KHITTAH.CO- Situasi keumatan dan kebangsaan yang sangat kompleks dan sarat pertentangan saat ini menjadi beban berat sekaligus tanggungjawab organisasi Islam moderat. Dalam hal ini seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Demkian dikatakan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam pernyataan Persnya, Minggu (22/1/2017).
“Ada banyak situasi rumit seputar isu kebhinekaan, radikalisme, terorisme, intoleransi dan sejenisnya yang satu sama lain memiliki persepsi sendiri dan keadaannya tumbuh karena banyak faktor,” katanya.
Menurutnya saat ini masalah yang dihadapi bangsa Indonesia rumit dan sensitif. Dari kesenjangan sosial, TKA ilegal, korupsi, kenaikan harga-harga, hubungan Indonesia dengan luar yang menyentuh isu kedaulatan dan masalah krusial lainnya.
Berikut munculnya kasus penistaan agama, dimana satu pihak dengan pihak lainnya berhadapan posisi yang boleh jadi di belakangnya banyak kepentingan ekonomi politik dan lainnya.
Sikap dan pandangan cenderung ekstrim dalam paham keagamaan, kebangsaan dan kemanusiaan universal juga tumbuh bersamaan satu sama lain dan saling memperebutkan tafsir dan kepentingan.
Hal itu masih ditambah dengan agenda Pilkada serentak dengan segala situasi politik dan kepentingannya yang menambah eskalasi semakin panas, khususnya di DKI Jakarta.
Menurut Haedar, peristiwa 212 juga menjadi fase baru kapitalisasi pikiran dan kepentingan baik yang pro maupun kontra, yang memungkinkan bertautannya ranah keagamaan dan ekonomi politik serta lalulintas peran aktor yang beragam kepentingan.
“Bagi Muhammadiyah dan mungkin organisasi moderat lain masalah tersebut tidak sederhana. Akan selalu ada tarik-menarik posisi dan kepentingan. Muhammadiyah berusaha maksimal ikut menyelesaikan masalah keumatan dan kebangsaan yang rumit dan kompleks itu,” katanya.
Haedar menekankan bahwa Muhammadiyah tidak bisa hanya melihat dan menyelesaikan persoalan kompleks tersebut dari hilir dan secara instan. Muhammadiyah dan mungkin NU tentu tidak ingin harus cuci piring kotor, meski mulia dan tidak harus pilih-pilih peran.
Apabila dalam prosesnya tidak menggunakan peta jalan dan model penyelesaian secara komprehensif serta melibatkan seluruh komponen bangsa, termasuk dan lebih-lebih, pemerintah dan kekuatan politik.
Ia mengimbau, semua pihak bisa menahan diri dan bersama-sama mencari titik temu dengan dialog dan bertukar pikiran secara dewasa.
Sebab situasi belakangan sudah masuk taraf krusial dan berat. Antarkomponen bangsa cenderung berjarak, saling tuding, saling tidak percaya dan sampai batas tertentu saling unjuk kekuatan.
“Bangsa ini terlalu berat untuk ditanggung satu dua pihak. Bangsa ini juga tidak bisa dipertaruhkan dengan pikiran dan kepentingan jangka pendek. Maka mari berjeda untuk memikirkan jalan bersama demi keselamatan dan masa depan Indonesia,” jelas Haedar.
Dialog nasional yang bertahap dan berlapis, bisa menjadi langkah terbaik untuk menyelesaikan berbagai masalah besar bangsa saat ini.
Sumber : tribunnews.com