KHITTAH.CO, MAKASSAR – Terpaan globalisasi melalui medium teknologi informasi, menimbulkan kekhawatiran potensi punahnya bahasa ibu atau bahasa daerah. Apalagi, selama masa Pandemi COVID-19, masyarakat banyak mendapat serbuan istilah asing.
Fenomena itu mengemuka dalam Seminar Nasional dengan tema “Pemertahanan Bahasa Ibu Pada Era Pandemi COVID-19”. Kegiatan ini digelar oleh Universitas Muhammadiyah Makassar bekerjasama dengan Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan.
Seminar ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional yang diperingati setiap 21 Februari.
Salah satu pakar Bahasa yang menjadi pembicara, Dr Andi Sukri Syamsuri menawarkan beberapa strategi pemertahanan bahasa daerah dari ancaman kepunahan.
Dalam catatan Andi Sukri, di Sulawesi Selatan terdapat empat belas bahasa daerah, yaitu bahasa Bojo, Bonerate, Bugis, Bugis De, Konjo, Laiyolo, Lemolang, Makassar, Mandar, Masserengpulu, Rampi, Seko, Toraja, dan Wotu.
“Jika kita tidak mengambil langkah dari sekarang, tidak menutup kemungkinan, di Sulsel pun kepunahan bahasa daerah bisa terjadi,” pesan Wakil Rektor II Unismuh Makassar itu.
Tantangan pada Masa Pandemi
Menurut Dr Andi Sukri, pada masa pandemi COVID-19, banyak istilah-istilah asing yang bermunculan baik yang muncul di media sosial ataupun langsung diungkapkan oleh pemerintah. Beberapa istilah tersebut, antara lain, Social Distancing, Work From Home, Physical Distancing, dan istilah lainnya.
“Penggunaan istilah asing yang eksis dua tahun terakhir ini, menjadi bagian kecil yang dapat menggeser penggunaan bahasa Ibu,” ungkap Associate Profesor dalam Bidang Pendidikan Bahasa Indonesia ini.
Meskipun demikian, Andi Sukri juga melihat peluang melestarikan bahasa daerah pada masa pandemi.
“Pada masa pandemi, interaksi lebih banyak dilakukan di dalam rumah, atau ruang lingkup keluarga. Momen bekerja dari rumah dan belajar dari rumah seharusnya digunakan untuk berinteraksi menggunakan bahasa daerah ,” sarannya.
Tujuh Strategi Pemertahanan Bahasa Daerah
Secara lebih spesifik, untuk mempertahankan bahasa daerah tersebut, Wakil Rektor II Unismuh ini menawarkan tujuh strategi.
Pertama, membiasakan diri memakai bahasa daerah dalam percakapan sehari-hari. Kedua, kata Andi Sukri, dengan memasukkan pelajaran bahasa daerah dalam kurikulum sekolah.
“Ketiga, menggiatkan acara TV lokal yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa utama. Selanjutnya, keempat, menghidupkan bahasa daerah dalam lomba-lomba, misalnya lomba pidato bahasa daerah dan lomba mendeklamasikan puisi bahasa daerah”
Strategi kelima, sambung Sekretaris HPBI Sulsel ini, dengan mengimbau pemerintah untuk melakukan penyuluhan tentang pentingnya melestarikan bahasa daerah. Di daerah ini, telah terbit Pergub No. 79 Tahun 2018 tentang pembinaan bahasa daerah di Sulawesi Selatan.
“Cara keenam, yaitu menggunakan bahasa daerah pada saat di rumah. Membiasakan anak menggunakan Bahasa daerah dalam percakapan keluarga,”
Ketujuh, Dr Andi Sukri juga menjadikan bahasa daerah menjadi bagian dari muatan lokal di sekolah.
Selain Dr Andi Sukri Syamsuri, ada beberapa pakar Bahasa yang menjadi narasumber dalam seminar nasional tersebut. Hadir Pembicara utama, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbudristek RI Prof Endang Aminudin Aziz PhD.
Pembicara lainnya, Ketua HPBI Sulsel sekaligus Asdir III PPS UNM Prof Dr Anshari, dan Ketua Prodi S2 Linguistik Universitas Hasanuddin Dr Ery Iswary (rls/ Fikar).