Oleh: Hadisaputra (Staf Pengajar di Prodi Pendidikan Sosiologi Unismuh Makassar)
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Jamaah Tarawih yang dirahmati oleh Allah swt,
Malam ini, izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Talcott Parsons, seorang sosiolog yang banyak meneliti tentang bagaimana masyarakat bisa tetap stabil dan seimbang. Nah, malam ini saya ingin mengajak kita semua merenungkan bagaimana ibadah puasa yang kita jalankan ini sebenarnya memiliki peran besar dalam menjaga keseimbangan sosial.
Sebelum saya melanjutkan, mari kita renungkan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13:
“Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Ayat ini menegaskan bahwa masyarakat terdiri dari beragam individu dan kelompok yang harus saling berinteraksi. Dalam interaksi sosial ini, diperlukan keteraturan agar masyarakat bisa hidup harmonis dan seimbang. Nah, di sinilah gagasan saya tentang teori AGIL berperan penting.
Jamaah Tarawih yang berbahagia,
Dalam teori saya, ada empat unsur penting yang harus dijaga agar masyarakat tetap seimbang. Saya menyebutnya skema AGIL (Adaptation, Goal attainment, Integration, dan Latency). Mari kita lihat bagaimana puasa bisa berperan dalam keempat unsur ini.
Pertama, Adaptation (Adaptasi). Adaptasi berhubungan dengan bagaimana kita menyesuaikan diri dengan lingkungan agar kebutuhan dasar kita terpenuhi. Dalam kehidupan sosial, adaptasi ini sangat penting agar masyarakat bisa menghadapi perubahan zaman dan tantangan hidup.
Puasa mengajarkan kita untuk beradaptasi secara fisik dan mental. Saat berpuasa, kita menahan lapar, haus, dan hawa nafsu. Ini melatih kita untuk beradaptasi dengan kondisi yang sulit. Misalnya, di tengah tekanan ekonomi, puasa melatih kita untuk bersabar, berhemat, dan hidup lebih sederhana. Dengan demikian, masyarakat yang berpuasa dengan baik akan lebih tangguh menghadapi berbagai kesulitan hidup.
Kedua, Goal Attainment (Pencapaian Tujuan). Setiap masyarakat memerlukan tujuan yang jelas. Dalam Islam, puasa memiliki tujuan yang mulia, yakni mencapai derajat taqwa sebagaimana firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).
Orang yang bertakwa adalah mereka yang disiplin, mampu mengendalikan diri, dan berperilaku jujur. Dengan demikian, puasa bukan hanya ibadah pribadi, tetapi juga menjadi instrumen penting dalam membentuk individu yang berintegritas tinggi. Jika semua orang disiplin dan berperilaku baik, maka tujuan masyarakat yang damai dan tertib bisa tercapai.
Ketiga, Integration (Integrasi). Integrasi ini soal bagaimana masyarakat bisa hidup rukun, meskipun berisi individu yang beragam. Nah, puasa punya kekuatan luar biasa dalam membangun integrasi sosial.
Coba perhatikan saat berbuka puasa bersama, kita berkumpul tanpa memandang status sosial. Orang kaya dan orang miskin duduk sejajar di atas sajadah yang sama. Ketika kita menunaikan shalat tarawih berjamaah, kita merasakan kebersamaan yang kuat. Kegiatan seperti ini mengurangi kesenjangan sosial dan memperkuat rasa persatuan. Puasa juga mendorong kita untuk bersedekah dan berzakat, yang mempererat hubungan sosial dan mengurangi kesenjangan ekonomi.
Keempat, Latency (Pemeliharaan Pola). Latency berhubungan dengan bagaimana nilai dan norma dipelihara agar masyarakat tetap memiliki moral yang kuat. Nah, puasa sangat berperan di sini.
Saat berpuasa, kita dilatih untuk menahan diri dari amarah, berkata baik, dan menghindari perilaku buruk. Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga membentuk karakter kita. Tradisi tadarus Alquran, memperbanyak sedekah, dan meningkatkan ibadah selama Ramadan adalah contoh bagaimana nilai-nilai sosial dipelihara agar tetap hidup di tengah masyarakat.
Jadi, jamaah sekalian, puasa ini bukan hanya soal menahan lapar dan haus, melainkan sarana yang luar biasa untuk menjaga keseimbangan sosial. Dengan berpuasa, kita tidak hanya menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi juga turut membangun masyarakat yang lebih harmonis, adil, dan sejahtera.
Demikian yang bisa saya sampaikan malam ini. Semoga ibadah puasa kita diterima oleh Allah SWT dan mampu membawa kebaikan bagi diri kita dan lingkungan sekitar.
Nuun Walqalami Wamaa Yasthuruun
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.