Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Menjadi Pengawas Partisipatif

×

Menjadi Pengawas Partisipatif

Share this article

Oleh : Firdaus Abdullah*

KHITTAH.CO – Pemilihan Umum atau Pemilu merupakan sarana konstitusional untuk mengganti pemimpin negara. Secara konseptual umum kita mengenal demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemilu berlangsung secara berkala, yakni lima tahun sekali.

Desain kepemiluan yang saat ini digunakan dengan berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. ini akan memberi tambahan beban kerja ekstra bagi penyelenggara pemilu terutama bagi penyelenggara pengawas pemilu. Sebab, pada 2024 akan diselenggarakan pemilihan legislatif (Pileg), pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Ketiga pemilihan tersebut tentunya akan berjalan secara maraton. Hal ini disebabkan pileg dan pilpres dilaksanakan 14 Februari 2024.

Penyelenggaraan pemilu tidak hanya terbatas pada pelaksanaan dan pengorganisasian teknis pelaksanaan pemilu yang selama ini menjadi domain Komisi Pemilihan Umum atau KPU, namun untuk melahirkan Pemilu yang berintegritas dengan prasyarat akuntabilitas dan transparansi, maka penyelenggaraan pemilu memerlukan kontrol dan pengawasan oleh lembaga pengawas pemilu (Muhammad Jufri, 2017).

Pengawasan yang dilakukan adalah selain mengawasi penyelenggara pemilu KPU juga mengawasi masyarakat (pemilih) maupun peserta pemilu (caleg dan partai politik) dengan proses panjang sejak tahapan awal pemilihan hingga berakhirnya pemilihan.

Masyarakat salah satu pihak yang terlibat harus ikut andil dalam melakukan pengawasan baik pada saat pra pemilu, pelaksanaan pemilu, hingga pacsa pemilu. Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap tahapan penyelenggaraan pemilu maka diharapkan akan dapat menghasilkan pemilu yang berintegritas dan demokratis baik prosesnya maupunn hasilnya.

Program pendidikan pengawasan pemilu melalui SKPP (Sekolah Kader Pengawas Partisipatif) yang merupakan gerakan bersama antara Bawaslu dengan masyarakat untuk menciptakan proses pemilu yang berintegritas (Hafidz, dkk 2020). Tujuan umum pengawasan adalah untuk menegakkan integritas, kredibilitas penyelenggara, transparansi penyelenggara, dan akuntabilitas pemilu. Mewujudkan pemilu yang demokratis serta memastikan penyelenggara pemilu LUBER dan JURDIL. Selain itu, pengawasan partisipatif juga dilakukan sebagai bentuk kedaulatan rakyat dalam proses demokrasi.

Pengawas partisipatif dapat ditinjau dari dua alasan, yakni : subjektivitas dan objektivitas. Keterbatasan daya dukung dan kewenangan pengawas pemilu membuat partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilihan umum sangatlah dibutuhkan. Pengawasan partisipatif masyarakat akan menutup kekurangan pengawas pemilu dalam mengawasi seluruh tahapan pemilu.

Proses pemilihan umum ini sejatinya harus dikembalikan sebagai milik masyarakat termasuk dalam hal ini pengawalannya. Keterlibatan masyarakat menjadi pengawasan partisipatif yang massif secara psikologi akan mengingatkan dan mengawal penyelenggara pemilu.

Pengawasan yang dilakukan di Bawaslu tentu ada keterbatasan, berbeda halnya dengan keterlibatan publik. Dalam praktiknya, tugas mengawasi pemilu membutuhkan dukungan banyak pihak. Salah satunya adalah dengan mengajak elemen masyarakat seperti pemuda, tokoh masyarakat, tokoh agama dan lain sebagainya untuk terlibat dalam pengawasan. Partisipasi publik sebagai nyawa dalam proses pengawasan (Mochammad Afifuddin). Dengan melibatkan banyak masyarakat potensi mencegah pelanggaran akan semakin maksimal

Sebagai alternatif gagasan di tengah minimnya peran anak muda dalam ranah pengawasan partisipatif ini, sehingga kita menaruh harapan keterlibatan anak muda. Ini menjadi jalan terang untuk masa depan demokrasi di Indonesia. Kita menaruh optimisme terhadap anak muda terutama alumni SKPP (Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif) agar menjadi lokomotif yang dapat mengajak anak muda lainnya untuk terlibat mengawasi.

Sudah saatnya anak muda menjadi pengerak demokrasi. Anak muda lebih dekat dengan media sosial sehingga penggunaan media sosial mereka dalam menyosialisasikan pentingnya keterlibatan dalam pengawasan.

Selain penting pelibatan masyarakat untuk pengawasan pemilu, dukungan dan kerja sama dengan lembaga pemantau menjadi langkah strategis. Pemantau dan pengawas sama-sama mengembang misi terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil. Hanya saja yang membedakannya lebih kepada kewenangan, pemantau pemilu hanya sebatas pemantauan, sedangankan pengawas pemilu memiliki tugas dan kewenangan yang luas untuk menyelesaikan pelanggaran dan sengketa pemilu.

Integritas proses penyelenggaraan pemilu akan berhasil dicapai jika semua tahapan pemilu diselenggarakan menurut regulasi yang berlaku dan berpedoman pada asas LUBER dan JURDIL (Solihah, dkk, 2018). Upaya untuk mewujudkan pemilu berintegritas dan demokratis diantaranya memastikan penyelenggara pemilu bersifat profesional, memastikan seluruh peserta pemilu baik partai politik maupun calon legislatif mematuhi seluruh peraturan dalam pemilu. Dengan demikian diharapkan sebuah upaya kolaborasi antar komponen masyarakat ; baik pemerintah, civil society, masyarakat sipil, hingga penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP) yang terlibat dalam pemilu 2024.

*Peneliti Lembaga Studi Demokrasi & Penguatan Masyarakat (LiDPaM) Sulbar

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner PMB UMSI

Leave a Reply