Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Prof. Dr. Ngainun Naim: Guru Pencari dan Pembagi Ilmu

×

Prof. Dr. Ngainun Naim: Guru Pencari dan Pembagi Ilmu

Share this article

 

Oleh: Muhammad Chirzin*

KHITTAH.CO, – Prof. Dr. Ngainun Naim, M.Ag. adalah Ketua LP2M UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung Jawa Timur. SK Guru Besarnya, bersama SK beberapa Guru Besar yang lain, diterimakan pada 3 Januari 2022, bertepatan dengan Peringatan Hari Amal Bakti Kementerian Agama RI.

Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian; siapa menanam mengetam. Itulah peribahasa yang pas untuk Profesor Doktor Ngainun Naim Magister Agama.

Selamat Prof. Ngainun Naim dan kawan-kawan!

Guru adalah sosok yang “digugu dan ditiru” – diindahkan dan dicontoh. Ki Hajar Dewantara merumuskan karakter guru dalam sistem among: Ing ngarsa asung tuladha, ing madya mangun karsa; tut wuri handayani — di depan memberi teladan; di tengah menggerakkan; di belakang memberi dukungan.

Tugas guru membantu murid menemukan jalan untuk maju. Guru biasa hanya memberi tahu. Guru baik menjelaskan. Guru yang sangat baik menunjukkan. Dan guru hebat menginspirasi. (William A. Ward). Prof. Ngainun Naim tampaknya masuk kategori yang terakhir.

Setiap penulis adalah guru. Prof. Ngainun Naim adalah penulis produktif dan handal. Sebagai Dosen, Prof. Ngainun Naim menginspirasi dan  menggerakkan para mahasiswanya untuk menulis. Murid-murid yang hebat menampakkan guru hebat.

Guru sejati memperlakukan murid-murid seperti anak sendiri. Bagai petani, guru mencurahkan perhatian pada benih yang ditebar, memupuk, menyirami, dan menyiangi. Ibarat aneka pohon, peserta didik dikenali satu per satu dengan teliti, sehingga pembelajaran efektif dan berarti. Kata Confusius, “What I hear I forget. What I see I remember. What I do I understand.”

Salah satu kerja guru ialah mengajari murid untuk berpikir. Pikiran positif dalam hal apa pun pasti lebih baik ketimbang pikiran negatif. Pensil yang tajam akan membuat tulisan tajam pula. Akal yang tajam dapat membuat keputusan-keputusan tajam. Helen Keller bersaksi, “Awalnya aku hanyalah butiran-butiran kemungkinan. Gurukulah yang membuka dan mengembangkan kemungkinan itu.”

Pendidikan adalah usaha meningkatkan harkat dan martabat manusia, baik di hadapan sesama maupun di hadapan Tuhan. Mendidik itu memberi kail, bukan ikannya, mengajari cara mengupas, bukan memberi pisangnya, menjadi teladan, bukan penasihatnya. “Inti sebuah pendidikan terletak pada menarik keluar apa yang terbaik dalam dirimu,” kata Mahatma Gandhi.

Pengalaman Thomas Alva Edison mengajarkan bahwa sukses adalah satu persen bakat, dan 99 persen kerja keras. Setiap orang tahu jalan menuju sukses, tetapi tidak semua menempuhnya. Prof. Ngainun Naim termasuk penempuh jalan menuju sukses yang mendaki. Ketika berada pada ilmu yang hakiki, ia bersemangat untuk mengajarkannya.

Prof. Ngainun Naim telah mengamalkan filosofi kemajuan dan kebahagiaan; meluangkan waktu untuk menganjurkan dan meyakinkan diri sendiri: setiap hari berkembang maju, setiap hari tumbuh, setiap hari makin bijaksana, setiap hari tambah dewasa, setiap hari tambah rileks, setiap hari tambah percaya diri, setiap hari makin damai di hati, dan setiap hari makin bahagia.

Setiap manusia niscaya memperkembangkan diri sendiri, seperti bangsa Yunani purba yang luar biasa. Prof. Ngainun Naim pandai belajar dari pengalaman orang lain untuk mengembangkan diri. Percaya diri dalam perjuangan menerobos tembok kendala telah mempertebal keyakinannya, dan keyakinan itu membimbingnya menuju ke sukses berikutnya yang lebih besar.

Sebagai mahasiswa yang baik, Prof. Ngainun Naim tidak lupa pesan Prof. Siswanto Masruri, promotornya saat menempuh program doktor di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sepuluh tahun yang lalu: (1) menjadi ahli ibadah, sehingga berkomitmen tinggi dengan nilai-nilai ketuhanan; (2) humanis, sehingga berkomitmen tinggi untuk nilai-nilai kemanusiaan; (3) ahli ilmu, sehingga berkomitmen tinggi dengan nilai-nilai kebenaran, dan (4) ahli sedekah, sehingga berkomitmen tinggi untuk mencari fulus di mana sebagiannya disedekahkan.

Prof. Ngainun Naim menyimpan baik-baik puisi promotornya, sebagaimana dia tuliskan kembali dalam testimoni pada biografi Siswanto Masruri berikut ini.

Negeri ini sedang panen kekerasan dan korupsi

Keduanya selalu dipamerkan lewat televisi

Ngainun Naim telah selesai diuji dan berprestasi

Disertasinya tebal sekali dan tampak berisi

Kita tunggu sejauh mana dia berkontribusi untuk solusi.

 

Bung Karno berkata: kita dari Timur menuju Barat

Tulungagung terletak di Timur, mencari ilmu ke Barat

Ngainun Naim telah menebarkan pluralisme yang bermartabat

Berbasis keilmuan yang memikat dan bermanfaat

Demi kualitas hidup manusia dunia dan akhirat.

 

Muhammad Natsir berkata: baik dari Timur maupun Barat

Semuanya menuju keridhaan Ilahi

Ketegaran dan istiqamahnya dalam berdedikasi selalu diakui

Ngainun Naim harus tetap mengabdi untuk persada pertiwi

Menunaikian tugas Ilahi

 

Kami semua akan menjadi saksi

Untuk masa depan Indonesia yang bebas dari kekerasan dan korupsi.

 

Guru menginspirasi untuk bercita-cita, sekurang-kurangnya menjadi seperti dia. Tidak mungkin seorang manusia berbuat demi kemaslahatan umum jika ia tidak merasakan adanya ikatan antara dirinya dengan orang-orang lain. Apabila manusia berada pada ilmu yang hakiki, maka ia akan bersemangat untuk mengajarkannya.

Guru yang bijaksana mengabadikan ilmunya dengan menulis, sesuai dengan kearifan Yunani, “Verba volant, scripta manent — Kata-kata lisan lenyap menguap, sementara tulisan abadi menetap.” Benjamin Franklin berpesan, “Jika tak ingin dilupakan setelah meninggal dunia, lakukanlah apa yang patut ditulis atau tulislah sesuatu yang patut dibaca.”

Filosof Friedrich Nietszche mencurahkan isi hati, ”Kebanggaan terbesar seorang guru ialah jika muridnya mengungguli dirinya.” Guru pun selalu ingat bahwa satu teladan lebih berpengaruh daripada sepuluh nasihat. Guru mendidik dan mengajar dengan hati dan cinta.

Guru membesarkan murid, dan murid membesarkan guru, seperti Ibnu Taimiyyah dengan Ibnu Qayyim, Muhammad Abduh dengan Muhammad Rasyid Ridha, Fazlur Rahman dengan Nurcholish Madjid, dan Siswanto Masruri dengan Ngainun Naim. Pada saatnya akan lahir generasi penerus mereka.

Guru mengajari membaca dan menulis dalam arti yang seluas-luasnya. Otak manusia adalah ibarat raksasa tidur. Membaca membuka otak dari kegelapan. Kalau seseorang tidak membaca buku, maka bagaimana ia bisa membuka otaknya dari suasana terkucil? Membaca adalah memperkaya perbendaharaan jiwa; oleh karena itu sangat membahagiakan.

Prof. Ngainun Naim dan para guru pasti memahami, bahwa di Jepang, profesi guru sangat prestisius dan dihormati. Ketika Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh musuh pada 1945, golongan yang sangat dikhawatirkan nasibnya dan sangat diharapkan peran sertanya oleh Kaisar adalah guru.

Profesi apa pun membutuhkan guru

Tulang punggung dunia pendidikan adalah guru

Ironinya, Guru Pahlawan Tanpa Masa Depan

Guru Pahlawan Tanpa Penghargaan.

 

Guru adalah nafas dan penerang pendidikan

Tanpa guru gelap dan matilah dunia pendidikan

Hargailah guru selayaknya

Ana-anak bangsa akan menjadi generasi yang bermakna.

 

Terima kasihku kuucapkan

Pada guruku yang tulus

Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan

Untuk bekalku nanti.

 

Setiap hari kudibimbingnya.

Agar tumbuhlah bakatku.

Kan kuingat selalu nasihat guruku.

Terima kasih kuucapkan.

 

Selamat mengabdi dan berprestasi

Prof. Dr. Ngainun Naim, M.Ag.

Sahabat dan guru sejati.

 

* Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dosen Program Doktor Psikologi Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, penulis trilogi Kamus Pintar Al-Quran, Kearifan Al-Quran, Sepuluh Tema Utama Al-Quran (Jakarta: Gramedia, cetak ulang 2019), dan 60-an buku lainnya.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply