KHITTAH.CO, ENREKANG — Pentasyarufan paket sembako kepada Daraba (57) bapak Penghuni Gubuk Kecil dibelakang pasar Sentral Kabupaten Enrekang, Rabu, 18 Desember 2017 beberapa hari yang lalu.
Sungguh miris kehidupan Daraba (57), ia tinggal sendiri di sebuah gubuk berukuran 2×4 meter di Kelurahan Juppandang , Kecamatan Enrekang yang merupakan pusat perekonomian di Kabupaten Enrekang. Gubuk tersebut hanya berdinding kain dan terpal serta beralaskan karton bekas sebagai tempat tidurnya.
Jangankan kamar mandi, pintu di gubuk tersebut pun tidak ada. Di gubuk yang berbatasan langsung dengan sebuah Hotel di Kota Enrekang itu, Daraba tinggal seorang diri.
Sesuai penyampaiannya ke humas Lazismu Enrekang, bahwa sudah dua tahun hidup sendiri di gubuk reot yang ia dirikan di atas tanah bukan miliknya. Daraba sebenarnya memiliki istri dan tiga orang anak yang tinggal di sebuah rumah, sekitar 10 meter dari gubuknya itu.
Hanya saja rumah tersebut adalah milik keluarga mertuanya dan hubungannya dengan keluarga istrinya tak begitu baik. Sehingga Daraba tak diperkenankan untuk tinggal di rumah tersebut.
Meski begitu hubungannya dengan istrinya tetap berjalan baik. Istrinya kerap membawakan makanan kepadanya.
“Saya sudah dua tahun tinggal disini karena tak cocok dengan keluarga istri, karena di gubuk ini tak muat untuk keluarga saya jadi biar istri dan anak saya tinggal disana saya disini saja,” kata Daraba.
Daraba memiliki tiga orang anak yang semuanya sudah masuki usia sekolah, anak pertamanya, Muliana sudah kelas VI SD, kedua, Rifal kelas IV SD dan bungsu, Hardiansyah kelas satu SD.
Untuk kebutuhan sehari-hari dan membiayai sekolah anaknya, Daraba bekerja sebagai pemulung sampah di Kota Enrekang. Ia kerap berkeliling kota mencari sampah-sampah bekas untuk ditimbang dan dijual.
Sesekali Ia juga mengisi waktunya dengan bekerja sebagai buruh bangunan demi sekolah anaknya. “Saya kerja sebagai buruh bangunan dan juga pemulung, saya biasa pulang kerja sampai kalau sudah jam 1 malam,” ujarnya.
Tak banyak yang ia dapatkan dari pekerjaannya itu, hanya dapat penghasilan paling tinggi Rp 30 ribu per hari dan bahkan, tak ada hasil sama sekali. Sementara untuk kebutuhan makan sehari-hari, Daraba mengandalkan beras miskin (Raskin) bantuan dari pemerintah.
Itu pun Raskin, kata Daraba, harus dibeli Rp 25 ribu per 15 Kilogram (Kg) setiap bulannya. “Kalau bantuan saya hanya dapat bantuan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan beras Rastra,” ungkapnya.
Penyerahan bantuan tersebut, diserahkan langsung oleh Ketua Lazismu Enrekang Nurdin Rauf, ia berterima kasih kepada semua kalangan yang telah menyalurkan zakat, infaq dan sedekah melalui Lazismu sehingga bisa disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan, ujar Nurdin.(Rls)