Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Dare to Speak Up, Make a Difference

×

Dare to Speak Up, Make a Difference

Share this article

Oleh: Iswatun Hasanah*

KHITTAH. CO – Perempuan, tidak akan ada hentinya dibahas dalam berbagai aspek. Di Indonesia, perempuan masih saja menghadapi berbagai tantangan dalam menyuarakan keadilan, terkait kekerasan seksual, misalnya. Akhirnya, adanya media edukasi digital sebagai ladang pengetahuan, menghasilkan perubahan corak pikir. Perempuan yang mulanya bungkam dan pasrah dengan keadaan, berubah menjadi sadar menyuarakan berbagai isu kritis.

Dalam konteks kekerasan seksual, beberapa tahun terakhir perempuan mulai speak up. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh meningkatnya kesadaran masyarakat, gerakan sosial, dan edukasi yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran speak up terkait kekerasan seksual, seperti gerakan #MeToo yang juga berdampak di Indonesia.

Demikian juga dengan adanya perubahan kebijakan dan peraturan untuk melindungi korban kekerasan seksual dan peningkatan kesadaran masyarakat, seperti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  No. 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Tinggi menggantikan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021.

Beberapa data yang menunjukkan tentang meningkatnya kesadaran dan speak up terkait kekerasan seksual di Indonesia adalah: sebanyak 10.535 laporan kasus kekerasan seksual berdasarkan data bulan Juni 2024 yang diperoleh dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA). Survei kekerasan seksual  yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi pada tahun 2020 menunjukkan bahwa 77% dosen menyatakan bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di kampus.

Sementara itu, 63% dari mereka tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus. Hambatan yang dihadapi dalam speak up terkait kasus tersebut adalah korban yang merasa takut dan malu untuk melaporkan kasusnya, ketidakpercayaan korban pada sistem hukum dan lembaga yang seharusnya melindungi mereka, ketidaknyamanannya stigma sosial yang dirasakan korban, serta rasa trauma yang melekat pada diri korban.

Data tersebut menunjukkan bahwa kesadaran dan pelaporan kasus kekerasan seksual di Indonesia masih memiliki tantangan yang signifikan. Meskipun ada 10.535 laporan kasus kekerasan seksual yang dilaporkan, tetapi masih banyak kasus yang tidak dilaporkan karena berbagai hambatan.

Survei yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi pada tahun 2020 menunjukkan mayoritas dosen percaya, bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di kampus, tetapi banyak dari mereka yang tidak melaporkan kasus tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada ketidakpercayaan pada sistem hukum dan lembaga yang seharusnya melindungi korban.

Hambatan yang dihadapi oleh korban dalam speak up terkait kasus kekerasan seksual, seperti rasa takut, malu, stigma sosial, dan trauma, menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi korban kekerasan seksual. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang lebih besar untuk meningkatkan kesadaran dan kepercayaan korban terhadap sistem hukum dan lembaga yang melindungi mereka.

Gerakan berani bersuara atau “Dare to Speak Up” merupakan suatu langkah perubahan untuk mengubah paradigma sosial. Gerakan #MeToo, misalnya, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pelecehan dan kekerasan seksual, mendukung korban pelecehan dan kekerasan seksual, meningkatkan akuntabilitas bagi pelaku pelecehan dan kekerasan seksual, serta mendorong perubahan paradigma sosial terhadap kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di Masyarakat.

Meskipun gerakan sosial tersebut memperoleh kritik dari sebagian masyarakat yang di mana #MeToo itu dianggap tidaklah efektif dalam menangani pelecehan dan kekerasan seksual. Namun, dari gerakan tersebut terdapat dampak positif untuk perempuan.

Praktik diskriminatif dan kekerasan seksual terhadap perempuan memang perlu dihapuskan. Olehnya, hal tersebut memerlukan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan individu. Beberapa strategi yang dapat dilakukan antara lain:

Pendidikan, merupakan langkah awal yang strategis untuk membangun kesadaran guna meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya akan bahaya praktik diskriminatif dan kekerasan seksual terhadap perempuan. Misalnya, pengadaan kegiatan khusus perempuan yang berupa seminar, workshop, kelas atau sekolah keperempuanan untuk melakukan edukasi  mengenai isu-isu nyentrik yang berkaitan langsung dengan perempuan dengan bermitra pemerintahan, masyarakat sipil, dan individu untuk menghapus praktik diskriminati.

Peraturan dan kebijakan yang melindungi hak perempuan, mencegah perilaku diskriminatif, pelecehan dan/atau kekerasan seksual misalnya pembuatan undangan-undang khusus yang mengatur tentang kekerasan seksual dan perlindungan bagi korban. Selain itu, sistem pengawasan dan penegakan yang efektif untuk memastikan peraturan dan kebijakan yang ada benar-benar dijalankan sebagaimana mestinya. Langkah kecil tersebut  berguna untuk membuat dan menegakkan peraturan dan kebijakan yang melindungi hak perempuan dan mencegah praktik diskriminatif dan kekerasan seksual.

Pemberdayaan perempuan, dalam hal ini dilakukan untuk memberdayakan perempuan melalui pendidikan, pelatihan, dan ekonomi. Sehingga, mereka dapat memiliki kekuatan dan kepercayaan diri untuk memperjuangkan haknya. Dukungan terhadap korban dilakukan untuk memberikan dukungan dan perlindungan bagi korban praktik diskriminatif dan kekerasan seksual, agar mereka dapat merasa aman dan percaya diri untuk bersuara dan mencari bantuan.

Dengan beraninya perempuan bersuara, maka Make a Difference atau gerak perubahan yang terjadi di masyarakat semakin meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak perempuan. Gerak perubahan dapat memberdayakan perempuan dan meningkatkan kekuatan serta kepercayaan diri mereka dalam memperjuangkan hak mereka.

Perempuan dukung perempuan sebagai bentuk solidaritas di kalangan perempuan sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung dan memperkuat perempuan untuk bersuara dan memperjuangkan hak mereka. Dengan solidaritas ini, perempuan dapat saling mendukung dan memotivasi satu sama lain untuk menjadi agen perubahan dalam masyarakat.

*Kader IMM-Nasyiatul Aisyiyah Kabupaten Gowa dan Women of Literacy Friendly

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply