Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Tantangan dari Haedar Nashir untuk Muhammadiyah Sulsel

×

Tantangan dari Haedar Nashir untuk Muhammadiyah Sulsel

Share this article
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam Silaturahmi bersama Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan dan Civitas Akademika Unismuh Makassar, Ahad, 15 Januari 2023 (sumber foto: adim)

KHITTAH.CO, Makassar- Muktamar ke 48 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah telah menetapkan tagline “Unggul dan Berkemajuan” untuk gerakan Persyarikatan ke depan. Ini dapat dilihat pada tanfidz Muktamar ke 48 yang telah tersiar.

Salah satu tujuan atas tagline ini adalah terciptanya transformasi sistem gerakan yang maju, profesional, dan modern serta mengakar kuat basis gerakan  di era globalisasi dan revolusi teknologi informasi.

Saat berkunjung ke Makassar, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menggugah hadirin untuk lebih memajukan Persyarikatan di Sulawesi Selatan.

 “Dari 9 juta warga Sulawesi Selatan, berapa persentase warga yang merasa berafiliasi, merasa bagian dari Muhammadiyah?” tanya Haedar.

Pertanyaan itu ia lontarkan dalam Silaturahmi bersama Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan dan Civitas Akademika Unismuh Makassar, Ahad, 15 Januari 2023.

Ia menantang Muhammadiyah Sulawesi Selatan untuk berpikir lebih kreatif terkait metode dakwah. Ini untuk merebut hati masyarakat yang belum merasa berafiliasi dengan Muhammadiyah.

Ia menegaskan, kuncinya  adalah pendekatan dakwah dan berorganisasi serta pendekatan membangun relasi dengan jamaah yang harus lebih baik lagi.

Rumus pasti untuk itu, kata dia, adalah prinsip dakwah sebagaimana firman Allah dalam Q.S An-Nahl ayat 125.

“Ini rumus utama. Al-Quran pasti benarnya. Tapi, kita kadang tidak mengikuti ini. Yang kita ikuti hanya mengikuti  waham-waham kita, pengalaman, pola pikir kita sendiri,” ujar dia.

Haedar mengajak hadirin untuk memikirkan metode kreatif dan efektif untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas.

“Losari sudah berubah. Hadirkah ‘Aisyiyah-Muhammadiyah di Pantai Losari?  Dengan cara apa bisa hadir di sana? Coba Pak Mustari pikirkan, bagaimana caranya. Apa perlu jual Pisang Epe di sana, sehingga dengan itu kita bisa tahu psikologi dan sosiologi orang-orang yang datang ke sana?” kata Haedar.

Haedar juga menyinggung soal tantangan bagi amal usaha pendidikan Muhammadiyah. Sekarang ini, kata dia, banyak lembaga dan organisasi yang mendirikan hal yang sama dengan Muhammadiyah, bahkan mungkin mereka lebih baik.

Haedar mengingatkan, di zaman Kiai Dahlan, Muhammadiyah jadi pelopor mendirikan sekolah modern. Saat ini, hampir semua ormas Islam mendirikan sekolah yang sama.

“Pertanyaan kita, apakah sekolah-sekolah Muhammadiyah, madrasah, pesantren, perguruan tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah sudah ada di depan dibandingkan yang lain? Apakah yang ada di Sulawesi Selatan itu sudah masuk 10 besar, 20 besar, bersama yang negeri dan pihak lain? Nah, ini penting untuk muhasabah,” gugah Haedar.

Muhasabah ini penting agar fadilah atau keutamaan dan taraf lebih baik dapat diraih. Terlebih,  kata dia, orang-orang seringkali melontarkan peyoratif bahwa swasta itu tidak berkualitas.

Ia mengingatkan, KH Ahmad Dahlan mendirikan Persyarikatan tidak sekadar untuk berkumpul menjadi komunitas atau kolektivitas yan berorganisai.

“Melainkan untuk berkumpul dalam jamaah yang berorganisasi lebih baik, lebih memberi makna, lebih memberi maslahat, dan menjadi kumpulan orang-orang terbaik, karena punya kewajiban yad’u ilal khair wa ya’muruna bil ma’ruf, wa yanhauna ‘anil munkar,” tegas Haedar.

Tidak mengherankan, Kiai Dahlan sejak awal membuat hal berbeda dari yang umum. Kata Haedar, tindakan Kiai Dahlan itulah tajdid atau pembaharuan.

“Ketika orang punya pesantren banyak, Kiai Dahlan aneh, bikin sekolah. Pesantren gak salah, tapi dalam pandangan Kiai Dahlan harus ada pola baru yang mengintegrasikan sistem pesantren dengan sistem sekolah,” kata dia.

Dari integrasi itulah, pendidikan Islam modern lahir yang mengintegrasikan metode barat dan pola pendidikan pesantren.

Ia menekankan, saat ini adalah era persaingan. Bahkan misi dakwah pun berlomba-lomba dalam kebaikan. Untuk itu, langkah lebih untuk memajukan gerak Persyarikatan adalah sebuah keniscayaan.

“Untuk pesantren kita, tidak boleh lagi ada pesantren yang menggunakan gaya lama. Gombara yang sekarang dipimpin Pak Syaiful yang kini sudah layak dipanggil kiai, harus lebih baik lagi,” kata dia.

Haedar juga mengingatkan tantangan terkait generasi muda. Generasi ini, kata dia, akan mewarisi umat Islam dan Indonesia ke depan.

Tantangan ini harus diseriusi karena generasi muda tidak lagi menyukai kemapanan. Mereka tidak suka status quo.

“Sementara kita, orang tua, sukanya yang status quo. Banyak jangannya. Hatta, untuk urusan muamalah duniawiyah. Ekonomi syariah saja semakin ribet, padahal harusnya ekonomi itu fleksibel,” kata dia.

Mereka juga sudah mulai mempertanyakan agama. Generasi muda ini, kata Haedar, melihat agama jadi alat bertengkar.

“Mereka melihat, loh, koq agama jadi alat perpecahan. Koq agama jadi untuk ini, untuk itu. Boleh jadi karena ada lag, jarak. Mereka belum paham agama, sementara ada fenomena keagamaan kita yang tidak sebagaimana semestinya,” babar dia.

Di saat kekosongan itulah, kata Haedar, Muhammadiyah berkewajiban menghadirkan Islam yang bisa diserap oleh generasi muda ini. Ia berpikir, kurikulum dan model pendidikan perlu direorientasi.

“Bahkan pandangan tentang kehidupan kita itu perlu diperkaya. Saat ini, Elon Musk sedang melakukan berbagai riset untuk membuka peluang membuka koloni di Planet Mars, sementara kita, urusan di gang-gang sempit saja tidak selesai,” ujar dia.

Ia juga menyebutkan, saat ini sains sedang berupaya melakukan rekayasa bioteknologi untuk memperpanjang usia dari 100–500 tahun. Untuk ini, Haedar menekankan, Muhammadiyah harus hadir menyiapkan teologi tauhid, konsep terkait hidup dan maut.

“Demikian pula dengan aspek lainnya, yang di satu pihak ada dalam koridor risalah Islam, tapi di pihak lain, bisa menjelaskan kehidupan yang semakin kompleks seperti itu. Muhammadiyah harus mulai berpikir ke arah sana,” tutup dia.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply