Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Sabar dan Syukur

×

Sabar dan Syukur

Share this article

Oleh: Ratna Pangastuti”

Hidup merupakan perjalan panjang yang melewati berbagai keadaan jalan dan suasana, serta bentangan alam yang beraneka. Setiap orang pasti akan melewatinya, ada yang  sama dan ada pula yang berbeda. Semua perjalan itu muaranya sama dan satu tujuan,kembali kepada fitrah. Sepanjang perjalanan tersebut hanya ada rasa utama yang menyertai perjalanan manusia yaitu bahagia dan  susah/sedih. Pada umumnya manusia akan merasakan dirinya bahagia manakala yang diperoleh dan diterima sesuai dengan angan-angan,hati dan keinginannya. Sebaliknya, manusia akan merasa sedih/susdah bahkan dapat berkepanjangan manakala yang diperoleh tidak sesuai dengan keinginan dan harapan atau cita-citanya.

Tuhan telah mengajarkan dua kunci utama dalam mengiringi perjalanan hidup manusia agar bisa sampai kepadanya dengan husnul khotimah dan bahagia. Dua kunci itu adalah syukur dan sabar. Selalu mensyukuri segala hal yang telah dimiliki dan dijalani keputusan lebih baik dari pada mengharapkan yang belum tentu dimiliki atau dicapainya, selanjutnya sabar ketika harapan,angan, cita-cita dan keinginan tidak sesuai realita. Dalam kehidupan manusia, dua hal tersebut layaknya sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan dan selalu beriringan. Intinya sabar ketika dalam ujian dan syukur dalam kenikmatan, sehingga ketika manusia tersebut dalam dirinya terlebih hatinya telah tertanam kuat niscaya hidupnya akan bahagia, tentram, damai dan sentosa. tidak adalagi kesedihan, kesusahan dan hal-hal yang tidak menyamankan hati dan pikiran.

Sikap sabar dan syukur bukanlah warisan dari nenek moyang atau bahkan orangtua, atau pun pemberian, namun  merupakan hasil kontemplasi panjang melalui pengalaman hidup, praktek dalam kehidupan sehari-hari, dan tentunya riyadloh sepanjang hayat. Kesabaran dan kesyukuran manusia dapat diukur dan dilihat dari sikap, karakter, dan tingkah laku sehari hari, terutama ketika  menghadapi masalah, terjepit masalah, dan memutuskan masalah.

Kedua kunci tersebut juga dapat dijadikan indikator sebagai penentu  kedewasaan pola pikir manusia. Ada pepatah menyatakan, “tua itu pasti namun dewasa adalah pilihan”.  Dalam keadaan terjepit, terancam, dan terpojok,  ada dua  reaksi yang bekerja secara reflek atau spontanitas sebagai reaksi dari stimulasi tersebut dan merupakan indikator wujud kualitas sejatinya. Pertama, sikap  ksatria secara sadar dan berani  menghadapinya serta menyelesaikan hingga titik terakhir atau tuntas. Dan kedua, sikap manusia yang terbiasa hidup dalam zona nyaman dan aman akan lebih banyak lari dari masalah, mencari kesalahan lawan, mencari amannya, atau menimpakan kesalahan tersebut kepada orang lain. Dan yakin sikap kedua ini dapat menimpa siapapun yang dalam jiwanya belum terlatih dan tertanam sikan dewasa yang dibentuk  dari dua sungai sabar dan syukur.

Tidak sedikit orang tua yang kekanak-kanakan dalam bertingkah laku, terutama pola pikirnya, yang terkadang oleh sebagian orang menjadi pemakluman karena usianya dengan menyatakan bahwa orang tua akan kembali seperti anak-anak. Menurut hemat saya hal tersebut tidak salah namun juga tidak dibenarkan seratus persen. Orang tua yang makin tertambah usia makin dewasa juga banyak, bahwan kedewasaan tersebut tidak sebanding dengan usianya, artinya  masih  muda secara usia namun secara pola pikir dan sikap serta karakter telah dewasa atau matang.  Kepemilikan sikap dewasa yang menurut saya merupakan muara dari dua anak sungai syukur dan sabar tersebut harus terus dilatih, dibina dan dipupuk, bahkan jika perlu dipaksakan.

Dalam kehidupan ini, semua manusia memiliki cerita tentang berbagai rumitnya perjalanan hidup dan dahsyatnya ujian kehidupan.  Kerapkali manusia harus melewati dan  melampaui likuan terjal yang mematahkan langkah kakinya. Demikian pula, mereka semua ternyata hingga kini masih dapat melewatinya. Perjalan hidup yang  terus berkembang dan ibarat tangga akan terus naik berbanding lurus dengan usia/umur/status dan sebagainya.

Kuncinya selain dua diatas (sabar dan  syukur) adalah “jalani  saja”. Apapun itu jalani saja sesuai  kemampuannya, karena segala hal telah ada porsinya dan Allah maha tahu jika kita mampu dan kuat serta tetap di jalan itu. Bukankah Allah sendiri langsung mengatakan dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah [2]:286, yang inti kandungannya menyatakan bahwa Allah tidak akan menguji atau membebani hambanya yaitu  manusia, melampaui batas kemampuannya. Sehingga apapun yang menimpa kita Allah itu tahu dan sudah mengukurnya sehingga jangan pernah berprasangka buruk kepada Allah.

Di tangan-Nya semua kehendak digenggam dengan sempurna, apapun yang terjadi dalam hidup ini baik itu kemaslahatan ataupun kemudloratan, tidaklah semata-mata terjadi kecuali karena izin-Nya. Jangan mengeluh dan jalani dengan penuh syukur dan sabar. Namun demikian, keadaan jiwa manusia telah diceritakan oleh Allah  dalam surat al ma’arij 19-20, bahwa “sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah, apabila ditimpakan kesusahan ia akan mengeluh”.  Dalam ayat selanjutnya menegaskan bahwa ada sekelmpok manusia yang dikecualikan daripada sifat itu. mereka itu adalah sekelompok manusia yang terus berusaha mendekatkan dirinya kepada Allah melalui sabar dan syukur.

Seorang muslim dan  mukmin justru merasakan bahagia ketika mendapatkan ujian atau cobaan dari Allah, karena mereka menyangka itu wujud dari kasih sayang dan cinta kasih Allah kepadanya. Manusia yang dalam keadaan teruji atau teraniaya maka tidak  ada tabir antara dirinya dengan tuhannya, sehingga ketika mereka berdoa niscaya pasti akan terkabul dengan  cepat. Dalam kitab Minjahul Abidin dijelaskan bahwa apabila selama 40 hari seseorang tidak pernah mendapatkan ujian, tidak sedikitpun kehilangan  hartanya,  tidak ada orang yang menghinanya dan tidak ada tamu, sedang ia terus menerus dalam kenikmatan maka segeralah memohon ampunan kepada Allah, karena boleh jadi dan bisa jadi Dia (Allah) sedang mencampakannya.

Setiap cobaan atau ujian hidup tak perlu terlalu dijadikan beban karena jika kita telah memegang ketiga kunci hidup tersebut niscaya akan ringan hidup ini dan tinggal menjalaninya secara ”lego legowo lan semeleh” (lapang dada dan pasrah atau menerima takdir dengan ikhlas). Jikalau Allah menimpakan suatu cobaan yang memang kadarnya melebihi ukuran kemampuan manusia maka yakinlah pertolongan Allah pasti menyertai. Selanjutnya kita terus berusaha melatih diri dan hati untuk terus sabar dan syukur serta berprasangka baik kepada Allah, bismillah insyallah semua beres. Bukankah hal ini telah Allah tunjukkan teladan melalui manusa pilihannya, para rasul yang terangkum dalam kelompok “ulul azmi” (Nabi Musa, Nabi Ibrahim, Nabi Nuh, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad).

Manusia yang paling dahsyat cobaanya adalah para anbiya` selanjutnya orang-orang serupa lalu orang-orang yang serupa lagi, dan seterusnya. Manusia diuji menurut kadar atau ukuran agamanya. Jika agamanya  kuat,  maka cobaannya pun dahsyat. Dan jika agamanya lemah, maka manusia tersebut akan diuji menurut kemampuan agamanya. Cobaan akan selalu menimpa seseorang sehingga membiarkannya berjalan dimuka bumi tanpa tertimpa kesalahan lagi. Bukankah dalam hal ini kembali Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabuut [29]: 2, yang inti kandungannya bahwa “apakah kamu mengaku iman sedangkan kamu belum diuji?” Dan dalam surat Al-Baqarah [2]: 155 bercerita “Allah akan menguji manusia dengan rasa takut,  sedih, gembira, sakit, was-was/cemas, kelaparan, kekurangan harta benda, jiwa, buah-bahan dan sebagainya. dan sampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”.

Semua itu tentunya untuk mengetes kadar keimanan sang hamba. Banyak hal terkait soal-soal ujian yang ditimpakan Allah, namun Allah merupakan sang maha guru kehidupan yang welas asih, lembut, tegas dan adil. Selain Allah memberikan cobaan hidup, juga memberikan kunci jawabanya agar manusia mudah menjawab dan mengerjakannya. Kunci jawaban tersebut sabar, syukur, dan jalani. Dalam peribahasa jawa terkait hal tersebut adalah “sepiro gedhene coba yen tinompo kanthi  legolilo amung dadi cubo” (seberapa besar ujian yang diterima jika di terima dengan lapang dada dan ikhlas hanyalah sekedar ujian).

Allah itu maha tahu akan segala hal terhadap makhluknya bahwa sehelai daun pun tidak akan jatuh melainkan telah menjadi ketetapan Allah. Allah pun mengetahui kapan daun tersebut harus gugur. Dalam surat Al An’am kembali dijelaskan bahwa “dan disisi allah jualah anak kunci perbendaharaan segala yang ghaib, tiada siapapun yang mengetahuinya melainkan Dialah sahaya dan Ia mengetahui apa yang ada di darat dan dilaut; tidak gugur sehelai daun pun melainkan Dia mengetahuinya. Dan tidak gugur sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak gugur yang basah dan yang kering, melainkan (semuanya) ada yang tertulis di dalam kitab (lauhul mahfidz) yang terang dan nyata. Ali Bin Abi Talib bermaqalah “yakinlah ada sesuatu yang menantimu setelah banyak kesabaran (yang kau jalani) yang akan membuatmu terpana hingga lupa betapa perih rasa sakit”. Janji Allah bagi orang yang sabar adalah “sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.

Anugerah besar dari Allah itu tidak mesti berwujud tibanya kekayaan atau berhentinya ujian dalam hidup kita. Ketenangan hati saat menghadapi musibah juga merupakan anugerah. Begitu banyak manusia tumbang saat ditimpa musibah dan begitu banyak manusia terjatuh dalam kehinaan sesaat ketika mendapatkan kekayaan. Senantiasa bersyukur terhadap apa yang telah dimiliki lebih baik dan menjadikan hati makin tenang dan damai. Umar bin Khattab pernah memberikan pendapatnya bahwa seluruh kebaikan adanya dalam kerelaan, dan jika kau belum mampu merelakan maka bersabarlah.

 

* Penulis dan Dosen tetap Anak Usia Dini di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner UIAD

Leave a Reply