal sama sekali tidak. Ia akan dicampakkah ke dalam neraka Huthamah. Apakah Engkau (Muhammad) apa neraka Huthamah itu? Yaitu api yang disediakan Allah yang menyala-nyala. Yang sampai ke hati. Sungguh api itu akan mengurung mereka. Sedang mereka dalam keadaan syuting di tiang-tiang.” (Al-Humazah: 1-9).

 

Makna Tersurat

Surah al-Humazah ini adalah kabar tentang kehinaan dan kecelakaan bagi orang yang memiliki sifat humazah lumazah. Para ahli tafsir memaknai dua kata ini sebagai orang yang memiliki sifat atau kebiasaan mencela dan menghina orang lain baik dengan tutur maupun dengan sikapnya, baik di hadapan orangnya maupun di belakangnya. Mereka celaka karena mereka akan menjadi ahli neraka, sebab kata “wail’ di awal ayat pertama surah ini selain berarti celaka juga berarti lembah di neraka.

Salah satu ciri para pencela dan pengumpat itu adalah memiliki pandangan dan sikap yang salah terhadap harta. Selama di dunia, fokus hidup mereaka adalah mengumpulkan, menumpuk dan menghitung-hitung harta. Mereka selalu terobsesi untuk memiliki harta sebanyak mungkin. Mereka mengira harta yang mereka kumpulkan itu akan membuat mereka kekal di dunia ini. Allah kemudian menegaskan bahwa pikiran mereka ini salah dan keliru. Mereka dan harta mereka tak akan pernah kekal dan tak akan pernah bisa saling mengekalkan. Andai harta bisa mengekalkan pemiliknya, Karun yang merupakan manusia terkaya dalam sejarah manusia tidak akan mati dan sirna ditelan bumi.

Sebanyak apa pun harta yang mereka tumpuk dan kumpulkan, tak akan menghalangi dan menolong mereka dari kematian. Mereka pasti akan meninggalkan dunia ini dalam keadaan celaka dan kelak di akhirat akan dilemparkan ke dalam neraka bernama Huthamah. Neraka ini disandingkan dengan lafal Allah (Naarullah) untuk menunjukkan kedahsyatannya. Apinya panas menggelora tiada terkira, membakar dan menghanguskan seluruh tubuh mereka bahkan sampai ke hati mereka. Mereka dikurung dalam api tersebut dalam keadaan terikat dan terbelenggu pada tiang-tiang.

 

Makna Tersirat

Surah Al-Humazah ini menggambarkan ancaman yang begitu besar bagi orang-orang yang suka mencela dan merendahkan sesama. Hal ini tersirat dari empat atribut khusus yang disematkan Allah kepada mereka: disebutkan nama atau sebutan khusus buat mereka yaitu humazah dan lumazah, disebutkan ciri dan focus hidup mereka yaitu mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dan disebutkan neraka khusus buat mereka yaitu neraka Huthamah, serta digambarkan bagaimana mereka diazab di dalamnya, yaitu dibakar api yang bergelora dalam keadaan terkurung dan terbelenggu.

Surah al-Humazah ini juga menyiratkan pesan bahwa ada hubungan yang kuat antara “mengangungkan harta” dengan “merendahkan orang lain”. Orang yang memiliki banyak harta dan merasa hartanya itu akan melanggengkan hidupnya, kekuatannya, kekuasaannya dan pengaruhnya, akan cenderung merasa tinggi, kuat, mulia dan berpengaruh, sehingga ia kemudian cenderung merendahkan orang lain. Ini memberi pemahaman bahwa sikap yang salah terhadap harta akan melahirkan sikap yang salah juga terhadap orang lain. Karena harta pada hakikatnya adalah salah satu pemberian Allah untuk membangun interaksi yang baik dengan sesama. Zakat dan sedekah yang merupakan konsekuensi dari kepemilikan harta, misalnya, adalah wasilah bagi para pemilik harta untuk memuliakan orang-orang yang kekurangan dan mencintai mereka seperti mereka mencintai diri sendiri.

Di sini juga tersirat pesan bahwa siapa yang mencela akan tercela, siapa yang menghina akan terhina. Orang yang punya kebiasaan mencela dan menghina sesama pada hakikatnya, tanpa sadar, telah membuat dirinya tercela dan terhina, baik saat di dunia ini, lebih-lebih di akhirat kelak. Karena pada prinsipnya perbuatan baik dan buruk itu akan kembali kepada pelakunya. In ahsantum ahsantum lianfusikum, wain asa’tum falaha. Jika kalian berbuat baik, berarti kalian berbuat baik untuk diri kalian sendiri. Dan jika kalian berbuat buruk, berarti kalian berbuat buruk kepada diri kalian sendiri (Al-Isra’: 7).

Dalam Surah Al-Humazah ini juga tersirat pesan bahwa ada tiga macam dosa yang bisa menjerumuskan manusia ke dalam neraka: (1) dosa perbuatan yaitu menghina orang dengan sikap (humazah) dan menumpuk harta dan menghitung-hitungnya, (2) dosa perkataan yaitu menghina orang dengan kata-kata (lumazah), dan (3) dosa pikiran yaitu berpikir dan mengira bahwa harta akan kekal dan mengekalkan.

Pedoman Hidup

Dalam sembilan ayat surah Al-Humazah ini, secara tersurat tidak ada kata perintah maupun larangan. Tapi sebagai bagian dari Al-Qur’an yang merupakan pedoman hidup,  surah ini menyiratkan beberapa perintah yang bisa kita tangkap dan kemudian kita jadikan tuntunan hidup.

Pertama, surah al-Humazah ini menyiratkan perintah agar kita bersikap dan berkata kepada orang lain atau tentang orang lain dengan prilaku dan tutur kata yang memuliakannya. Bertutur kata yang baik itu adalah perintah Allah dan karenanya wajib dilakukan. Waquuluu linnaasi husnaa. Bertuturkatalah kalian kepada sesama manusia dengan tutur kata yang baik (Al-Baqarah: 83). Demikian juga halnya berbuat baik, ia adalah perintah Allah dan oleh karenanya wajib dilakukan. Wa ahsinuu Innallaaha yuhibbul muhsiniin. Berbuatbaiklah kalian, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik (Al-Baqarah: 195).

Kedua, surah ini menyiratkan perintah agar kita menggunakan harta untuk menjalin hubungan baik dengan sesama, bukan untuk merasa hebat dan tinggi dengan harta tersebut sehingga kemudian menghina dan merendahkan orang lain. Caranya adalah dengan menginfakkannya di jalan Allah. Ketika harta diinfakkan di jalan Allah, maka ia akan membangun hubungan baik antara pemiliknya dengan orang-orang yang tidak mampu yang hidup dalam kekurangan. Hubungan baik yang terjalin dalam hal ini tidak hanya tampak di mata manusia, tapi juga dalam pandangan Allah SWT. Sebaliknya, jika harta dikumpulkan, ditumpuk, dan dihitung-hitung, ia hanya akan membuat pemiliknya merasa hebat, tinggi dan berkuasa di atas orang-orang yang tidak mampu, yang pada gilirannya akan membuat mereka cenderung menghina dan merendahkan mereka baik dengan tutur kata maupun dengan sikap. Lebih parah lagi, sikap seperti ini akan membuatnya diperbudak oleh hartanya tersebut, karena dia akan melakukan apa pun untuk menambah dan mempertahankan hartanya, yang dalam keyakinannya bisa mengekalkan hidupnya dan semua yang dibanggakannya di dunia.

Ketiga, Surah ini juga menyiratkan perintah agar kita menjaga tidak hanya perbuatan dan kutipan kita, tapi juga pikiran kita. Pikiran adalah kekuatan yang dikendalikan oleh dan kita. Oleh karena itu, kita harus berpola pikir sesuai dengan ajaran agama, agar kutipan dan perbuatan kita juga sejalan dengan agama-Nya. Pola pikir yang tidak sejalan dengan tuntunan Allah adalah dosa yang akan melahirkan dosa-dosa lain dalam segala aspek kehidupan kita.  Wallahu A’lam.

*Penulis dan Dosen Bahasa Arab di UIN Surabaya

Sumber ilustrasi:  muslima.hops.id

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply