Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Rekonstruksi Hari Pendidikan Nasional dalam Budaya Literasi

×

Rekonstruksi Hari Pendidikan Nasional dalam Budaya Literasi

Share this article

Oleh: Prof. Dr. Eny Syatriana, S.Pd., M.Pd. (Guru Besar Pendidikan Bahasa Inggris Unismuh Makassar)

KHITTAH.CO – Momentum Hari Pendidikan Nasional hendaknya dijadikan sebagai bahan evaluasi pendidikan di tanah air. Namun melalui pendapat singkat ini penulis ingin memberikan gambaran mengenai kualitas budaya literasi masyarakat Indonesia. Mulai dari persoalan pemerataan pendidikan, kekerasan terhadap guru, tuntutan terhadap guru honorer, kurikulum pembelajaran, kualitas guru dan masih banyak lagi.

Secara etimologi, literasi berasal dari kata Latin Literatus yang berarti pembelajar yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai bentuk bahasa Inggris. UNESCO, atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, mendefinisikan literasi sebagai bentuk pembelajaran manusia, khususnya membaca dan menulis, dan didasarkan pada konteks di mana pembelajaran tersebut terjadi serta orang yang mempelajarinya.

Fenomena di masyarakat terpelajar Indonesia terlihat adanya apresiasi yang sangat pada kelahiran pahlawan dengan penyambutan yang meriah sebagai formas apresiasi bagi kelahiran pahlawan pendidikan Ki Hajar Dewantara. Sehingga segmenting perhelatan dan event-event untuk memeriahkan hari menjelang Hardiknas di lembaga pendidikan seperti pada sekolah, SD, SMP, SMA dan sederajat, selalu dimeriahkan dengan perlombaan yang bernuansa literasi.

Membudayakan literasi

Pada tahun 2016, literasi bukan lagi sebuah fantasi atau benda mati; melainkan sebagai sarana untuk mendidik masyarakat Indonesia menjadi masyarakat literat seperti Finlandia dalam menghadapi masyarakat yang semakin sekuler dan terlokalisir. World Most Literate Nations (WMLN) adalah daftar negara-negara dengan tingkat literasi tertinggi di dunia. literasi di seluruh dunia. Penelitian ini dilakukan oleh Jhon W. Miller, seorang profesor di Central Connecticut State University di New Britain. Hasilnya menunjukkan Finlandia menduduki peringkat pertama negara dengan tingkat literasi dan pendidikan tertinggi, sedangkan Indonesia menduduki peringkat ke-61.

Moment Hardiknas, saat ini seharusnya sudah pada kondisi Literate Culture (Budaya Terpelajar), sudah menjadi moment aktualisasi diri dengan pencapaian tertinggi yang menjadi kebanggaan. Kedangkalan dan ketertinggalan budaya literasi ini menjadi PR. besar bagi pemerintah dan semua pihak yang berkontribusi aktif.

Pencanangan minat membaca sebagai isu sentral budaya literasi yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga pendidikan maupun oleh para penggiat literasi yang masif menggarap gerakan literasi belum mampu menempatkan Indonesia pada posisi yang membanggakan, tidak salah jika Program 2015 for International Students (PISA) menempatkan Indonesia pada posisi ke-62. Dari 70 negara disurvei mengenai minat baca anak sekolah usia 15 tahun sebagai responden.

Semangat Hari Pendidikan Nasional ke dalam budaya dan kearifan lokal masyarakat Indonesia adalah upaya menciptakan lingkungan gemar membaca dengan memfasilitasi siswa dengan bahan bacaan yang mudah dijangkau, memberikan ruang bagi siswa untuk lebih kreatif, mengekspresikan kemampuan kognitif, mengapresiasi prestasi setiap siswa dengan memberikan penghargaan. dan banyak lagi.
Penting bagi pemerintah, guru, dan penggiat literasi untuk mengetahui cara meningkatkan budaya literasi.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner UIAD

Leave a Reply