Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Apresiasi Putusan MK soal UU ITE, Dosen Unismuh: Ruang Digital Harus Jadi Ruang Demokrasi

×

Apresiasi Putusan MK soal UU ITE, Dosen Unismuh: Ruang Digital Harus Jadi Ruang Demokrasi

Share this article

KHITTAH.CO, Makassar — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa keributan atau perdebatan di media sosial tidak dapat dijerat dengan pasal pidana dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dinilai sebagai tonggak penting bagi kebebasan berekspresi dan demokrasi digital di Indonesia.

Dosen Sosiologi Komunikasi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Hadisaputra, mengapresiasi langkah MK tersebut sebagai bagian dari perlindungan konstitusional terhadap ruang publik digital yang selama ini kerap dibayangi represi hukum.

“Putusan MK ini mencerminkan pergeseran penting dalam cara negara memandang komunikasi digital. Kini, ruang digital harus diakui sebagai tempat sah untuk menyampaikan pendapat, bukan sebagai ancaman ketertiban,” ujar Hadisaputra di Kampus Unismuh, Rabu, 30 April 2025.

Mengutip teori public sphere dari filsuf Jerman Juergen Habermas, Hadisaputra menjelaskan bahwa media sosial telah menjadi arena diskursus publik, di mana warga negara menyampaikan aspirasi, kritik, bahkan ketidakpuasan terhadap negara atau kekuasaan. Ia menilai bahwa kriminalisasi terhadap debat digital justru melemahkan fungsi utama ruang publik sebagai medan pertukaran rasionalitas komunikatif.

“Habermas menyebut demokrasi sehat itu lahir dari komunikasi tanpa paksaan. Jika perdebatan digital justru diancam pidana, maka yang kita bangun bukan demokrasi, tapi otoritarianisme yang terselubung,” jelasnya.

Selaku Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Hadisaputra juga menegaskan pentingnya etika digital dan literasi media agar kebebasan ini tidak disalahgunakan.

“Kebebasan berekspresi harus diiringi tanggung jawab. Jangan sampai ruang digital jadi tempat berkembangnya hoaks, fitnah, atau ujaran kebencian. Negara dan lembaga pendidikan harus hadir dalam memberikan pendidikan kritis media,” tegasnya.

Ia mendorong platform digital seperti media sosial dan portal berita daring agar tak semata mengejar klik atau algoritma sensasional, melainkan turut membangun discursive democracy yang memperkuat nalar publik dan toleransi.

“Dengan putusan MK ini, kita semua harus menjadikan ruang digital sebagai rumah dialektika, bukan medan perang hukum. Demokrasi tidak tumbuh dalam keseragaman, tapi dalam kemampuan merawat perbedaan secara bermartabat,” pungkasnya.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner ITKESMU SIDRAP

Leave a Reply