Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Hikmah RamadanLiterasiOpini

Tawakal Mengaktivasi Otak Neo-Cortex dan Memberi Solusi

×

Tawakal Mengaktivasi Otak Neo-Cortex dan Memberi Solusi

Share this article

Oleh: Agusliadi Massere*

KHITTAH.CO,- Membaca tanda-tanda, baik yang ada dalam diri maupun di luar pada alam semesta, tanpa kecuali berbagai fenomena yang terjadi dalam realitas empirik, sebenarnya tidak ada jalan untuk mengingkari atau menegasikan Kekuasaan dan Kasih-Sayang Allah. Di sini, saya sama sekali tidak bermaksud untuk mencari jalan untuk mengikari Allah, tetapi sebaliknya ingin menegaskan bahwa secara logika saja Allah itu ada, apatah lagi melalui kacamata iman.

Ada banyak kejadian, baik yang saya alami sendiri maupun yang dialami oleh orang lain yang bisa menjadi penanda bahwa Kekuasaan dan Kasih-Sayang Allah hadir pada saat itu. Atas dasar itu, apa yang disebut miracle (keajaiban) seringkali dirasakan oleh orang-orang tertentu. Hal ini terjadi, ketika seseorang berserah diri sepenuh hati kepada Allah. Sikap dan tindakan berserah diri kepada Allah inilah, yang disebut tawakal.

Ada sejumlah ayat dalam Al-Qur’an yang menegaskan untuk bertawakal atau berserah diri kepada Allah di antaranya: QS. Ali-Imran [3]: 122, QS. At-Taubah [9]: 129, QS. Yusuf [12]: 67, QS. Ibrahim [14]: 12, QS. An-Nahl [16]: 41-42.

Tawakal yang menjadi jalan hadirnya Kekuasaan dan Kasih-Sayang Allah dalam bentuk keajaiban, seringkali mampu menyentuh dimensi rasionalitas manusia modern, yang secara teoritik dipahami bahwa tawakal bahkan mampu mengaktivasi otak neo-cortex. Dalam realitas empirik pun seringkali dampaknya nyata dan memantik kekaguman dan rasa syukur bagi orang-orang yang menyaksikan, mengetahui, mendengar, membaca, dan/atau mengalami langsung peristiwa-peristiwa yang relevan dengan yang dimaksud ini.

Hal inilah sehingga, saya tertarik untuk menulis dan menuntaskan tulisan ini dengan judul di atas. Saya pun menyadari bahwa pada judul di atas “kata hubung” atau “kata penghubung”-nya kurang tepat jika menggunakan “dan”. Yang tepat kata-penghubung pilihan yaitu “atau”. Jika pun menggunakan “dan” maka sebaiknya tertulis “dan/atau”. Demi memperhatikan keindahan judul, maka saya menuliskan seperti judul di atas.

Intinya bahwa, siapa pun yang senantiasa bertawakal kepada Allah—tentunya setelah memaksimalkan ikhtiar dan do’a—maka “jalan-keluar” atau solusi akan senantiasa dihadirkan untuk dirinya. Bahkan, seringkali sebelum “jalan-keluar” atau solusi itu nyata dalam realitas kehidupannya, maka terasa ada proses aktivasi otak neo-cortex—sebagai pusat kecerdasan intelektual—sehingga intelektualitas bekerja mencari solusi.

Bahkan, tawakal minimal mampu melakukan konversi perasaan yang awalnya diliputi perasaan galau menjadi perasaan tenang atau ketentraman jiwa. Selain itu, tawakal mampu memantik lahirnya spirit perjuangan yang besar dan kekuatan visualisasi, sehingga terasa bahwa yang di depan itu, termasuk badai sekalipun bisa dihadapi dan biasa-biasa saja. Spirit dan kekuatan visualisasi sebagai hasil percikan tawakal pernah dirasakan oleh Rasulullah Muhammad Saw bersama para sahabat dan pasukan Muslim, ketika berhadapan dengan tentara pasukan musuh yang jumlahnya jauh lebih besar atau banyak.

Tawakal pun relevan dengan dua firman Allah di bawah ini, yang masing-masing bisa ditemukan dalam Al-Qur’an.

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu”. QS. Fushshilat [41]: 30.

Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Demikian itulah kemenangan yang agung”. QS. Yunus [10]: 62-64.

Mungkin para sahabat pembaca pernah mendengar atau membaca berita peristiwa pesawat Boieng 737-300, di mana pada saat itu Kapten pilot yang bertugas menerbangkannya adalah Abdul Rozak. Kisah singkatnya, pada ketinggian 23.000 kaki, pesawat tersebut kedua mesinnya mati semua ketika pesawat tersebut memausuki awan Comunilimbus (sejenis awan tebal yang berbahaya) di atas kota Blora.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh kapten bersama co-pilot-nya, tetapi tetap saja tidak mampu menghidupkan kembali kedua mesin pesawat itu. Dalam keadaan seperti itu, sambil terbayang nyawa para penumpang yang akan melayang, sang Kapten Abdul Rozak, hanya bisa bertawakal kepada Allah dengan teriakan “Allahu-Akbar” tiga kali.

Dalam kondisi seperti itu, bisa dibayangkan bagaimana kepanikan minimal bagi para penumpang yang sedang berada dalam pesawat yang gelap, begitu pun pesawat tersebut masih dalam awan yang gelap. Sang Kapten Abdul Rozak dengan kekuatan tawakalnya kepada Allah, dirinya masih saja tenang dan terus mencari solusi bahkan sempat berdiskusi hal-hal yang harus dilakukannya. Dirinya sama sekali tidak panik, tetap tenang dan kekuatan tawakalnya mampu mengaktivasi otak neo-cortex-nya untuk menemukan solusi terbaik.

Akhirnya, dirinya mampu membawa pesawat itu untuk menembus awan gelap. Selanjutnya dirinya bersama co-pilot masih terus berdiskusi untuk menentukan pilihan secara cepat dan tepat, apakah mendarat di sawah atau mendarat di sungai Bengawan Solo. Akhirnya dirinya menentukan pilihan untuk mendarat di sungai, dan keajaiban Allah pun hadir, akhirnya pesawat itu meluncur ke bawah setelah hampir menghantam dua jembatan yang akan berpotensi membuat pesawat itu tenggelam dalam ke dalam sungai tersebut. Namun, apa yang terjadi pesawat itu menghantam batu, yang mengakibatkan pesawat sobek dan berbelok ke arah kanan pada bagian sungai yang dangkal.

Atas benturan pesawat tersebut pada batu, yang bukan hanya menyelamatkan pesawat agar tidak tenggelam pada bagian sungai yang ke dalamannya cukup dalam dan bisa melumat pesawat dan seluruh penumpangnya, termasuk pula dengan sobeknya pada bagian pesawat sehingga pintu kabin bisa dibuka dengan tekanan udara yang sangat kuat. Di balik kisah nyata ini, yang terjadi hanya mengorbankan nyawa satu orang pramugari, yang lain semuanya selamat. Inilah peristiwa yang sepanjang sejarah penerbangan yang dipandang penuh dengan keajaiban. Kisah ini bisa pula dibaca dalam buku ESQ Power karya Ary Ginanjar Agustian.

Dalam kehidupan pribadi saya pun, ada banyak peristiwa—semoga tidak dipandang berlebihan oleh para sahabat pembaca—yang menunjukkan karena tawakal kepada Allah, saya berhasil mendapatkan solusi atau selamat dari sesuatu yang membahayakan, termasuk pada kondisi yang bagi orang lain sangat menyedihkan. Beberapa di antaranya yaitu:

Pada suatu ketika pada malam hari, saya bersama istri dan anak berboncengan tiga dihadang oleh ular yang panjangnya kurang lebih enam meter dan diameter tubuhnya lebih besar daripada paha orang dewasa. Lokasi tepatnya tidak jauh dari hutan lindung Kelurahan Campaga.

Pada saat itu, saya terlambat menyadari bahwa itu, yang ada di hadapan kami adalah ular. Saya mengira hanya kayu besar yang membentang di jalan dan tidak menyisakan sedikit pun ruang untuk dilewati kendaraan roda dua (motor). Kurang dari satu meter, barulah ularnya bergerak dan motor pun, saya hentikan secara mendadak pada posisi jalanan turunan, sehingga tidak ada pilihan untuk mundur kecuali bertahan di tempat sambil menunggu ular itu bergeser dan menjauh dari kami.

Dalam kondisi seperti itu, kami hanya bisa berdo’a dan bertawakal kepada Allah., ikhtiar pun yang tidak ada yang bisa kami maksimalkan. Motor tidak bisa mundur untuk menjauh karena berada pada posisi jalan meluncur (turunan). Kami pun tidak bisa meninggalkan motor karena ketika meninggalkan motor, maka otomatis motor akan bergerak maju menyentuh tubuh ular besar tersebut. Kurang lebih dua menit menunggu, barulah ular itu bergerak sedikit demi sedikit menjauhi kami dan termasuk memberikan ruang atau jalanan yang bisa dilewati motor yang kami kendarai.

Saya pun pernah mengalami satu peristiwa, yang bisa saya yakini sendiri bahwa itu karena pertolongan Allah. Pada saat itu, saya mendatangi salah satu kantor cabang BRI yang ada dalam kompleks Universitas Hasanuddin. Saya ke BRI untuk tujuan membayar biaya pendaftaran kuliah. Pada saat itu pukul tiga sore, secara aturan biasanya memang tidak bisa lagi diizinkan masuk orang baru datang, kecuali yang sudah terlanjur menunggu di dalam maka tetap akan dilayani sampai selesai.

Hari itu adalah hari terakhir masa pembayaran untuk pendaftaran sebuah program kuliah kerjasama Unhas-Kementerian Pendidikan Nasional (pada saat itu). Berkali-kali, saya meminta izin dan bahkan memohon pada dua orang security yang sedang bertugas, tetapi tetap saja tidak ada jalan bagi saya.

Tiba-tiba saja, perut saya sakit tetapi sepertinya hanya ingin “buang air kecil”, maka seketika saja saya bertanya ke salah seorang security tadi di mana posisi toiletnya. Akhirnya dirinya menunjuk bagian bawah-belakang kantor BRI. Sebelum tiba depan pintu, saya melihat seorang karyawan berpakaian dengan symbol BRI di dadanya, yang terlebih dahulu masuk di toilet. Sakit perut dan niat buang air kecil justru hilang, tetapi muncul ide untuk menunggu karyawan yang baru saja masuk ke toilet.

Setelah karyawan tersebut keluar dari toilet, saya langsung menyapanya dan menjelaskan banyak hal termasuk bahwa saya terlambat datang karena sebelumnya saya hanya menumpang mobil dari Banteang ke Makassar, dan saya tidak punya kuasa untuk mengaturnya. Dan beberapa penjelasan lainnya. Akhirnya karyawan tersebut langsung mengantar dan membawa saya masuk ke ruangan pimpinannya melalui pintu belakang. Keajaiban yang terjadi pada saat itu, saya justru mendapatkan pelayan special, dilayani dalam ruangan pimpinan BRI tanpa mengikuti antrian yang masih ada hampir empat puluhan orang yang menunggu di luar.

Ada banyak kisah, yang pernah saya alami, termasuk pernah menghadapi sesuatu yang bisa dianalogikan sebagai badai, tetapi alhamdulillah dengan kekuatan tawakal kepada Allah semuanya bisa dihadapi. Saya yakin para sahabat pembaca, mungkin pernah mengalami atau pernah mendengar kisah yang hampir sama, dan distiulah kita menyadari bahwa sungguh Kekuasaan dan Kasih-Sayang Allah, benar-benar ada dan nyata.

*Mantan Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Bantaeng. Komisioner KPU Kabupaten Bantaeng Periode 2018-2023

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply