KHITTAH.CO, SEMARANG — Universitas Muhammadiyah Bulukumba (UM Bulukumba) kembali menunjukkan eksistensinya di level internasional. Dua dosennya, Andi Anugrah M, S.Pd., M.Pd., dan Ardianto, S.Pd., M.Pd., mewakili Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN) dalam rangkaian kegiatan Bootcamp Research dan Konferensi Internasional Indonesian Regional Science Association (IRSA) 2025 di Semarang, 12–15 Juli 2025.
Kegiatan tersebut difasilitasi oleh inisiatif KONEKSI (Knowledge Partnership Platform Australia-Indonesia) yang berkolaborasi dengan Australia National University (ANU) Indonesia Project.
Mengusung tema “Localising Smart Economy and Infrastructure for Inclusive Growth and Sustainability,” forum ini menjadi ruang penting untuk memperkuat kapasitas riset yang inklusif dan berdaya transformasi sosial.
Selama dua hari pertama, Andi Anugrah dan Ardianto mengikuti bootcamp yang dirancang untuk memperdalam kemampuan merancang, menyempurnakan, dan mempresentasikan penelitian yang relevan dan berdampak.
Hasil dari pelatihan tersebut kemudian dipresentasikan dalam forum IRSA melalui berbagai sesi paralel, poster ilmiah, dan diskusi panel.
Rektor UM Bulukumba, Dr. H. Jumase Basra, M.Si., menyambut baik partisipasi aktif dua dosennya di forum internasional tersebut.
“Kegiatan ini membuka ruang kolaborasi dan pembelajaran yang sangat penting. Kami bangga karena dosen-dosen kami mampu menampilkan gagasan dan mewakili nilai-nilai riset inklusif di tingkat global,” ujarnya.
Andi Anugrah menekankan bahwa keterlibatan dalam IRSA memperkaya perspektifnya terhadap riset yang berpihak dan berkeadilan sosial.
“IRSA bukan sekadar forum akademik, tapi ruang berbagi nilai. Kami diajak untuk memahami bahwa riset adalah alat perubahan sosial, bukan hanya untuk publikasi,” katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya memasukkan nilai inklusi, gender, dan keadilan sosial dalam desain penelitian, terutama dalam konteks pendidikan dan bahasa di daerah.
Senada dengan itu, Ardianto menegaskan urgensi riset terhadap kelompok marjinal.
“Riset harus berpihak. Ini yang kami bawa pulang ke UM Bulukumba. Kami ingin membangun budaya riset yang sensitif terhadap realitas sosial dan menjadikan inklusivitas sebagai nilai dasar,” ujarnya.
Konferensi IRSA tahun ini menjadi titik temu para peneliti dari berbagai wilayah, khususnya dari kawasan Indonesia timur, termasuk peneliti muda dan penyandang disabilitas.
Topik yang diangkat mencakup isu-isu krusial seperti perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, ekonomi kreatif inklusif, hingga pelibatan komunitas adat dalam perumusan kebijakan.
Dukungan terhadap acara ini turut diberikan oleh Knowledge to Policy Unit dari Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Manajer unit tersebut, Ria Arief, mengapresiasi hadirnya peneliti dari wilayah timur Indonesia.
“Beragam topik yang dibawakan mencerminkan kompleksitas tantangan pembangunan. Kolaborasi lintas sektor, serta keterlibatan perempuan, penyandang disabilitas, dan komunitas adat, sangat penting untuk memastikan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan,” ucapnya.
Selain forum ilmiah, KONEKSI juga menghadirkan booth pameran pengetahuan yang mempertemukan peneliti dengan pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan.
Hingga saat ini, KONEKSI telah memfasilitasi lebih dari 50 proyek riset lintas disiplin, dengan fokus pada isu lingkungan hidup, perubahan iklim, ketahanan pangan, transformasi digital, transisi energi, serta pendidikan berbasis inklusi sosial.
Keikutsertaan UM Bulukumba dalam IRSA 2025 menjadi penegas peran strategis perguruan tinggi ini sebagai lokomotif perubahan berbasis pengetahuan yang terus menjangkau lingkup lokal, nasional, hingga global.
(Syayyidina Ali)