KHITTAH.co, Gresik- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir mengungkapkan, Muhammadiyah harus selalu menegaskan pandangan Islam Berkemajuan sebagai jalan perubahan.
Tidak hanya itu, dalam menghadapi dinamika zaman yang begitu kompleks, Muhammadiyah harus terus menghadirkan pandangan Islam Berkemajuan sebagai jalan rekonstruksi pemikiran, strategi perjuangan, dan usaha-usaha baru yang lebih dinamis-progresif.
Saat berbicara di Universitas Muhammadiyah Gresik, Senin, 11 Juli 2022, Prof Haedar menjabarkan tigas etos utama Islam berkemajuan.
Etos pertama dari Islam Berkemajuan, menurut dia, adalah Islam hadir sebagai pencerah bagi semesta alam.
Untuk itu, Prof Haedar mengajak umat Islam merenungkan ayat pertama yang turun kepada Rasulullah SAW, yakni QS. al-Alaq ayat 1-5.
Ayat tersebut, jelas dia, mengajak manusia untuk menggunakan akal pikirannya dan mengejar ilmu pengetahuan. Dari pemaknaan tersebut, muncullah berbagai konsep, seperti tafakkur, tanadzar, dan tadabbur.
“Islam Berkemajuan itu memiliki etos iqra yang tidak sembarang iqra, yaitu iqra yang melahirkan pandangan hidup profetik dan membumi yang berpusat pada nilai-nilai Ilahi,” tutur Haedar.
Kedua, Islam Berkemajuan juga meiliki etos mengubah keadaan menjadi lebih baik. Haedar mengutip sebuah ayat yang berbunyi “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga kaum tersebut mengubah nasibnya sendiri” (QS. Al Ra’du: 11).
Menurut dia, seorang muslim harus memiliki etos untuk mengubah keadaan, dari yang tertinggal menjadi maju, dan dari keadaan yang maju menjadi unggul.
“Kampus ini tidak akan pernah maju jika orang-orang yang di dalamnya tidak ada keinginan untuk mengubah dirinya. Rektor tidak bisa berjalan sendiri. Perubahan menuju lebih baik harus tumbuh di dalam diri kita semua,” tegas Haedar.
Etos ketiga Islam Berkemajuan yaitu berorientasi pada masa depan. Allah mengaitkan orientasi masa depan dengan ketakwaan (QS. Al-Hasyr: 18).
Masa depan terjauh sebagai tujuan utama hidup, ungkap Prof Haedar ialah akhirat, sedangkan masa depan “terdekat” yang harus dijalani ialah kehidupan di dunia ini.
Ia menegaskan, akhirat dan dunia bersambung untuk meraih kebaikan hidup yang sejati, sebagai firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 201. Artinya, kata dia, umat Islam tidak boleh melakukan dikotomi antara dunia dan akhirat.
“Dunia dan akhirat dua-duanya memiliki korelasi tentang masa depan. Kesadaran kita tentang masa depan itu setara dengan takwa. Di situ, kita harus berbuat sesuatu merancang masa depan lebih mulia lagi,” tutup Haedar.