Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Era Disrupsi, Dakwah Muhammadiyah Harus Berubah!

×

Era Disrupsi, Dakwah Muhammadiyah Harus Berubah!

Share this article
Era Dsirupsi, Dakwah Muhammadiyah Harus Berubah!
Moderator Ilham Mochtar, Wakil Ketua PWM Sulsel, Syaiful Saleh, Wakil Ketua Majelis Tablig PP Muhammadiyah, Fakhrurozi Reno Suta, dan Ketua Majelis Tablig PWM Sulsel, Dahlan Lamabawa

KHITTAH.CO, Makassar- Era Disrupsi direspons Majelis Tablig Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Selatan dengan menggelar Pengajian Bulanan bertema “Kompetensi Mubalig Menghadapi Disrupsi.”

Pengajian hibrida itu dihelat Sabtu, 23 Oktober 2022 di Mini Hall Ma’had Al-Birr Unismuh Makassar. Untuk zoom, Universitas Muhammadiyah Bulukumba sebagai penanggung jawab.

Dalam pengantarnya, Ketua Majelis Tablig PWM Sulsel, Dahlan Lamabawa mengatakan, dalam pelaksanaan dakwah, terdapat dua model yaitu dakwah penguatan dan dakwah pencerahan.

“Materi dakwah penguatan Itu kemasan materinya bersifat menguatkan aqidah, ibadah, dan akhlak Menurut ketentuan syarat dan rukunnya, sedangkan dakwah pencerahan, kemasan materinya bersifat informatif dan edukatif,” kata dia.

Menurut dia, untuk kedua model tersebut diperlukan diskursus tentang disrupsi untuk menyesuaikannya dengan kondisi zaman kini.

“Dimulai tahun 2020, disebut Era Disrupsi, di mana banyak hal-hal baru yang bermunculan, yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Hal ini bermula dari teknologi bisnis,” kata Dahlan.

Ia mengingatkan, disrupsi membuat bisnis yang tidak cepat melakukan inovasi bisnis dari cara konvensional ke bisnis digital akan mengalami kemunduran karena kalah bersaing.

“Demikian pula dalam bidang dakwah, yang sejatinya, dakwah billisan itu dilakukan secara konvensional, secara offline. Namun, saat Pandemi Covid-19 melanda dunia, semuanya berubah dari oflfine ke online,” kata dia.

Kondisi tersebut, lanjut Dahlan, menjadi perhatian Majelis Tabligh, sehingga diangkatlah tema pengajian ini untuk keperluan dakwah penguatan dan dakwah pencerahan.

“Di sinilah diperlukan kompetensi metodologis untuk efektivitas dakwah,” ujar Sekretaris Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Unismuh Makassar ini.

Dahlan mengajukan tiga hal yang harus dipenuhi untuk dakwah Muhammadiyah di era ini. Pertama, meningkatkan kualitas dan kapabilitas sumber daya manusia para mubalig.

Kedua, melakukan dakwah yang bertransfromasi ke era digital melalui teknologi informasi terkini. Ia menegaskan, sudah saatnya dakwah beralih ke digital yang multipaltform.

Terakhir, karena disrupsi ini berkonsekuensi hukum, maka diperlukan Instinbat hukum baru oleh Majelis Tarjih dan Tajdid.

Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Tablig PP Muhammadiyah, Fakhrurozi Reno Suta mengatakan, era disrupsi ini memang mengubah sistem dan tatanan kehidupan masyarakat secara luas.

“Terjadi migrasi metode pemenuhan kenbutuhan manusia, dari manual kepada serba teknologi, semua serba mesin. Menurut ilmu perubahan sosial, itu membawa perubahan perilaku, termasuk bagi dakwah,” ujar dia.

Atas disrupsi ini, tantangan dakwah Muhammadiyah dewasa ini semakin kompleks. Salah satunya adalah liberalisasi, baik di bidang ekonomi, kekuasaan, pemikiran, maupun keagamaan.

“Terjadi perubahan fundamental terhadap pandangan dan perilaku masyarakat. Mengubah pasar pasti mengubah ekonomi. Bila mengunbah ekonomi pasti mengubah sosial dan budaya. Kalau budaya sudah berubah sementara dakwah kita tidak, maka tidak akan konek,” tegas dia.

Ia menganalogikan dakwah yang tidak terkoneksi ini bagai radio yang kehabisan baterai. “Dakwah kita jadi bagai layang-layang yang kehabisan angin, tidak berdaya. Di sisi lain, tantangan dakwah yang juga muncul adalah rivalitas kelompok Islam minoritas yang cenderung radikal,” ujar dia.

Untuk itu, empat kompetensi yang harus dimiliki Mubalig Muhammadiyah di era disrupsi ini, selain penguasaan tekonologi adalah kompetensi agama, kompetensi akademik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.

Ia menekankan, kompetensi mubalig tersebut tidak dapat dimiliki dengan sendirinya. Ia mengibaratkan hal ini dengan penyusunan kurikulum sekolah.

Mubalig harus berangkat dari visi. Setelah itu, penjabaran misi untuk merencanakan hal yang harus dilakukan.

“Dari sini, disusun programnya. Lalu kegiatannya, lanjut capaiannya. Setelah perumusan itu jelas, orang-orang yang akan melaksanakannya akan paham, kompetensi yang harus dimiliki itu apa.

Kompetensi agama yang dimaksud Fakrurozi mencakup aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah duniawiyah.

“Mubalig Muhammadiyah harus memahami pasti bahwa agama berupa syariat dari Allah untuk hamba-Nya melalui Rasulullah dalam bentuk perintah-perintah dan larangan, sehingga keempat kompetensi agama tadi itu harus dimiliki. Itu dasar kita untuk bergerak,” kata dia.

Terlebih soal tauhid. Ia menegaskan, tauhid mubalig Muhammadiyah harus kokoh. “Tauhid mubalig Muhammadiyah harus bagai pohon yang besar yang akarnya menghujam ke bumi, daun rantingnya menjulang ke langit. Tidak goyang oleh badai, bahkan semakin digoyang, semakin dalam cengkeramannya.”

Kompetensi akademik dan metode penunjang juga harus dimiliki. Demikian pula kompetensi kepribadian. Mubalig Muhammadiyah harus memiliki kepribadian yang menarik, baik watak maupun karakter yang menonjol.

“Sehingga bisa menjadi figur dan umat menaruh kepercayaan kepada para Mubaligh Muhammadiyah. Untuk kompetensi sosial, seorang mubalig Muhammadiyah harus ikut terlibat dalam kegiatan – kegiatan sosial. Jangan sampai mubalig Muhammadiyah malah menjauh dari masyarakat,” tegas laki-laki asal Padang ini.

Fakhrurozi juga sempat menyinggung terkait kemandirian ekonomi mubalig. Mubalig terdahulu datang berdakwah ke sejumlah daerah dengan biaya sendiri.

“Kalau mubalig bisa mandiri secara ekonomi maka bisa lebih memiliki kehormatan dibanding menerima sedekah-sedekah, meski itu halal, tapi tidak digalakkan dan dianjurkan, karena Islam memuliakan tangan di atas daripada tangan di bawah,” tutup Fakhrurozi.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply