Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Dadang Kahmad: Teladani juga Sikap Kritis Nabi Ibrahim!

×

Dadang Kahmad: Teladani juga Sikap Kritis Nabi Ibrahim!

Share this article
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dadang Kahmad saat membawakan pengajian bulanan PWM Sulsel (sumber foto: AHZ)

KHITTAH.CO, MAKASSAR– Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dadang Kahmad, mengajak umat untuk meneladani Nabi Ibrahim tidak hanya perihal ibadah kurban.

Ia juga menekankan, umat Islam harus mempelajari sikap kritis Nabi Ibrahim. Sikap kritis itulah yang membuat Ibrahim As. menjadi aktor utama ajaran Tauhid.

“Ibrahim As itu cerdas luar biasa. Kita mencontoh Nabi Ibrahim, harus totalitas. Nabi Ibrahimlah Bapaknya-Tauhid. Dialah yang mengiklankan ajaran Tauhid secara terang-terangan. Dan itu berdasarkan pengembaraan pemikiran Beliau,” tegas dia.

Dadang mengutip Quran terkait gugatan Ibrahim atas masyarakat selingkungnya. “Kenapa kalian menyembah patung? Aku melihat engkau dan kelompok kau itu dalam kesesatan”.

“Jadi, Ibrahim itu sejak muda sudah sangat kritis. Nabi Ibrahim tidak bisa mendiamkan fenomena yang tidak logis. Allah berfirman, kami perlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan kami di langit dan bumi. Dan kami jadikan Ibrahim sebagai orang yang mencari kebenaran,” ungkap Dadang.

Tanpa daya kritis Ibrahim, tidak akan ada agama Semitis yang mengajarkan monoteisme atau dalam konsep iman Islam dikenal sebagai tauhid. Ia menekankan, tauhid merupakan puncak keimanan umat.

“Pengembaraan otak Ibrahim, kritis sekali. Ibrahim mengembara sampai menyaksikan fenomena-fenomena alam. Dia tidak mau melihat material, orang menyembah patung. Berpikirlah dia, mengamati bulan, tapi semua mentok, dia tidak mau percaya, maka dia mengatakan Aku hanya percaya pada pencipta langit dan bumi,” kata Dadang.

Hal itu disampaikan Dadang Kahmad saat menjadi pembicara dalam Pengajian Bulanan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulsel pada Ahad, 25 Januari 2023 di Masjid Subulussalam Al-Khoory Kampus Unismuh Makassar.

Karena itu, Dadang menekankan kewajiban berilmu. Sikap kritis Nabi Ibrahim itu berasal dari ilmu pengetahuan yang dimiliki.

“Anda, jika tidak punya pengetahuan, tidak akan bisa melihat fenomena sosial, sementara berpikir kritis itu sangat perlu. Yang dibutuhkan sekarang itu kolaborasi, komunikasi, kritis, dan inovatif. Yang terakhir adalah kasih sayang, compassion,” ungkap Peneliti Perubahan Sosial itu.

Karena itu, selain tauhid yang dijadikan landasan Muhammadiyah dalam setiap dokumen ideologisnya, ilmu pengetahuan juga tidak ketinggalan.

“Orang Muhammadiyah tidak ada artinya kalau tidak punya tauhid. Dari tauhid memancar semangat yang luar biasa, sumber energi kaum muslimin, kalau kata Ali Syariati. Di samping itu, ilmu pengetahuanlah yang membuat kita unggul,” tegas dia.

Seandainya, umat kita benar-benar mengolaborasikan keduanya, ia yakin umat ini akan menjadi unggul. “Akan benar-benar tercipta kuntum khaira ummah. Sekarang, umat Islam, di mana-mana, tidak menguasai teknologi, tidak menguasai ilmu pengetahuan, aduh,” sesal dia.

Dadang berpendapat, ketertinggalan umat itu karena tidak menjalankan ajaran Quran. Ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi itu merupakan wujud dari abainya umat atas ajaran Quran.

“Ayat pertama Quran itu iqra, baca. Kita semua suka baca gak? Nggak! Orang Islam itu tidak mau membaca. Kita, orang Indonesia itu membacanya cuma 0,001%. Ini mau gimana majunya,” tegas dia.

“Betul kita baca Quran, tapi cuma bolak-balik, bolak balik, tidak baca dan dalami artinya. Akhirnya, kita tidak dapat huda, petunjuk. Kita rajin ibadah, iya, tapi dapat huda nggak? Nggak!” resah dia.

Dadang mengisahkan, beberapa waktu lalu, dirinya berkunjung ke perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Perpustakaan itu penuh dengan orang yang membaca.

Saat ia pulang ke Indonesia, ia membandingkan dengan perpustakaan kampus tanah air. “Perpustakaan kita besar, kosong, Pak. Ini kumaha!” beber dia.

Ia juga kembali mengingatkan, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam berkemajuan. Ia menekankan, gerakan Islam berkemajuan itu adalah Islam yang mau membaca.

“Islam berkemajuan itu melek literasi. Kalau kita mau membaca mah, kualitas kita pasti naik. Sekolah, universitas kita sudah harus menggalakkan budaya membaca,” ujar dia.

Cita-cita Muhammadiyah itu memajukan, mencerdaskan bangsa, sehingga membangun sekolah, perguruan tinggi. “Kita harus sadari, Islam berkemajuan itu fondasinya, di samping Quran, juga ilmu pengetahuan,” tandas dia.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply