KHITTAH.CO, MAKASSAR – Ketua Lembaga Dakwah Komunitas sekaligus Ketua Kelompok Binaan Ibadah Haji dan Umroh (KBIHU) Subulussalam, Usman Jasad antusias menyambut rencana pembuatan perkampungan haji. Menurut dia, jika nanti rencana itu telah terealisasi, bukan hanya jamaah haji yang memperoleh manfaat.
“Kalau sudah ada itu, perkampungan haji, tidak usah lagi kita khawatir soal tempat pada bulan haji, dan bukan cuman haji, tapi bisa dipakai oleh jamaah umroh juga,” kata Ujas, sapaan akrab Usman Jasad.
Mesti Ujas menyebut rencana itu sebagai kabar gembira, bukan berarti tak ada halangan. Termasuk, kata dia, para pemilik hotel di Makkah bisa saja mengajukan keberatan.
Ujas bahkan mewanti-wanti mereka akan melakukan banyak cara agar rencana perkampungan haji itu tidak terealisasi.
“Kita perlu mengantisipasi resistensi dari para owner hotel di Makkah dan Madinah,” pesan Ujas.
Selain Ujas, Arifuddin Ahmad juga memberi masukan kepada Dahnil soal buku panduan haji dan umroh. Menurut Arifuddin, isi buku panduan itu terkesan sangat formal dan teoritis.
Akhirnya, kata Arifuddin, jamaah haji Indonesia berpotensi beranggapan bahwa berhaji hanya sekedar mengejar pahala. Padahal, ibadah haji, kata dia, harusnya menambah kesalehan sosial bagi yang menjalankannya.
“Karena itu, penting kiranya ada penambahan atau pengayaan materi. Sehingga buku panduan itu benar-benar memandu jamaah haji kita agar setelah mereka dari Makkah akhirnya punya kebiasaan baru,” tutur Arifuddin.
Arifuddin juga menduga ada jamaah yang berhaji hanya karena mengejar status sosial yang tinggi. Sebab, di beberapa daerah, orang yang telah berhaji mendapat keistimewaan di tengah-tengah masyarakat.
Untuk mendukung usulannya itu, Arifuddin lalu memberi contoh yang pernah ia pelajari beberapa waktu silam soal ibadah haji yang berguna untuk kehidupan sehari-hari.
“Anggaplah begini, dulu itu kadang ada istilah, kalau pedagang suka berbuat curang, masa sesudah haji masih curang?. Nah nilai-nilai seperti saya kira perlu ditambahkan ke dalam buku panduan, agar isinya tak sekadar kumpulan teori,” tutur dia.
Dahnil Tanggapi Usulan
Menurut pengamatan Dahnil, kebanyakan haji sekarang gagal meningkatkan kesalehan sosial individu yang melaksanakan ibadah itu.
“Banyak yang mutar di hajar aswad, tapi gagal dikonversi menjadi kesalehan sosial. Orientasinya tertuju pada pahala dan gelar,” kata Dahnil.
Dahnil sendiri menyebut Muhammadiyah bertanggungjawab atas fenomena itu, dengan tidak menapikan perannya sebagai penyelenggara.
Namun, Dahnil tetap optimis jika fenomena seperti itu bisa diselesaikan. Caranya, kata dia, adalah memanfaatkan KBIH untuk mengedukasi jamaah haji, tak hanya sebelum berangkat, tetapi juga setelah tiba kembali di tanah air.
Dahnil sendiri, sebelum menjadi bagian dari BP Haji menganggap ibadah haji hanya persoalan berangkat ke Makkah dan kembali ke tanah air.
“Setelah saya terlibat, saya dalami, akhirnya saya tahu, ternyata serumit ini. Tapi itulah fungsi KBIH, PR sosial, kami juga sudah sampai berpikir ke situ,” kata dia.
“Jadi mimpi pak Prabowo, haji-haji itu menghadirkan kebermanfaatan sosial dan peran ekonomi yang besar,” tandas Dahnil.
Setelah jajak pendapat tak kurang dari dua jam, Dahnil dan PWM Sulsel mengakhiri pertemuan dengan penyerahan cinderamata. Ia dan rombongan meninggalkan Kantor PWM Sulsel kisaran pukul 17.20 WITA.