Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Pendidikan: Investasi Masa Depan

×

Pendidikan: Investasi Masa Depan

Share this article

Oleh: Irwan Akib (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah)

KHITTAH. CO – Baru-baru ini beredar di media sosial, sebuah stasiun kereta di Jepang yang sudah lama sepi penumpang tetap beroperasi hanya demi seorang penunpang, seorang siswi SMA. Pihak stasiun memutuskan untuk menunda penutupan hingga siswa tersebut lulus sekolah, agar ia tetap bisa menggunakan kereta pergi dan pulang sekolah. Keputusan ini menuai banyak apresiasi karena menunjukkan kepedulian dan empati yang luar biasa terhadap pendidikan dan masa depan generasi muda.

Terlepas benar atau tidaknya cerita tersebut, belum terverifikasi. Namun, bila kita menengok jauh kebelakang, ketika Jepang hancur lebur akibat perang dunia kedua setelah Hiroshima dan Nagasaki digempur bom, Kaisar Jepang mengeluarkan pertanyaan, berapa guru yang masih hidup?

Pertanyaan Kaisar Hirohito bukan berapa tentara yang hidup, bukan berapa kerugian negara tetapi berapa guru yang masih hidup. Saat yang sama Kaisar Hirohito memerintahkan para jenderal untuk mengumpulkan para guru yang tersisa di seluruh pelosok Jepang, sebab para gurulah seluruh rakyat Jepang kini harus bertumpu bukan pada kekuatan pasukan. Hal ini bisa memberi gambaran bahwa cerita di atas ada benarnya, Jepang sangat peduli dengan pendidikan sebagai investasi masa depan. Pendidikanlah yang mengantar mereka untuk maju dan bangkit dari kehancuran.

Gambaran di atas memberi informasi kepada kita pentingnya pendidikan sebagai investasi masa depan, mereka tidak berpikir untung rugi demi pendidikan. Bisa dibayangkan berapa biaya operasional kereta setiap rutenya dengan hanya satu orang penumpang. Justru pihak stasiun melihat bahwa satu orang penumpang ini memiliki nilai yang lebih besar dibanding biaya operasional yang harus dikeluarkan. Demikian juga Kaisar Hirohito, bukan keselamatan dirinya yang diperjuangkan, bukan jenderal yang melindungi keselamantannya tetapi yang diperhatikan adalah guru yang akan mengajar anak-anak negerinya demi masa depan Jepang.

Hal ini menunjukkan negara harus hadir memberi jaminan pendidikan kepada anak-anak generasi masa depan, karena pendidikanlah yang akan membangkitkan suatu negara dari keterpurukan. Negara membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang mumpuni, dan hal ini hanya bisa diraih melalui pendidikan. Aristoteles mengatakan, bahwa apa yang terjadi pada masyarakat masa kini merupakan dampak dari pendidikan yang diperoleh kaum muda masa lampau. Bila pendapat Aritolotes tersebut dilihat dalam perspektif masa depan, dapat dikatakan bahwa kondisi suatu bangsa di masa depan tergantung pengalaman pendidikan yang diperoleh kaum muda masa kini. Hal ini memberikan makna pentingnya pendidikan bagi masa depan suatu bangsa. Pendidikan merupakan investasi masa depan suatu bangsa.

Pendidikan sebagai investasi tidak bisa hanya dimaknai sebagai investasi materi sehingga dikalkulasi dengan orientasi ekonomi yang bertujuan profit. Prof Zamroni mengatakan bahwa tidak jarang, pendidikan diperlakukan sebagai mesin perubahan atau mesin kemajuan, layaknya mesin mesti didekati dengan serba terencana dan rinci, serta serba kaku sehingga pendidikan kehilangan jiwa. Manusia ditekankan untuk berproduksi dan berkonsumsi sehingga mencapai puncak  tereksploitasi secara tidak sadar, kelelahan habis-habisan. Akibat lebih lanjut adalah muncullah suasana kekerasan, kemarahan, dan kekecewaan dalam kehidupan masyarakat. Pelarian dari itu semua muncullah perilaku mabuk-mabukan, penggunaan obat-obatan terlarang dan narkoba yang bermuara munculnya kekerasan dalam kehidupan masyarakat.

Pendidikan yang digambarkan oleh Prof. Zamroni dengan pendekatan ekonomi dan pendekatan mekanik, akan melahirkan manusia-manusia robot yang berkerja berdasar perintah remote, manusia yang kehilangan kemerdekaannya, jiwanya kosong melompong sehingga tidak memiliki empati, kepedulian baik terhadap sesama maupun terhadap lingkungan sekitarnya. Melahirkan yang bermental rapuh, tidak berani menghadapi tantangan, dan sulit mengambil keputusan yang pada akhirnya frustrasi.

Sebagai investasi masa depan pendidikan tidak sekadar mengasah intelektual siswa tetapi juga menyentuh hati dan jiwa siswa, menanamkan rasa empati, pengertian, dan kebajikan. Pendidikan memandang siswa secara utuh sebagai manusia yang memiliki otak, raga, dan jiwa. Sehingga ketiganya perlu diisi. Kemampuan inteletualnya, mengisi jiwanya dan membekali keterampilan hidup.

Seseorang yang hatinya terdidik akan selalu mempertimbangkan dampak dari tindakannya terhadap orang lain. Mereka akan menggunakan pengetahuannya untuk kebaikan, bukan hanya untuk keuntungan pribadi. Mereka memahami bahwa hidup tidak hanya tentang “mendapatkan”, tetapi juga tentang “memberi”. Hal ini sejalan dengan apa yang pernah dikemukakan oleh Aristoteles: ”mendidik pikiran tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali”. Dalam pandangan Aristoles, pendidikan yang mengangkat manusia, bukan hanya sebagai makhluk cerdas, tetapi juga sebagai makhluk yang memiliki hati dan nilai moral.

Pendidikan tanpa menyentuh hati dan jiwa terdalam dari siswa, dunia ini akan penuh dengan orang-orang pintar yang menghalalkan segala cara demi tujuan mereka, dan jika mereka yang memimpin negeri ini maka tunggulah kehancuran negeri. Kepintaran yang mereka miliki dapat digunakan untuk kepentingan pribadi tanpa peduli dengan kepentingan orang lain apa lagi kepentingan bangsa dan negaranya.

Justru dengan kecerdasanya yang luar biasa, dia dapat mengkalkulasi kekayaan negara yang bisa dijarah tanpa harus kerja keras. Cukup duduk manis di ruang ber AC, membuat kebijakan yang menguntungkan diri, dan kroninya hanya dengan pulpen. Perut isi bumi negeri ini bisa ludes, dan kalaupun mereka tertangkap oleh penegak hukum, mereka masih bisa tersenyum tanpa merasa bersalah, karena hatinya memang sudah kotor.

Pendidikan sebagai investasi sumber daya manusia, harus berorientasi pada pengembangan semua potensi siswa, pengembangan aspek-aspek kemanusiaan fisik-biologis dan ruhaniah-psikologis. Sehingga, dengan demikian aspek runahi dan jasmani terdidik secara baik yang pada akhirnya melahirkan manusia-manusia yang terbebas dari penindasan dan belenggu kezaliman, manusia yang mampu berpikir dan bertindak secara mereka, manusia yang memiliki empati, dan manusia paripurna.

Manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi memiliki kekuatan iman, menampilkan akhlak terpuji dan terampil dalam berkarya. Sehingga dengan demikian dapat melaksanakan tugas-tugas kemanusiaannya sebagai warga bangsa yang memiliki rasa tangungjawab terhadap kemajuan negerinya, yang ketika diberi kesempatan mengemban amanah, maka dia akan menunaikannya dengan penuh tanggungjawab, penuh integritas.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply

Opini

Oleh: Irwan Akib (Dosen Pendidikan Matematika Unismuh Makassar)…