Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Pelecehan Seksual, Salah Siapa?

×

Pelecehan Seksual, Salah Siapa?

Share this article

Oleh : Sarmila M*

Di zaman sekarang, sosial media sudah seperti kerabat dekat bagi semua orang, salah satunya adalah saya. Saat hendak mengistirahtakan diri dari lelahnya dunia perkuliahan, saya secara otomatis akan membuka sosial media untuk menjelajahi keberagaman dunia baik kehidupan sosial, budaya, politik sampai dengan konten-konten kreatif dari para pengguna sosial media yang sangat menghibur.

Sosial media dipenuhi oleh berbagai berita atau konten yang menyangkut pelecehan seksual sehingga mengundang kritik dan komentar dari para pengguna sosial media atau biasa kita sebut dengan netizen. Saya sering kali menemukan sebuah konten  yang membahas tentang pelecehan seksual  seperti kasus yang di alami  oleh Novia Widyasari yang menyebabkan korban mengakhiri hidupnya.

Konten tersebut diserbu oleh ribuan komentar dari para netizen yang memperdebatkan mengenai kejadian yang dialami Almarhumah. ada yang berpendapat bahwa hal tersebut bukan merupakan pelecehan seksual karena mereka melakukannya secara sadar dalam suasana suka sama suka, ada yang menyalahkan Almarhumah karena tidak bisa menjaga diri bahkan sampai disangkutpautkan dengan agama yang mengatakan bahwa korban kurang pemahaman soal agamanya.

Disisi lain ada juga yang menyalahkan laki laki karna tidak bisa menahan hawa nafsunya sampai menggunakan dengan berbagai cara seperti pada kasus Novia pelaku memberikan obat tidur. Namun hal itu tentu saja dibantah oleh para lelaki dengan memberikan pembelaan bahwa hal tersebut merupakan salah perempuan karena mengundang hawa nafsu laki laki. Ada juga beberapa golongan yang menyalahkan lembaga yang menaungi pelaku sampai dengan golongan yang menyalahkan pemerintah.

Saat membaca berbagai argument tersebut pada kolom komentar muncul satu pertanyaan dalam benak saya yaitu “Pelecehan seksual, salah siapa?”

Saya sempat berfikir pelecehan seksual merupakan kesalahan pemerintah, karena sampai saat ini RUU PKS belum juga disahkan. RUU PKS merupakan rancangan undang undang yang membahas tentang kekerasan seksual. Sudah banyak orang yang mengutarakan dukungan agar RUU PKS segera disahkan sehingga dapat memberikan perlindungan bagi kita semua khususnya para perempuan dari maraknya pelecehan seksual yang terjadi, tetapi apakah jika RUU PKS ini disahkan akan mencegah terjadinya pelecehan seksual?. Tentu saja jawabannya adalah tidak.

Saya juga berpikir untuk menyalahkan lembaga perlindungan publik seperti polisi karena ketidakmampuannya untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual. Namun, pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja, dan kapan saja, polisi juga memiliki keterbatasan. Saya pun beralih menyalahkan pelaku pelecehan seksual. Tidak sedikit pelecehan seksual terjadi karena ada kesempatan seperti pembelaan yang dilontarkan oleh para lelaki bahwa hal tersebut terjadi karena perempuan tidak bisa menjaga auratnya sehingga mengundang hawa nafsu.

Lantas, apakah salah korban? Apakah jika korban menggunakan pakaian terbuka dan mengalami pelecahan seksual merupakan salah korban? Menurut saya menyalahkan korban merupakan hal yang paling kejam dan tidak dapat dibenarkan. Mari kita berpikir sejenak, korban telah mengalami pelecahan seksual yang tentu saja menyerang psikologinya dan tidak sedikit yang memilih untuk mengakhiri hidupnya. Lalu kemudian kita memberikan serangan tambahan kepada korban bahwa hal tersebut merupakan salahnya, entah itu karena menggunakan pakaian terbuka ataupun yang lainnya.

Bukankah itu kejam? Jika mereka berargumen bahwa korban dilecehkan karena memakai pakaian terbuka, hal tersebut tentu saja tidak sepenuhnya benar karena  ada kasus pelecehan seksual yang dialami oleh perempuan padahal  memakai pakaian tertutup, tetapi tetap saja dilecehkan. Jika mereka berargumen bahwa korban dilecehkan karena salah dalam memilih lingkungan, lantas bagaimana dengan kasus pelecehan seksual yang dialami para santri yang terjadi di lingkungan pesantren.

Pelecehan tersebut terjadi di lingkungan yang di mana seharusnya menjadi wadah bagi para santri untuk menimbah ilmu tetapi malah dilecehkan oleh gurunya sendiri. Maka dari itu saya menegaskan bahwa tindakan  menyalahkan korban merupakan suatu hal yang salah dan tidak seharusnya dilakukan, karena korban seharusnya dilindungi dan mendapatkan perlindungan bukan malah disalahkan. Hanya karena kesalahan korban menggunakan pakain terbuka, bukan berarti bahwa pembelaan pelaku pelecehan dapat dibenarkan. Hanya karena korban salah dalam memilih lingkungan bukan berarti bahwa lingkungan tempat korban berada berbahaya baginya.

Tertanamnya pemikiran bahwa pelecahan seksual merupakan kesahalahan korban membuat para korban yang mengalami pelecehan seksual tidak berani untuk jujur bahkan melaporkan pelecehan seksual yang telah dialaminya. Kebanyakan korban merasa malu dan takut untuk memberitahu orang lain mengenai apa yang terjadi kepadanya karena menurut korban pelecehan seksual yang dialaminya merupakan aib baginya dan harus ditutupi karena akan mengundang komentar negative dari orang-orang. Maka dari itu saya mengajak  kita semua untuk berhenti membenarkan argument bahwa pelecehan seksual merupakan kesalahan korban. Jika seperti itu, lantas pelecehan salah siapa?

Berbagai pertanyaan bertabrakan dalam kepala saya kemudian saya melihat diri saya dicermin. Saya menatap dengan saksama diri di cermin dan menyadari bahwa betapa berharganya diri saya. Kemudian saya melihat orang-orang yang  berada di sekitar, betapa mereka menjaga saya. Pertanyaan tentang pelecehan seksual salah siapa perlahan pudar di kepala saya. Saya pun mulai berpikir bahwa daripada memikirkan salah siapa lebih baik kita memikirkan cara untuk menjaga diri dan orang-orang di sekitar kita.

Mari kita saling peduli dengan sesama, saling mengingatkan agar dapat meminimalisir hal hal buruk seperti pelecehan seksual,  karena hal baik yang kita lakukan akan melahirkan hal yang baik pula. Jangan berhenti untuk berbuat baik kepada sesama dan  saling mengajak kejalan kebaikan.

 

* Mahasiswi Pendidikan sosiologi Universitas Muhammadiyah Makassar

 

 

 

 

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply