KHITTAH.CO, MAKASSAR – Mungkin kita tidak asing dengan kalimat pinjam dulu seratus. Kalimat ini sangat viral diberbagai kalangan bahkan tidak sedikit kalimat itu dijadikan meme dalam tiap-tiap konten di pelbagai media sosial.
Kendati demikian taukah kalian bagaimana hukum pinjam dulu seratus dalam Islam ?. Meminjamkan uang kepada orang lain memiliki konsekuensi dan tanggung jawab. Oleh karena itu agama Islam memberikan pedoman terkait pinjam meminjam.
Pada dasarnya fenomena pinjam dulu seratus sama halnya perilaku pinjaman pada umumnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa penetapan hukumnya sama.
Dalam Islam ada beberapa petunjuk atau rambu-rambu yang telah ditetapkan berkaitan dengan hukum pinjam meminjam.
Secara umum dalil pinjam meminjam merujuk pada Surah Al-Baqarah ayat 245 yang berbunyi
مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً ۗوَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۣطُۖ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Artinya :
“Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan,”
Meski tidak secara eksplisit namun dapat dipahami bahwa dari ayat ini menjelaskan meminjamkan uang kepada orang lain yang membutuhkan merupakan tindakan yang dianjurkan.
Namun dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menjelaskan bahwa utang tidak dianjurkan kecuali dalam kondisi darurat.
لَا تُخِيفُوا أَنْفُسَكُمْ بَعْدَ أَمْنِهَا. قَالُوا: وَمَا ذَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الدَّيْنُ
Jangan kalian buat takut diri kalian setelah rasa amannya.” Mereka mengatakan: “Apa itu, ya Rasulullah?” “Utang,” jawab beliau. (HR. Ahmad).
Kedua dalil tersebut menerangkan bahwa hukum pinjam meminjam diperbolehkan akan tetapi memiliki syarat kebermanfaatan dan syarat kedaruratan.
Hukum pinjam meminjam sama halnya dengan hukum fenomena pinjam dulu seratus, sebab tindakannya sama sehingga dianggap hukumnya sama.
Namun dalam hal meminjam ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni diantaranya sebagai berikut :
1. Jangan Lupa Menulis Utang Piutang
Mencatat atau menulis utang-piutang sangat dianjurkan agar tidak menimbulkan kerugian diantara dua bela pihak. Adapun yang perlu dicatat yakni Jumlah, tanggal berutang dan pelunasan, cara pelunasan, nama yang berpiutang.
Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ … (282)
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya,”
Dari ayat itu mengajarkan kepada kita bahwa Allah sangat menganjurkan menuliskan segala bentu transaksi termasuk utang piutang. Hal itu guna memudahkan untuk mengingat transaksi serta terhindar dari fitnah.
2. Berniat Melunasinya.
Perkara melunasi utang sering kali memicu perkelahian diantara dua bela pihak. Pasalnya kadang kala diantara keduanya ingakar terhadap kesepakatan pelunasan.
Berkaitan dengan pelunasan menjadi perkara yang harus diperhatikan kedua bela pihak Nabi Muhammad Saw memberikan petunjuk dalam sabda yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari.
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ
Artinya :
“Barangsiapa mengambil harta manusia dan ia ingin melunasinya, niscaya Allah akan melunasinya. Dan barangsiapa mengambil harta manusia dengan niat menghancurkannya, niscaya Allah menghancurkan dia,” (HR. Al-Bukhari).
Sedangkan dalam sabda Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebut :
وَأَيُّمَا رَجُلٍ اسْتَدَانَ دَيْنًا لاَ يُرِيدُ أَنْ يُؤَدِّيَ إِلَى صَاحِبِهِ حَقَّهُ خَدَعَهُ حَتَّى أَخَذَ مَالَهُ فَمَاتَ وَلَمْ يُؤَدِّ دَيْنَهُ لَقِيَ اللهَ وَهُوَ سَارِقٌ
Artinya :
“Dan siapapun laki-laki yang berutang dan tidak ada niatan untuk melunasi hak orang yang mengutanginya, ia tipu dia sehingga dia ambil harta orang yang meminjaminya sampai dia mati dan belum membayar utangnya maka nanti akan bertemu Allah dalam status sebagai pencuri,” (HR Muslim).
Kedua hadis tersebut menjelaskan berkaitan dengan perkara pelunasan hutang harus ditunaikan sebelum ajal menjemput.
3. Tidak Boleh Menunda Pembayaran
Pembayaran hutang harus segera dilakukan jika mampu. Bagi mereka yang menunda pembayaran hutangnya termasuk dalam perbuatan zalim. Hal itu berdasarkan hadis Imam Al-Bukhari yaitu :
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
Artinya :
“Penundaan orang yang mampu itu adalah perbuatan zalim,” (HR Bukhari).
4. Menghapus Utang Bagi yang Tidak Mampu Melunasinya
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Muslim dan Abu Hurairah diceritakan bahwa dahulu ada seseorang yang suka memberikan utang kepada orang lain.
Suatu hari dia mengatakan kepada pegawainya, bila kamu datangi orang yang kesulitan membayar maka mudahkanlah, mudah-mudahan Allah mengampuni kita, maka ia berjumpa dengan Allah sehingga Allah mengampuninya.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan Ahmad, Ad Darimi, Al Baghawi dari Abu Qatadah berbunyi :
مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya :
“Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang berhutang atau bahkan ia menghapusnya, ia berada dibawah naungan ‘arsy di hari kiamat.” (HR. Ahmad, ad-Darimi, al-Baghawi dari Abu Qatadah).
5. Diharamkan Riba
Seperti yang diketahui riba adalah sebuah ketentuan nilai tambahan dengan melebihkan jumlah nominal pinjaman saat dilakukan pelunasan.
Bagi orang yang memberi piutang dengan mensyaratkan adanya tambahan dalam mengembalian walaupun diistilahkan dengan sebutan yang baik kedengarannya (bunga, jasa, ucapan terima kasih, tabungan, dan sebagainya).
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
Artinya : “Setiap utang piutang yang menarik manfaat adalah riba,” (HR. Al-Baihaqi dari Fudhalah bin Ubaid).
Meminjamkan uang kepada orang lain adalah sebuah tindakan yang dianjurkan atau dibolehkan namun memiliki konsekuensi dan tanggung jawab serta hal-hal yang perlu diperhatikan. Sebagai seorang muslim kita harus memperhatikan beberapa poin sebelumnya yang telah diuraikan sebelum melakukan transaksi pinjam meminjam.(*)