Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipOpini

Menyambut Fiksi Genre Hancur Lebur ( Bag.2)

×

Menyambut Fiksi Genre Hancur Lebur ( Bag.2)

Share this article

martin

Oleh : Fauzan Anwar Sandiah*

Kiat Sukses Hancur Lebur

Kiat Sukses Hancur Lebur berkisah tentang catatan-catatan fantasi, fiktif, dan imajinatif seputar tips-tips hidup, dongeng, kisah, cerita keseharian, hingga satirisme terhadap sejumlah nama, dan konstruk dunia kontemporer, yang ditulis oleh seorang anggota sastra dekade 90an Semarang, bernama Anto Labil. Novel Kiat Sukses, bukan sebuah karya fiksi yang tengah menceritakan suatu topik, tetapi lebih merupakan catatan fantasi dan fiktif yang panjang tentang berbagai hal yang dicampur-aduk seputar kehidupan masyarakat sehari-hari lengkap dengan asumsi-asumsi di belakangnya. Jangan berharap bahwa Martin akan menulis sebuah kisah atau eksplanasi dunia kontemporer ala seorang Marxis sebagaimana yang pernah dia lakukan dengan karakter Fahru dan Noval dalam artikelnya “Marxisme dan Pembuktian” (2016). Hal itu sama sekali tak terjadi dalam Kiat Sukses, apa yang dilakukan oleh Martin justru menulis beragam topik yang sepenuhnya fiktif, dari awal hingga akhir. Oleh karena itu jangan heran jika, Kiat Sukses tak disajikan sebagaimana novel yang lazim, melainkan tampil selayaknya sebuah buku manual pada umumnya namun fiktif.

Bagi beberapa orang teknik narasi yang digunakan Martin dalamKiat Sukses Hancur Lebur, sudah sangat lazim dalam eksperimen-eksperimen penulisan kreatif. Saya akan mengutip dua “kalimat” (ingat, Hrabal hanya menulis dalam satu kalimat yang sangat panjang) yang ditulis oleh Hrabal dalam Dancing Lessons For the Advanced in Age, sebagai pembanding jenis narasi yang digunakan oleh Martin. Hrabal menulis:

“..with a salamander in its trademark, like the monkey in the Mercedes trademark, glass cases of shoes made by magic hands..” (hlm. 11)

“..Kafka and Dvorak made the emperor’s clothes and shoes, the archduke’s too, and Vymetal and Po- pelka were his master butchers, the hams they had in their windows and spruce boughs and asparagus, a friend of mine was known for his fine frock coats,..”(hlm. 15)

Hrabal, menghancurkan keterpaduan prosa, melalui permainan objek-objek, emosi, dan peristiwa. Hal yang sama juga dilakukan dalam Kiat Sukses, ketika Martin menulis berikut:

“Berpuluh-puluh tahun kemudian, tepatnya tujuh bulan sebelum kematiannya akibat TBC, Thomas De Quincey berjumpa dengan seorang juru ramal gipsi di sebuah pasar malam. Entah angin apa yang sedang berembus malam itu, De Quincey teringat pengalamannya dicucup pocong puluhan tahun silam dan memutuskan untuk menceritakannya.” (hlm. 114)

“tepat pada titik itu, menurut sumber  cerita yang penulis lupakan, Mudrikah tersentak dari lamunannya. Ia mendapati dirinya terbaring di rerumputan tepi jalan, di samping hamparan bukit Sendangmulyo. Motornya raib. Dompetnya lenyap..Karena pengalaman itulah, Mudrikah jadi banyak berpikir tentang kengerian maut, kekejaman manusia, penghancuran universal alam semesta, dan ikan lele putih yang melahap itu semua.” (hlm. 158).

Martin menggunakan kosakata-kosakata “pasar malam”, “pocong”, hingga “ikan lele putih” yang sepenuhnya berfungsi merusak emosi yang seharusnya muncul dalam narasi. Jika Martin mengikuti pakem lazim penulisan novel dengan prosa yang “estetis”, mungkin saja dia akan menghilangkan “pasar malam” sebagai tempat pertemuan De Quincey dengan juru ramal Gipsi. Martin mungkin juga akan mengganti pengalaman “dicucup pocong” dengan suatu pengalaman yang seringkali dianggap lebih baik. Pengalaman “dicucup pocong” tentu saja pengalaman yang “tak mungkin” dialami oleh seorang bermana De Quincey, (yang harusnya mengalami “dicucup pocong” menurut relasi semantik pada umumnya haruslah seorang yang bernama misalnya Mudrikah, daripada De Quincey).Hal ini menunjukkan bahwa tidak setiap pembaca siap menghadapi, sekaligus menyadari bias sosial-budaya yang mempengaruhi cara kerja asosiasi-asosiasi antara kata, makna, dan konteks “normal”. Tidak semua orang siap membayangkan sosok De Quincey mengalami “dicucup pocong” ketimbang Mudrikah yang “dicucup pocong”.

Bagaimana membaca narasi Martin selain menikmatinya sebagai imajinasi, dan memikirkan logika dan interpretasi yang sepenuhnya juga imajinatif? Jawabannya tak ada. Narasi Martin memang tak dimaksudkan untuk diinterpretasikan, melainkan sebagai sebuah fungsi. Narasi-narasi dalam Kiat Sukses Hancur Lebur tak bisa dibaca dengan semiotika tertutup. Misalnya dengan menutup pengandaian selain bahwa lele pasti berwarna hitam, dan tak terbuka bagi kemungkinan “lele putih”. Konten semiotika tertutup, tak membuka pilihan bagi kemungkinan yang tak realistis. Ada banyak contoh narasi yang digunakan oleh Martin, misalnya:

“Bab 2666 menjabarkan prinsip-prinsip meracik Novel yang mengandung alkohol di kisaran 80% (antara 78-82 %) dan menyebabkan insomnia mimpi, lonjakan harga nasi goreng dalam perut, gatal-gatal di sekitar lobus temporal dalam kepala, serta dorongan irasional dan tak berkesudahan untuk pulang ke rumah yang hangus terbakar”. (hlm. 19)

Dalam Kiat Sukses Hancur Lebur, Martin juga membuat infografis, pictogram imajinatif. Misalnya Martin menggambar bagan “Birokrasi Tingkat Tinggi dalam Kementrian Pangan dan Pestisida” atau bagan “Kementrian Perbuatan dan Pergunjingan” (hlm. 125-126). Semuanya sepenuhnya imajinatif sama seperti yang dilakukan oleh Serafini dalam bagan-bagan yang dipandu oleh narasi asemic.Tabel-tabel jabatan struktural PNS, foto sapu ijuk dan galon, hingga bahasa pemograman Fortran masuk ke dalam Kiat Sukses HancurLebur.

 

Semua yang ditampilkan oleh Martin, baik itu kalimat, gambar, dan bagan, tak sepenuhnya “harus” dibaca atau “harus” ditafsirkan. Usaha untuk menafsirkannya akan tampak konyol, walau dengan sedikit peruntungan bisa saja ada makna yang diperoleh. Hal yang serupa pernah dicoba banyak orang untuk menerjemahkan bahasa Codex Seraphiniasus. Dalam salah-satu wawancara, Serafini mengatakan bahwa menerjemahkan dan memahami codex hanya mampu dilakukan melalui proses produksi codex yang baru. Kosakata imajiner hanya bisa diatasi oleh kosakata imajiner. Begitu juga dengan upaya interpretasi kosakata imajiner hanya bisa dilakukan dengan interpretasi yang sepenuhnya imajiner. Bagaimana membayangkan interpretasi yang sepenuhnya imajiner? Itulah letak penghancur-leburan yang dilakukan oleh Serafini.

Sekali Codex tetap Codex

Tak banyak penulis yang berani bereksperimen dengan gaya penulisan asemic, yang selalu bermain dengan semiotika terbuka, sehingga selalu tampak abstrak, absolut atau absurd. Penerbitan karya semacam ini juga termasuk beresiko. Meskipun kenyataannya justru selalu menjadi karya yang mengesankan setiap abad, dan menjadi inspirasi sepanjang masa. Codex Seraphiniasusmisalnya hingga kini tergolong buku dengan harga termahal, dan telah mendorong terbitnya berbagai karya kreatif lainnya di seluruh dunia.Eksperimen Martin dalam Kiat Sukses Hancur Lebur dengan demikian termasuk upaya langka. Genre fiksi di Indonesia menjadi ramai dengan kehadiran Kiat Sukses Hancur Lebur. Kendati demikian, saya sendiri membaca sebuah komentar ditulis oleh seorang penulis fiksi di blog pribadinya yang terlihat bekerja keras untuk memahami Kiat Sukses Hancur Lebur, hingga dia sendiri akhirnya memilih untuk berkomentar seputar kesannya saja terhadap wujud buku ini.

Bagaimanapun juga, Kiat Sukses Hancur Lebur telah dibaca tanpa menyadari bahwa cara kita membaca novel pada umumnya terlalu konvensional. Kiat Sukses Hancur Lebur, sekali lagi merupakan karya fiksi yang ditulis penuh teka-teki, imajinasi, dan permainan fantasi. Meski banyak orang tahu bahwa Martin tengah bicara tentang realitas.Tetapi, karya fiksi tetaplahsebuah codex.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL