Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Indonesia Krisis Ruang Aman bagi Perempuan

×

Indonesia Krisis Ruang Aman bagi Perempuan

Share this article

Oleh: Ashila Salsabila Syarif (Alumni Psikologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

KHITTAH. CO – Pemberitaan mengenai eksploitasi perempuan semakin meresahkan, munculnya akun-akun yang tidak bermoral dalam paltform media sosial yang makin banyak fiturnya memungkinkan para pihak yang memiliki hasrat melakukan eksploitasi terhadap perempuan dan anak terus berlangsung, tidak hanya di lingkungan jauh, tetapi juga pada lingkungan sosial terdekat. Informasi soal itu semakin mudah diakses pada pemberitaan media massa dan media sosial.

Arena yang menjadi ruang kekerasan terhadap perempuan tidak terbatas pada lingkungan tertentu, tetapi mulai dari lingkungan sekitar, seperti sesama tetangga, melalui jasa transportasi driver ojek online, lingkungan keluarga, hingga di linkungan pondok pesantren dengan korban yang tidak pandang usia, mulai dari balita, anak-anak, remaja hingga dewasa. Peristiwa yang menjadi perhatian publik belum lama ini adalah kasus. Dan, melalui kasus-kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa perempuan sangat rentan terkena pelecehan seksual dalam situasi dan kondisi tertentu, peluang terjadinya bisa di mana saja, dengan media apa saja, bahkan di tempat umum sekalipun terjadi pelecehan terhadap perempuan.

Ketidaknyamanan perempuan dan anak nyaris terjadi pada hampir semua ruang kehidupan. Semua orang memandang bahwa pondok pesantren, tempat belajar agama bagi pelajar malah menjadi tempat yang menakutkan. Beberapa kasus pelecehan terhadap perempuan terjadi, misalnya kasus Walid yang melakukan tindakan tidak senonoh terhadap sejumlah santrinya, kasus lain pada beberapa pondok juga terjadi, tempat umum lainnya juga kerap terjadi kekerasan terhadap perempuan.

Kendati demikian, muncul beberapa sindiran yang selalu hadir bersamaan dengan kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan yakni pihak yang menyalahkan perempuan. Seperti kalimat, “ah, dia pasti pakai pakaian terlalu terbuka”, atau “dia pasti yang menggoda laki-laki”, atau juga, “laki-laki gak akan mulai kalau ga ada pancingan”. Kalimat-kalimat tersebut sudah sangat sering dilontarkan saat melihat bagaimana bentuk visual korban.

Jika diteliti lagi, kalimat-kalimat tersebut sangatlah tidak benar. Kita dapat mengambil contoh kasus dari sebuah berita yang menyiarkan terkait bagaimana seorang guru di sebuah pondok pesantren melakukan pelecehan terhadap santriwatinya. Tentunya masyarakat awam sudah mengetahui bagaimana pakaian yang dikenakan oleh para santriwati di lingkungan pondok pesantren serta bagaimana perilaku para santriwati di pondok.

Kemudian, setelah diselidiki oleh beberapa pihak, hal tersebut terjadi karena gurunya yang tidak dapat menahan hawa nafsu. Usut punya usut, alasan yang diberikan pada santriwatinya saat melakukan pelecehan ialah, “saya adalah guru kamu, dan kamu harus menuruti saya jika tidak kamu akan berdosa besar dan dihukum oleh Allah”. Jika sudah seperti itu, apakah masih pantas dikatakan bahwa itu semua kesalahan perempuan?

Beberapa waktu lalu beredar berita terkait seorang penumpang ojek online yang diperlakukan dengan tidak pantas oleh driver-nya. Penumpang tersebut adalah seorang perempuan yang baru saja hendak pulang ke rumahnya seusai bekerja. Ia memesan ojek online untuk menjadi alat transportasinya menuju rumah. Awalnya, tidak ada yang aneh, driver hanya mengajak berbincang dengan topik basa-basi seperti biasa. Namun, lama kelamaan, driver mulai menanyakan ke ranah pribadi penumpang, seperti “apakah sudah punya pacar?” lalu, “tinggal di kos sendiri?”  “kesepian atau ga? Butuh ditemani ga?”, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang terdengar tidak pantas untuk dipertanyakan.

Penumpang mulai tidak nyaman, tetapi driver semakin menjadi-jadi bahkan semakin berani menanyakan ukuran pakaian dalam penumpang. Untungnya saat itu sudah sampai di lokasi tujuan penumpang. Sehingga, penumpang langsung turun tanpa menjawab pertanyaan apa pun, namun ia masih sempat merekam dan foto wajah pelaku kemudian dilaporkan kepada pihak pengaduan layanan ojek online tersebut.

Belum lama ini, beredar pula berita terkait seorang abang yang menghamili adik kandungnya sendiri. Diketahui bahwa kasus ini terjadi di Medan. Berita terkait hubungan terlarang ini menyebar disebabkan bayi hasil inses mereka dibuang menggunakan ojek online ke salah satu masjid yang ada di Medan. Kedua kakak beradik itu tidak mengetahui secara pasti di mana letak masjidnya karena memilih secara acak melalui Google dan dekat dengan pemakaman umum. Setelah ditelusuri oleh pihak polisi, kedua kakak beradik tersebut ternyata tidak tinggal berdampingan, tetapi sering melakukan hubungan intim layaknya suami istri.

Kemudian baru-baru ini, seorang tenaga medis membagikan pengalamannya melalui media sosial terkait pasiennya, seorang anak perempuan berusia lima tahun. Melalui cerita ibu si anak, bahwa anaknya itu saat sore hari pergi bermain berdua dengan teman laki-lakinya. Pada saat pulang dari bermain, si anak tampak berbeda dan terlihat kesakitan sambil memegang alat vitalnya. Karena khawatir, sang ibu kemudian membawa anaknya ke dokter. Sembari diperiksa, perawat yang ada di sana melakukan wawancara kecil pada anak itu agar tidak merasa tegang dengan situasi yang ada.

Kemudian, anak tersebut dengan polos menceritakan semua kejadiannya pada perawat, “Tadi aku main sama temanku. Terus dia nindih aku sama masukin sesuatu di sini (sambil menunjuk alat vitalnya)”. Cerita tersebut tentu membuat orang-orang yang ada di ruangan kaget. bagaimana tidak? Seorang anak kecil yang baru berusia 5 tahun, mengetahui dan melakukan hal seperti itu pada teman seusianya.

Seperti yang kita ketahui, bahwa Facebook merupakan salah satu platform media sosial yang dapat digunakan untuk menghubungkan orang dari jarak jauh sekalipun. Seiring berkembangnya teknologi dan kecepatan interaksi antar individu melalui media sosial ini, Facebook juga mengalami kemajuan fitur-fitur yang mempermudah penggunanya dalam berinteraksi di dunia maya. Salah satu fiturnya adalah dapat membuat komunitas sesuai dengan minat, hobi, dan ketertarikan masing-masing. Namun, siapa sangka, fitur tersebut malah disalahgunakan oleh oknum-oknum tak bermoral dengan menyalahgunakannya untuk tujuan-tujuan yang bertentangan dengan norma agama dan norma sosial dalam masyarakat.

Munculnya group di Facebook dengan tujuan yang tidak positif, justru menjadi perjumpaan segolongan individu yang memiliki tujuan tertentu, misalnya group yang bernama “keluarga fantasi” atau gorup lainnya yang mirip dengan itu bernama “cerita fantasi keluarga”.

Group-group tersebut menjadi ajang perjumpaan orang-orang yang memiliki orientasi hidup menyimpang dari kebiasaan masyarakat. Beberapa contohnya, salah satu ayah di grup tersebut menceritakan tentang visual anak perempuannya yang baru berumur dua tahun dengan kalimat-kalimat sensual yang sangat tidak pantas. Grup serupa ini mungkin banyak dijumpai pada platform media sosial dengan orientasi syahwat atau nafsu yang dominan dan melakukan eksploitasi terhadap anak-anak perempuan, bahkan pada level keluarga terjadi hal-hal terlarang dalam konteks pelecehan terhadap perempuan. Seorang ayah dapat melecehkan anaknya dan sesama anggota keluarga lainnya.

Kasus-kasus yang beredar sungguh miris. Kualitas SDM yang ada di Indonesia semakin lama semakin menurun, bahkan mungkin telah mencapai angka minus. Bagaimana tidak? Keluarga yang seharusnya menjadi ruang aman bagi seorang anak, malah menjadi trauma terbesarnya. Bahkan kasus-kasus tersebut sudah menjelaskan bahwa tidak ada lagi ruang aman bagi perempuan, termasuk di lingkungan keluarga sekalipun.

Manusia memang hidup dengan berbagai macam kebutuhan, salah satunya kebutuhan untuk memenuhi hasrat dalam hidup. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut tidak dapat secara asal, karena harus memperhatikan bagaimana lingkungan, norma, dan adab yang berlaku di masyarakat, terutama nilai-nilai agama yang menjadi keyakinan umum masyarakat. Freud mengelompokkan kepribadian manusia berdasarkan tiga hal, yaitu id, ego, dan superego.

Dalam kasus-kasus pelecehan yang beredar, dapat dikatakan bahwa yang bermasalah pada diri pelaku-pelaku adalah superego mereka. Pada saat seseorang tidak dapat menekan superego yang ada di dalam diri mereka, maka akan terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti kasus-kasus yang telah dijabarkan di atas.

Melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dalam diri memang hak setiap manusia, tetapi perlu juga untuk memperhatikan bagaimana lingkungan sosial, norma, dan aturan yang berlaku. Kasus-kasus di atas sudah melanggar norma sosial, norma agama, dan norma kehidupan yang beradab. Dalam hal ini, maka superego yang ada di dalam diri individu harus dikembangkan. Karena, superego bertugas untuk semua dorongan id yang tidak dapat diterima dan berjuang untuk membuat ego bertindak berdasarkan standard idealis dan bukan berdasarkan prinsip realistis.

Salah satu contohnya, saat seseorang memiliki id (dorongan) untuk melakukan kejahatan, tetapi ia urungkan karena bagian lain dari dirinya yaitu superego menyangkal dan mengatakan bahwa perbuatan itu melanggar aturan dan norma hukum yang berlaku. Jika dilakukan akan mempermalukan dirinya sendiri nantinya.

Jika dihubungkan dengan kasus-kasus di atas, superego yang terdapat dalam diri para pelaku tidak bekerja dengan baik. Sebab, bukan hanya tidak merasa bersalah, para pelaku malah merasa bangga dan menceritakan pengalaman-pengalamannya di grup Facebook yang dimiliki. Dalam kasus pembuangan bayi hasil inses, superego kedua pelaku tidak bekerja karena keduanya hanya menuruti ego dan nafsu belaka. Kemudian dalam kasus guru yang melecehkan santriwatinya, yang terjadi adalah sang guru memiliki dorongan yang sangat besar dan egonya menuruti dorongan tersebut, sehingga superego yang ada dalam dirinya tidak bekerja dengan baik.

Melalui kasus-kasus dan penjelasan di atas, id, ego, dan superego merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jika id seseorang sangat tinggi dan tidak dibarengi dengan ego serta superego maka akan menyebabkan seseorang melakukan tindakan kriminal, kejahatan, hingga tindakan tak bermoral.

Wallahu ‘alam

 

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply