Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipOpini

Waktu Yang Hakikat

×

Waktu Yang Hakikat

Share this article

Oleh : Ma’ruf Nurhalis

Saban hari teringat pergantian tahun Masehi. Singkatlah rasanya seolah baru saja terjadi kemarin dan momen itu kembali berulang beberapa hari yang lampau. Dan kita pun merayakannya, sumringah wajah anak Bengal untuk begadang memainkan petasan dan mewarnai langit gelap dengan warna warni percikan api sampai habis malam. Ramai pula titik-titik perkumpulan pemuda mengajak kekasih dan sahabatnya melewati malam bersantap ikan bakar, atau bisa keluar batas jadi mabuk-mabukan. maka ada Sebagian orang-orang tua berpendapat lebih baik diam dirumah dan mensyukuri nikmat panjang umur.

Perlulah kita tangkap petuah orang-orang tua itu, sembari melewati horizon waktu kita menasehati diri sendiri. Jadi orang insaf untuk memetik hikmah hari yang lalu seraya tegap menghadapi hari esok. Sebagaimana kita paham bahwa terik matahari akan pastilah berganti dengan gelap malam. Bahwasanya kehidupan ini laksana roda becak, turun naik silih berganti. Kayuh mengayuh meninggalkan tempat kita memulai. Berpindah-pindah menjalani hari mengadu nasib. Beginilah alam bekerja.

Sudah Tertulis sumpah Tuhan di surah Al-Ashr, cobalah kita tengok Kitab Al-Qur’an. “benarlah manusia itu merugi kecuali bagi orang -orang beriman dan mengerjakan amal dan nasehat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran“.

Jadilah saya menulis demi cita-cita hendak memberi sedikit bekal bagi diri sendiri dan para pembaca budiman, untuk menghadapi segala bentuk kemungkinan-kemungkinan di tahun ini. Saya harap tulisan ini jadilah tanda sudah saya petik bunga mekarnya surah Al-Ashr itu. Sebagai nasehat mentaati kebenaran dan menetapi kesabaran.

Ada seorang Bijak yang hidup jauh sebelum tahun Masehi berlaku, jauh juga sebelum lahirnya Nabiulllah Saw. Dialah Heraklitus seorang bijak bestari dari Yunani kuno. Beliau pernah berkata “ bahwa sungai tak bisa dua kali kita renangi”. Heraklitus itu hendak berkata bahwa hidup ini selalu berubah. Hari esok jadilah kenangan pelajaran, sedang, hari esok pastilah tak sama hari ini.

Jika saya memaknai perkataan Heraklitus, saya berpikir bahwa perlulah memaksimalkan apa dan bagaimana waktu yang kita jalani. Jadi orang yang sering-sering bertobat di penghujung ayam berkokok. Dan tidak menunda-nunda waktu seraya mengaharapkan hari esok yang tidak pasti. Hingga terhindarlah kita jadi orang sombong dan rendah martabat lantaran bermalas-malasan. Padahal malas adalah tali tipis yang bisa membuat kita terjatuh pada kebodohan. Dan kebodohan dekat sekali dengan kesialan hidup.

Sementara ada pepatah bijak juga dari Konfusius yang berasal dari dataran China Kuno. Bahwasanya: “ Seribu mil perjalanan dimulai dengan satu langkah. Hargailah tugas dari pada hadiah di belakangnya. Jika cita-cita tak tercapai, janganlah surut. Bangun lagi sasaran anda.” Seandainya kita bisa simak baik-baik perkataan Konfusius. Maka jadilah kita orang yang mafhum untuk menghargai waktu lebih dari pada uang, jika sudah tegak rencana tersusunlah keberhasilan. Tapi sampai waktu kita jadi gagal. Konfosius ingatkan untuk susun kembali rencana, Karena ada kesempatan lain yang akan datang. Begitulah kita seharusnya memaknai hari esok.

Namun kadang untuk mengejar cita-cita. Kita jadi orang lupa dengan budi pekerti. Menghalalkan segala cara. Dan menjadi berlebih-lebihan. Untuk berdiri di singga sana kita jadi rela makan sanak-saudara. Jatuh menjatuhkan kawan. Perang urat saraf dengan lawan. Lalu jadi banyak musuh. kita jadi resah kalau saja tak berhasil hingga menempuh jalan cepat meminta bantuan setan.

Memang kekayaan adalah salah satu factor tegaknya agama Tuhan di dunia. Sangat perlu orang untuk menjadi kaya. Agar bisa keluar sedekah dan membayar Zakat serta bisa pulang pergi naik haji. Hingga orang bisa lebih berbuat baik dari pada memungut paku di jalan. Tapi kekayaan jangan menjadikan kita lekat dengannya. memburu ambisi lalu lupa memahami arti hidup.

Adalah bunyi sajak yang saya kutip dari buku:
Sebagian orang memiliki terlalu banyak tetapi tetap bernafsu.
Aku memiliki sedikit dan tidak lagi mencari.
Mereka miskin sekalipun banyak yang di miliki.
Dan Aku kaya dengan sedikit perbekalan.
….
Sajak itu bukan hendak mempertautkan kekayaan dengan kutukan dunia, tidak sama sekali. Karena sajak itu hendak menyampaikan nasehat bahwasanya banyak manfaat hidup yang bisa di peroleh oleh yang berkecukupan. Tetapi kekayaan tidak bisa semata sebagai ukuran untuk mencapai kebahagiaan tertinggi.

Dewasa ini. kita bisa saksikan banyak orang berpendapat hidup tidak akan beruntung kalau tidak dengan uang. Kebahagiaan tertinggi adalah bisa tersenyum dengan gigi emas, tidur dengan triliunan uang kertas dan bermahkotakan uang receh.

Tapi rupanya pendapat itu berasas nafsu rendahan. Kita lihat banyak rupanya hidup orang kaya yang ganjil. Punya rumah gedongan. Halaman luas yang bertikam dengan isi rumah yang mewah. tapi tak sebanding mewahnya isi hati dan perilaku tak seindah materi kekayaan. Rupanya kekayaan tidak juga bisa jadi ukuran kebahagiaan.

Kekayaan itu laksana rel kereta api. Berputar sana-sini. Macam gerbong kereta beradu dengan relnya sampai ke stasiun tujuan. lalu lanjut lagi. Seterusnya bolak-bolik hingga gerbong kereta jadi besi karat lalu terpinggirkan ke Gudang rongsokan. Dan sisa -sisa hidup hanya mengenang keindahan pemandangan yang bisa di lewati oleh rel kereta api. Sedang Keindahan tuhan terbentang luas. orang perlu gonta-ganti kendaraan, dari yang terpelan hingga tercepat. Dari yang dapat di Indra hingga menuju kebahagiaan akal.

Alangkah terang hidup orang yang tinggi budinya. Sempurna akalnya, tiadalah orang mampu membangun agamanya dengan akhlak yang baik jika tiada akal itu tegak. Jika orang tiada berakal jadilah hidup menurut sana-sini laksana hewan peliharaan . Seakan-akan hidup jadi milik orang lain. Tidak tentu tujuan mana yang di tempuh. Hanya menurutkan kemana arus akan terbentur. Jadilah hidup kita laksana batu kerikil, orang bisa tempatkan di mana saja. Dilempar Ke halaman rumah orang yang tak berpengarai luhur ataukah di tempat orang buang kotoran tidak jadi masalah. Sungguh orang yang tak berakal amat dekat dengan kesesatan.

Maka dari itu kita perlu memiliki tujuan menuntut ilmu bila perlu sampailah kaki berpijak di negeri cina Sebagaimana pepatah Arab bersua. Selain itu kita perlu juga memiliki kecintaan terhadap pengetahuan di atas segalanya. Dan sebaik-baik pengetahuan adalah pengatahuan tentang Tuhan dan pengetahuan akan diri sendiri. Sebagaimana perkataan Ali bin Abi Thalib “ siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya”.

Jikalau kita jadi orang yang bermahkotakan pengetahuan hidup, kita jadi waras memakai perhiasan dunia. Kita jadi terhindar dari penyelesaian masalah yang terburu-buru hingga meninggalkan kesesalan. Sebagaimana orang-orang kebanyakan percaya bahwa pukulan itu lebih tajam dari pada secarcik kertas yang berisi tulisan orang-orang besar.

Demikianlah nasihat yang saya sampaikan untuk menyinggung diri sendiri. Lantaran setahun telah saya lewati dalam termenung ingin cepat jadi orang kaya. Tak dapat saya sembunyikan keinginan diri untuk jadi orang terhormat, malah saya akui segala niatan untuk berada di atas tuan dan kawan. Seraya dapat menyombongkan perolehan di hari esok. Karena tidak tahan hati saya. Ingin nama di sebut-sebut sebagai orang yang punya pengetahuan tinggi.

Tapi selama setahun saya bersua dengan berupa ragam tulisan manusia-manusia bijak. jadilah saya menangisi diri sendiri. Tak ubahnya seekor ayam yang hendak terbang ikut elang bersua dengan awan, tapi rupanya ayam adalah burung yang tak bisa terbang melewati tinggi tongkat anak pramuka. Sebagaimana orang bijak mengatakan semakin banyak yang kita tahu semakin sesallah kita telah berlaku sombong.

Maka dari itu saya perlu mengingatkan diri sendiri di ini, dengan rupa kalender baru untuk memperbanyak bacaan seraya membangun silaturahmi dengan mempersahabatkan para cendikiawan. Sedang segala sesal hari kemarin jadilah pelajaran berharga untuk mempertajam budi pekerti agar tidak terperosok ke lubang yang sama. Dan juga tidak lagi menjadi orang tukang gali lubang. Saling menjerumuskan kawan hanya Karena persoalan duduk lebih tinggi diatas yang lainnya.

Sementar itu perlu juga orang memang menangis buat sementara waktu. Laksana bayi yang baru keluar dari perut ibunya. Begitu tiba di dunia, orang akan tahu bahwa ia baru hijrah dari alam Rahim menuju alam dunia. Laksana orang berangkat dari alam yang sempit menuju alam yang lebih luas dengan segala tetek bengek persoalan. Kelak kita akan merasai bahwa Tuhan telah sediakan kebahagian di belakang hari. Hanya saja kita perlu belajar melewati ujian hidup.

Untuk tuan dan puan terimahlah bekal tahun baru ini. seraya maafkanlah kesalahan yang lalu, dan terima kasih untuk nasihat dan petuah hidup dari saudara. Marilah kita songsong hari esok dengan budi pekerti serta keimanan yang kuat. Terhnidar dari buaian meniduri waktu. Merebah di sandaran punggung orang lain. Waktu terus berputar, arus terus berlu, jika tak insaf sekarang jadilah usia menjadi usang. Jadi pohon tua, sekali angin menerpa robohlah menimpa nasib yang sial.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply