Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Dari Teori ke Aksi, Upgrading dan Raker HMP Pendidikan Sosiologi sebagai Laboratorium Sosial Mahasiswa

×

Dari Teori ke Aksi, Upgrading dan Raker HMP Pendidikan Sosiologi sebagai Laboratorium Sosial Mahasiswa

Share this article

Oleh: Marlia Herman (Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Unismuh Makassar)

KHITTAH.CO — Udara pagi yang lembut di Benteng Somba Opu menyambut derap langkah penuh semangat dari para pengurus Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMP) Pendidikan Sosiologi FKIP Unismuh Makassar. Pada 10–11 Oktober 2025, mereka berkumpul bukan semata untuk menjalankan agenda rutin organisasi, tetapi untuk menyalakan kembali bara kesadaran sosial melalui kegiatan Upgrading dan Rapat Kerja (Raker). Di Rumah Adat Pare-Pare yang sarat nilai sejarah itu, lahirlah sebuah tekad kolektif yaitu meneguhkan kepemimpinan, memperkuat solidaritas, dan merumuskan arah organisasi yang berdaya guna bagi mahasiswa dan masyarakat.

Organisasi sebagai Miniatur Masyarakat

Jika menengok dari perspektif Émile Durkheim, organisasi mahasiswa sejatinya merupakan bentuk mini society (masyarakat kecil) yang memiliki norma, nilai, dan pembagian peran tersendiri. Melalui kegiatan upgrading, para pengurus belajar memahami apa yang disebut Durkheim sebagai “solidaritas organik”, kohesi sosial yang tumbuh dari perbedaan fungsi namun diikat oleh kesadaran moral bersama.

“Solidarity is not a mere product of likeness; it results from the division of labor.” Émile Durkheim, The Division of Labor in Society (1893)

Dalam konteks ini, keberagaman bidang dan tanggung jawab di dalam HMP tidak menjadi penghalang, melainkan kekuatan. Para pengurus belajar bahwa kebersamaan bukan berarti seragam, tetapi saling melengkapi dalam sistem sosial yang terorganisasi.

Nilai, Norma, dan Fungsi Sosial

Kegiatan ini juga menjadi ruang internalisasi nilai-nilai organisasi. Pelatihan manajemen, komunikasi, dan kepemimpinan bukan hanya membentuk keterampilan teknis, melainkan menanamkan kesadaran moral untuk menjaga sistem tetap seimbang. Dalam pandangan Talcott Parsons, setiap struktur sosial harus menjalankan empat fungsi penting yaitu adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan pemeliharaan pola (AGIL).

“A social system survives through functional integration and the internalization of shared values.” Talcott Parsons, The Social System (1951)

Proses upgrading menjadi wadah bagi pengurus untuk menginternalisasi nilai itu, menyesuaikan diri dengan dinamika (adaptation), merumuskan arah kerja (goal attainment), memperkuat solidaritas antar bidang (integration), serta menjaga semangat dan etika organisasi (latency). Dengan demikian, organisasi tidak hanya berfungsi administratif, tetapi juga moral dan edukatif.

Refleksivitas dan Agen Perubahan

Sementara itu, Rapat Kerja (Raker) yang diikuti dengan antusias oleh seluruh bidang memperlihatkan dinamika agensi yang kuat. Di sini, teori strukturasi Anthony Giddens menjadi relevan. Giddens berpendapat bahwa struktur sosial tidak hanya membatasi tindakan individu, tetapi juga diproduksi dan direproduksi oleh tindakan itu sendiri.

“Structure is both the medium and the outcome of the practices it recursively organizes.” Anthony Giddens, The Constitution of Society (1984)

Melalui forum Raker, para pengurus berperan sebagai aktor sosial yang mereproduksi struktur organisasi melalui ide, kebijakan, dan keputusan bersama. Mereka tidak hanya tunduk pada aturan, tetapi juga menciptakan makna baru tentang apa arti berorganisasi. Proses diskusi yang terbuka dan reflektif menjadi bukti bahwa mahasiswa Sosiologi tengah menghidupkan teori dalam praksisnya.

Sinergi Akademik dan Spirit Sosial

Kehadiran dosen dalam kegiatan ini menunjukkan hubungan dialektis antara dunia akademik dan praksis sosial mahasiswa. Dalam bahasa Durkheim, inilah bentuk moral community yang berperan menjaga keseimbangan antara intelektualitas dan kemanusiaan. Dukungan dan bimbingan dosen menegaskan bahwa pendidikan tidak berhenti di ruang kuliah, melainkan berlanjut di arena sosial tempat nilai-nilai diuji dalam tindakan nyata.

Kegiatan yang digelar di kawasan bersejarah Benteng Somba Opu pun memiliki makna simbolik yang mendalam. Jika dahulu tempat ini menjadi saksi perjuangan fisik para pahlawan, kini ia menjadi ruang perjuangan gagasan. Mahasiswa berjuang bukan dengan senjata, tetapi dengan ilmu dan kesadaran sosial. Mereka menegaskan bahwa perjuangan intelektual sama pentingnya dengan perjuangan politik atau ekonomi, karena keduanya menuntut keberanian untuk berpikir dan bertindak bagi kepentingan bersama.

Meneguhkan Komitmen Sosial Mahasiswa

Pada akhirnya, Upgrading dan Raker HMP Pendidikan Sosiologi FKIP Unismuh Makassar 2025 bukan sekadar kegiatan administratif, tetapi proses sosialisasi nilai yang melahirkan karakter kepemimpinan sosial. Dari sini lahir kesadaran bahwa tanggung jawab organisasi bukan hanya menyusun program kerja, melainkan menumbuhkan integritas dan empati sosial.

Seperti kata Peter L. Berger,

“Sociology is an invitation to see the world in a new way.”

Dan para pengurus HMP telah menerima undangan itu dengan penuh kesadaran. Mereka tidak hanya memahami teori, tetapi juga mempraktikkannya. Dari Benteng Somba Opu, semangat itu menyala, mengingatkan bahwa mahasiswa Sosiologi tidak cukup hanya mempelajari masyarakat, tetapi juga harus menjadi bagian dari perubahan sosial itu sendiri.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply