Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Catat! Begini Tafsir “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan cari hidup di Muhammadiyah”

×

Catat! Begini Tafsir “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan cari hidup di Muhammadiyah”

Share this article

KHITTAH.CO, Makassar — Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhammad Sayuti, Ph.D., menegaskan bahwa reputasi persyarikatan hanya bisa bertahan jika seluruh kader menjalankan amanah dengan sungguh-sungguh.

“Kalau diberi amanah sepuluh, kerjakan sepuluh. Kalau bisa lebih, itu berarti kita menghidupi Muhammadiyah, bukan sekadar mencari hidup di Muhammadiyah,” tegasnya memberi tafsir atas pesan KH Ahmad Dahlan: “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan cari hidup di Muhammadiyah.”

Hal itu diungkapkan Sayuti saat membawakan materi dalam Pelatihan Manajemen Reputasi Muhammadiyah Zona I, pada Ahad, 17 Agustus 2025. Acara ini dihelat selama ini 3 hari, Jumat – Ahad, 15-17 Agustus 2025 di Hotel Aryaduta Makassar.

Menurut Sayuti, Muhammadiyah yang telah berdiri selama lebih dari 116 tahun merupakan anugerah besar. Ia menyebut keberlangsungan organisasi itu tidak pernah kehabisan energi. “Baterainya full terus, merknya sang surya,” ujarnya sambil menyinggung lagu kebesaran Muhammadiyah yang selalu dinyanyikan di setiap acara.

Ia mengutip antropolog Robert W. Hefner yang menilai Muhammadiyah sebagai contoh paling sukses modernisasi pendidikan Islam di dunia. “Allah memilihkan Muhammadiyah untuk kita. Organisasi ini tidak kaleng-kaleng. Reputasinya diakui nasional maupun global. Maka menjadi kewajiban kita semua untuk menjaganya,” tegasnya.

Sayuti menekankan, reputasi bukan sekadar capaian kuantitatif, tetapi juga menyangkut kualitas tata kelola, keikhlasan, dan profesionalisme kader. “Kalau amal usaha terbengkalai, komunikasi publik tidak dikelola baik, berarti kita sedang merusak reputasi yang dibangun selama 116 tahun,” katanya.

Ia mencontohkan capaian Muhammadiyah di kancah internasional, antara lain pendirian Muhammadiyah Australia College di Victoria, yang kini telah berkembang pesat hingga biaya operasionalnya mencapai Rp73 miliar per tahun, seluruhnya didukung pemerintah Australia. Selain itu, Muhammadiyah juga telah mendirikan Universitas Muhammadiyah Malaysia (UMAM) dan merintis jaringan di berbagai negara melalui 30 Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM).

“Pemerintah Indonesia saja belum punya sekolah di Australia, tetapi Muhammadiyah sudah lebih dulu. Itu bukti reputasi kita,” ujarnya. Menurutnya, pencapaian global ini harus diimbangi dengan konsolidasi internal, khususnya memperkuat cabang, memperbarui ranting, dan menjaga basis jamaah.

Sayuti mengingatkan agar kader tidak terjebak pada kebanggaan semata. Ia menilai masih banyak pekerjaan rumah, mulai dari penguatan pengajian di ranting, peningkatan kualitas riset di perguruan tinggi Muhammadiyah, hingga perluasan basis dakwah kultural.

“Jangan sampai Muhammadiyah hanya kuat di amal usaha, tetapi melemah di jamaah. Itu tantangan nyata sejak lama,” katanya.

Dalam paparannya, ia merujuk keputusan Muktamar ke-48 yang menekankan pentingnya reformasi organisasi dan digitalisasi sistem tata kelola agar Muhammadiyah tetap profesional, maju, dan modern. Untuk menilai efektivitas organisasi, ia menyebut model McKinsey 7S relevan digunakan, mencakup strategi, struktur, sistem, nilai ideologis, keterampilan, gaya kepemimpinan, dan SDM.

“Reputasi Muhammadiyah akan bertahan selama tata kelolanya sehat walafiat. Kalau tidak ada ikhtiar penyihatan organisasi secara terus menerus, cabang bisa mati, amal usaha bisa tutup, dan reputasi bisa menurun,” ujarnya.

Ia juga menyinggung hasil survei Kompas tahun 2024 yang menempatkan Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi dengan persepsi publik paling positif di Indonesia, mencapai 91 persen.

Sayuti menegaskan, keberhasilan Muhammadiyah dalam mengelola aset dan amal usaha tidak terlepas dari tradisi keikhlasan yang terinstitusionalisasi sejak awal. “Tidak ada satu pun aset atas nama pribadi pimpinan. Semua tercatat atas nama persyarikatan. Inilah yang membuat Muhammadiyah dipercaya masyarakat,” jelasnya.

Dalam sesi refleksi, ia mengingatkan bahwa organisasi hanyalah alat perjuangan. Jika alat itu tidak dirawat, maka akan rusak. Karena itu, konsolidasi kelembagaan, disiplin musyawarah, dan penguatan pengajian wajib dijaga di semua level persyarikatan.

Sayuti juga menekankan pentingnya membangun kapasitas sumber daya manusia Muhammadiyah secara berkelanjutan. Ia mencontohkan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang berhasil menempati posisi tertinggi dalam jumlah riset disetujui pemerintah karena konsisten melakukan capacity building dosen dan prodi.

Pelatihan Manajemen Reputasi Muhammadiyah Zona I ini diikuti perwakilan PWM, staf media, serta pengelola komunikasi publik Muhammadiyah dari berbagai wilayah Indonesia Timur. Kegiatan ini menjadi bagian dari strategi nasional PP Muhammadiyah dalam memperkuat citra organisasi di era digital.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner UNISMUH MAKASSAR

Leave a Reply