Khittah.co, Makassar – Nurlaili Maharibu seorang guru di wilayah 3T, tepatnya di Desa Lamontoli, Kecamatan Sombori Kepulauan, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, telah menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan profesinya. Hidup di daerah terpencil tidak mengurangi semangatnya untuk terus belajar dan mengabdi. Untuk mencapai desa ini, perjalanan yang ditempuh tidaklah mudah. Ada dua alternatif, salah satunya melewati jalur darat yang membutuhkan waktu 5 hingga 6 jam, itu pun hanya bisa dilakukan di musim panas. Alternatif lainnya adalah perjalanan darat selama 3 jam yang dilanjutkan dengan naik kapal selama 90 menit. Biaya perjalanan ini tidak murah. Sewa mobil dari kota ke pelabuhan bisa mencapai Rp 200.000, sementara carter kapal pulang-pergi mencapai Rp 800.000. Namun, saat pasar mingguan tiba, sewa kapal bisa lebih murah, hanya Rp 60.000.
Kehidupan di Lamontoli jauh dari kata modern. Jaringan telekomunikasi tidak stabil, dan listrik hanya menyala selama 3-4 jam per hari. Dalam beberapa bulan terakhir, kerusakan mesin listrik desa membuat Nurlaili dan warga lainnya hidup tanpa listrik sama sekali. Ia terpaksa menggunakan accu sebagai sumber penerangan, dan jika habis, hanya senter atau lilin yang menjadi andalannya. Setiap hari, Nurlaili dan rekan-rekan gurunya patungan membeli bensin untuk genset sekolah agar mereka bisa mengisi daya perangkat elektronik yang sangat terbatas penggunaannya.
Tantangan terbesar bagi Nurlaili bukan hanya fasilitas yang minim di tempat tinggalnya, tetapi juga bagaimana ia menjalani kuliah S2 di Prodi Magister Pendidikan Bahasa Inggris Unismuh Makassar. Jadwal kuliahnya berlangsung setiap Sabtu dan Ahad, sehingga setiap Kamis atau Jumat, ia harus meninggalkan pulau untuk mencari listrik dan jaringan yang stabil. Perjalanan ini tidaklah mudah. Tergantung pada cuaca dan ketersediaan kendaraan, Nurlaili kadang menggunakan mobil atau kapal milik warga yang kebetulan pergi ke pasar darat.
Di tempat yang lebih ‘modern’ seperti Bungku Pesisir, pemadaman listrik masih sering terjadi, dan ketika itu terjadi, Nurlaili harus mencari sinyal dengan naik gunung atau pergi ke kota. Setibanya di tempat dengan jaringan stabil, ia segera menyelesaikan seluruh tugas kuliah dalam waktu tiga hari, sebelum akhirnya kembali mengajar pada hari Selasa. Meskipun terbatas, Nurlaili hampir tidak pernah absen kuliah, dan tugas-tugasnya selalu selesai tepat waktu. Bahkan, seringkali ia mengumpulkan tugas lebih cepat dibanding teman-teman sekelasnya.
Pada hari-hari dengan jaringan stabil, ia memanfaatkan waktunya untuk mencari referensi, mengunduh, dan mencetak materi untuk bekal di tempat tugas. Tantangan semakin besar ketika ia mulai menyusun tesis. Nurlaili harus bolak-balik dari Morowali ke Makassar untuk bimbingan dan penelitian. Setiap kali berangkat, ia mengurus izin di Dinas Pendidikan Morowali, dan selalu mendapatkan izin selama 14 hari kerja yang digunakannya sebaik mungkin untuk bimbingan. Ia tidak pernah menunda pekerjaannya, bahkan menyelesaikan revisi tesis dalam hari yang sama setelah bimbingan.
Di tengah kesibukannya sebagai guru di daerah terpencil, Nurlaili juga berkesempatan mengikuti berbagai program internasional. Selain Pengabdian Masyarakat di Thailand dan menjadi Liaison Officer pada Taiwan Higher Education Fair, ia juga terpilih menjadi Tutor dalam program WtW Japan Program Virtual Pertukaran Budaya bersama Jepang pada tahun 2024. Pengalaman ini memberikan Nurlaili wawasan baru dalam memahami budaya global meski dengan keterbatasan akses di tempat tugasnya. Tak hanya itu, ia juga berpartisipasi dalam Mandarin Short Academic Course Program di Sun Yat-sen University, Taiwan, yang berlangsung pada tahun 2024, memperkaya pemahaman lintas budaya dan bahasa yang tak ternilai. Pada tahun yang sama, ia juga diberi kehormatan sebagai Ambassador “Menke Iroha” Ramen Jepang versi Halal, sebuah pengalaman yang mempertemukannya dengan berbagai pihak internasional yang peduli terhadap inklusivitas dan keberagaman.
Akhirnya, setelah melalui berbagai rintangan, pada Wisuda ke-83 Unismuh Makassar yang digelar Selasa, 8 Oktober 2024, Nurlaili mendapat kehormatan sebagai wisudawan terbaik di Program Pascasarjana. Penghargaan ini tidak hanya mencerminkan prestasi akademik, tetapi juga menjadi bukti bahwa keteguhan dan kerja keras dalam kondisi apapun akan membuahkan hasil.
Nurlaili secara khusus menyampaikan terima kasih kepada Kaprodi Magister Pendidikan Bahasa Inggris sebagai Dr Radiah Hamid, yang juga berperan sebagai pembinbing dan motivator.
“Terima kasih Unismuh Makassar khususnya Bu Kaprodi Magister Pendidikan Bahasa Inggris Bu Radiah atas dukungan dan motivasinya,” ungkapnya.
Kisah Nurlaili menunjukkan bahwa sesulit apapun kondisi yang dihadapi, jika seseorang sungguh-sungguh menuntut ilmu, maka akan selalu ada jalan yang dimudahkan oleh Allah, rezeki dilapangkan, dan pertemuan dengan orang-orang baik yang senantiasa mendukung.