Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
LiterasiOpini

Ingat Mengikat Makna, Ingat Hernowo

×

Ingat Mengikat Makna, Ingat Hernowo

Share this article

Oleh :  Rita Audriyanti* 

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”

~ Pramoedya Ananta Toer ~

 

Berita duka pada Kamis, 24 Mei 2018, itu, sangat mengejutkan. Aku baru saja terjaga dini hari ketika alarm dari hape membukakan. Selain mematikan alarm, tentu saja sekelebat kutatap notifikasi yang masuk. Wah, ada apa ini, beberapa “ Innalilahi …” judul layar hape ku. Mataku pun menjadi terbelalak begitu nama guruku, mentorku, idolaku, Hernowo Hasim, dikabarkan meninggal dunia malam itu. Kantuk pun menjadi hilang. Sambil kubaca satu pertemuan berita di beberapa grup kepenulisan di WhatsApp , air mataku mulai jatuh satu persatu. Innalilahi wainnailaihi rojiun . Pak Her, begitu aku memanggil beliau, telah kembali ke hariban-Nya.

Saya mengenal beliau melalui WhatsApp Group (WAG) Sahabat Pena Nusantara (SPN), tahun 2016. SPN merupakan salah satu WAG kepenulisan yang besarkan saya dalam dunia tulis menulis dan membaca. Hal yang menarik pada grup ini adalah peraturannya yang tegas dan disiplin. Setiap anggota, selain rajin memposting tulisan ke grup, juga wajib menulis setiap bulan dengan tema yang ditentukan admin. Jika tiga bulan berturut-turut anggota tidak menyetor tulisan maka apapun status dan siapa pun mereka, akan dikeluarkan dari keanggotaan SPN.

Bukan hanya pada SPN dan SPK, saya masih bertemu dan belajar dengan beliau di grup Rumah Penulis Indonesia (Rumpi) dan Odeliterasi.

Salah seorang mentor yang rajin, telaten, ulet dan mau menjawab setiap pertanyaan atas setiap postingan tulisan di WAG, beliau adalah Pak Hernowo. Pertanyaan serumit atau sesederhana apa pun, pasti beliau respon meskipun tidak dalam masa yang bersamaan. Inilah salah satu kelebihan beliau. Secara pribadi, selain aku mengikuti tulisan-tulisan dan buku-buku beliau, alhamdulillah, aku sempat dua kali bertemu beliau dalam kegiatan literasi yakni melalui KOPDAR II SPN 2016 di Yogyakarta, dan KOPDAR SPN V di Kampus ITS Surabaya, 2017. Beliau mengisi acara tentang konsep Mengikat Makna dan Free Writing. Dua pilar konsep menulis dan membaca yang dikembangkan Pak Hernowo. Kami tahu bahwa kondisi beliau saat itu kurang sehat, namun hal ini tidak menjadi penghalang bagi Pak Her untuk berpartipasi aktif dalam menebar ilmu. Ini juga kelebihan beliau yang lain.

Pak Hernowo dan Buku-Buku Beliau

Aku memiliki koleksi buku-buku solo Pak Her, seperti Mengikat Makna Update: Membaca dan Menulis yang Memberdayakan, Kaifa, 2009; Quantum Writing: Cara Cepat nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Potensi Menulis, Kaifa, 2015; “Flow” di Era Medsos: Efek Dahsyat mengikat Makna, Kaifa, 2016; Free Writing: menulis untuk Mengejar Kebahagiaan, B First, 2017.

Sebagai bagian dari grup SPN, Pak Her juga terlibat dalam karya antologi. Dan, seperti biasa, tulisan-tulisan beliau tidak jauh-jauh mengenai menulis dan membaca  melalui konsep Free Writing dan Mengikat Makna. Adapun keterlibatan Pak Her dalam antologi SPN yaitu melalui tulisan Menjadi Komunikator yang Baik: Belajar mendengar. Quantum Belajar, Genius Media, 2016; Dua Model Latihan Menulis: Mengikat Makna dan Free Writing. Yang Berkesan dari Kopdar SPN di PP Darul Istiqomah Bondowoso, 2017; Bhineka Belum Tunggal Ika. Merawat Nusantara, Genius Media, 2017; Konsisten Mengikat Makna. Resolusi Menulis, Akademia Pustaka, 2017; Ajakan untuk Mempertajam Pikiran: Bagaimana membangun Karakter Gemar Membaca, Genius Media, 2017.

Konsep Free Writing dan Mengikat Makna sebagai Warisan bagi Dunia Literasi

Benar kata-kata bijak (quote) yang aku kutip dari Pamoedya Ananta Toer berlaku bagi almarhum Pak Hernowo. Nama beliau harum dan akan dikenang serta dicatat sejarah. Nama Pak Hernowo Hasim menjadi bagian dari penyumbang ilmu pengetahuan dan peradaban. Beliau begitu concern dengan dunia menulis dan membaca. Hal ini, sudah beliau buktikan melalui berbagai karya beliau yang hadir melalui buku, tulisan lepas di berbagai media. Dan, dua konsep yang beliau kembangkan  dan sebarluaskan tiada henti adalah konsep Free Writing dan Mengikat Makna. Kedua konsep tersebut ibarat dua keping puzzle literasi. Pak Hernowo telah berperan melengkapi  kesempurnaan  dunia literasi melalui dua konsep tersebut.

Secara praktis dan pragmatis, konsep Free Writing, sempat dipraktikan Pak Hernowo dalam pertemuan KOPDAR SPN V di kampus ITS Surabaya. Saat itu beliau memaparkan di depan peserta teknik Free Writing itu. Dengan mengambil waktu sekitar 10 – 15 menit setiap hari, lalu di-set alarm. Mulailah melakukan pengetikan ataupun penulisan dengan tangan. Tulislah apa saja. Tanpa jeda. Tanpa memperhatikan tata bahasa, diksi, dan tanda baca. Biarkan mengalir saja. Keep moving, kata Natalie Golberg. Berhentilah ketika alarm berbunyi. Selesai. Lalu apa maknanya?

Menurut Pak Her, dengan rajin melakukan Free Writing, maka berbagai pikiran negatif, emosi yang tidak baik, kekecewaan, dan lain-lain, akan terkuras atau tersalurkan melalui Free Writing. Hasil tulisan Free Writing tidak dipublikasi. Tidak untuk dibaca orang lain sebab boleh jadi isinya mengandung hal-hal yang sensitif, rahasia, atau tulisan subyektif lainnya.

Bagi sebagian orang, sering merasa bingung harus bagaimana memulai menulis. Apa idenya. Bagaimana menuangkan ide menjadi sebuah tulisan yang menarik. Di sinilah konsep Mengikat Makna diajarkan Pak Hernowo. Kita tentu punya pengalaman pribadi atau mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain. Hal ini bisa menjadi sumber ide tulisan kita. Kita bisa membuat tulisan atas dasar pengalaman tersebut. Tetapi, jika kita membaca sebuah buku lalu mendapat ide-ide yang bisa dikembangkan menjadi tulisan baru, maka ide yang kita ambil dari bacaan tersebut kita ikat menjadi tulisan baru. Sehingga, hasil bacaan dari sebuah buku, berpotensi menghasilkan banyak tulisan baru dengan menggunakan konsep Mengikat Makna.

Dalam proses membaca, menurut Pak Her, lakukanlah dengan dengan suara agak keras sehingga kita bisa mendengar apa yang kita baca, tidak terburu-buru, memberi garis bawah atau menggunakan stabilo pada poin-poin yang dianggap penting. Membaca sebuah buku, tidak harus diselesaikan secara tuntas saat itu. Bacalah dengan cara mengemil. Sedikit demi sedikit. Tentunya buku yang dimaksud adalah buku yang memerlukan pencernaan lebih dalam. Sebab, kita akan mengambil “makna” dari apa yang kita baca, kemudian menulis sesuatu yang baru dari ide-ide yang kita cerna tersebut.

“Hadiah” Pertama dan Terakhir dari Pak Hernowo

Ini merupakan pengalaman pribadiku. Setelah mempraktikan pengetahuan dari konsep Free Writing dan Mengikat Makna  yang dipopulerkan Bapak Hernowo, aku menghasilkan sebuah buku teranyar yang berjudul Hati yang Selesai: Catatan dari Melbourne, Diandra Kreatif, 2018. Sebuah buku pergolakan batin seorang ibu melepas anak bungsu melanjutkan studi sehingga ada rasa sepi, rindu dan kembali hidup berdua dengan suami. Kabar baiknya, dengan menulis itulah aku bisa kembali tersadar dan lepas dari luapan emosi negatif sehingga hati bisa kembali damai dan tenang.

Pak Hernowo, dalam buku ini berkenan memberikan endorsement yang “menguatkan” hatiku. “Menurut psikolog-peneliti Dr. James W. Pennebaker, menulis dapat membantu seseorang untuk ‘membuang’ berbagai emosi negatif yang mengganggu dan membebani pikiran. Lewat bukunya ini, Bu Rita membuktikan apa yang disampaikan oleh Dr. Pennebaker. Sebuah buku yang menarik dan menginspirasi.” (Hernowo Hasim, Penulis buku “Flow” di Era Socmed dan Perumus Konsep “Mengikat Makna”, Bandung)

Tiada kegembiraan yang luar biasa bagi seorang penulis yang masih perlu bimbingan dan banyak latihan seperti diriku ini, aku harus belajar sebesar-besarnya kepada guruku, mentorku, idolaku, Bapak Hernowo Hasim. Semoga, teladan dan ilmu yang telah disebarkan, menjadi ladang amalhnya. Dan, Allah SWT membalas dengan sebaik-baik balasan.

 

* Salah satu Penulis buku “Malaysia-Indonesia: Narasi-Narasi Lintas Budaya dan Negara”

 

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply