KHITTAH.CO, Maros — Pembangunan Masjid Batak Dalihan Na Tolu yang berlokasi di Dusun Mangempang, Desa Moncongloe, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, tidak terlepas dari peran salah satu tokoh Muhammadiyah Sulsel, Haidir Fitra Siagian.
Ditemui Rabu, 30 Juli 2025 subuh, Wakil ketua Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah (LP2M) Sulawesi Selatan itu, bercerita kisah dimulainya pembangunan masjid Batak tersebut.
Menurut mantan Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah (PRIM) di New South Wales, Australia. Saat berada di Makassar, beberapa waktu lalu, dirinya berharap ada masjid Batak berdiri di kota Makassar. Dan ide itupun dia luangkan kepada warga Batak yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Dalihan Na Tolu Sulawesi Selatan.
Alasannya ada beberapa masjid di Indonesia yang mengangkat nama kedaerahan seperti Masjid Raya Baiturrahman Aceh di Yogyakarta, ada pula Surau Padang, Masjid Kyai Gede di Kotawaringin Lama, Kalimantan Tengah dan lain sebagainya.
Alhasil, sambung Haidir FItrah, dia malah di tunjuk menjadi ketua panitia pembangunan.
“Saya akhirnya berkeliling mencari lokasi yang tepat, sehingga kami menemukan lokasi di Dusun Mangempang, Maros yang memang tepat berada di jalan poros dan tidak perlu lagi di timbun karena memang tanahnya sudah tinggi’ katanya.
Soal nama “Masjid Batak Dalihan Na Tolu” Haidir menambahkan terletak pada penekanan identitas budaya yang disampaikan melalui penambahan kata “Batak”.
“Masjid Dalihan Na Tolu” Nama ini mengacu langsung pada falsafah hidup masyarakat Batak, yaitu Dalihan Na Tolu yang berarti “tungku yang tiga”. Falsafah ini melambangkan sistem kekerabatan Batak (Somba Marhula-hula, Elek Marboru, Manat Mardongan Tubu).” Terang mantan aktifis Muhammadiyah ini bersemangat.
Nama ini, sambung Haidir tidak secara eksplisit menyebut “Batak”, tetapi maknanya sudah mengarah ke nilai-nilai budaya Batak. Cocok digunakan dalam konteks lokal (di tengah masyarakat Batak), karena masyarakat setempat sudah memahami maknanya.
“Namun penambahan kata “Batak” secara eksplisit menunjukkan identitas etnis atau budaya. Nama ini lebih menegaskan bahwa masjid tersebut memiliki kaitan kuat dengan masyarakat Batak serta mewakili nilai-nilai atau semangat Islam yang berpadu dengan budaya Batak.” Jelas Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar
Masjid Batak Dalihan Na Tolu” menegaskan identitas etnis dan budaya Batak sebagai bagian penting dari karakter masjid itu.
“Jika masjid tersebut ingin menjadi simbol Islam yang bersinergi dengan budaya Batak, terutama di wilayah yang beragam, maka penambahan kata “Batak” bisa menjadi strategi identitas yang kuat” tandasnya.
Sementara itu, bupati Maros Dr. H. A. S. Chaidir Syam, S.IP., M.H., yang Sabtu, 26 Juli 2025 melakukan prosesi peletakan batu pertama di lokasi perencanaan pembangunan masjid tersebut, mengaku bangga bisa bertemu sesama alumninya di Muhammadiyah.
“Pemkab Maros memberi apresiasi atas semangat saudara kita dari komunitas Batak Muslim yang tetap menjaga persatuan dan kesatuannya meski berada di tanah rantau. Saya yakin, dengan semangat gotong royong pembangunan masjid ini akan segera terwujud. Saya juga bersyukur karena di tempat ini saya bertemu dengan saudara saudara saya satu angkatan di Muhammadiyah” tandas Bupati Chaidir Syam yang merupakan aktifis relawan Ikatan Pelajar Muhammadiyah di masa mudanya.