
KHITTAH.CO, YOGYAKARTA – Ketua Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Fajar Junaedi mengecam teror pengiriman paket berisi kepala babi ke kantor media Tempo yang ditujukan kepada salah satu jurnalisnya. Fajar menganggap teror itu sebagai bagian dari upaya mengancam kemerdekaan pers sekaligus mencederai nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
“Media merupakan entitas yang penting sekaligus sebagai kekuatan keempat (fourth estate) untuk mengawal pelaksanaan demokrasi dalam sebuah negara. Oleh karena itu, kondisi-kondisi yang merepresi media termasuk jurnalis tidak bisa dilihat sebagai situasi yang insidental belaka; dan sangat tidak dibenarkan. Tindakan represi terhadap media, tidak hanya mengancam kemerdekaan pers namun juga mencederai demokrasi. Jika situasi ini dibiarkan terus maka akan menjadi preseden buruk tidak hanya bagi media namun juga seluruh bangsa Indonesia,” ujar Fajar dalam keterangan tertulis, yang merepresentasikan Prodi Ilmu Komunikasi UMY, Jumat, 22 Maret 2025.
Sikap itu, kata Fajar, sebagai wujud tanggung jawab akademis yang concern terhadap keberlangsungan demokrasi di Indonesia, termasuk juga media dan kebebasan berpendapat.
“Pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo adalah hal yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Hal tersebut adalah ancaman terbuka bagi media dalam melakukan aktivitas jurnalisme yang seharusnya bisa dilakukan dengan aman tanpa tekanan dari pihak manapun. Aktivitas jurnalistik dilindungi UU Pers No 40 tahun 1999 sehingga harus bebas dari teror dan intimidasi dari pihak manapun,” lanjut dia.
Selain itu, ia juga merasa resah lantaran ancaman terhadap jurnalis Tempo bukanlah hal baru. Beberapa waktu lalu, Hussein Abri Dongoran juga mendapatkan intimidasi dari orang yang tak dikenal. Intimidasi itu berupa pelemparan terhadap mobil Hussein hingga mengalami kerusakan pada bagian kaca.
Fajar juga menyitir data dari Aliansi Jurnalis Independen tentang jumlah wartawan yang mengalami kekerasan, baik fisik hingga non fisik.
“Data AJI juga menunjukkan bahwa kekerasan kepada wartawan sepanjang tahun 2024 tercatat 73 kasus mulai dari kekerasan fisik hingga non-fisik,” tutur dia.
Namun, ia menyayangka kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak pernah diusut tuntas dalam kerangka menegakkan keadilan dan demokrasi.
“Vakumnya intervensi pihak berwajib dalam penanganan kasus intimidasi kepada jurnalis sangat berpeluang membuat kasus serupa terjadi di masa mendatang,” kata dia.
Untuk itu, Fajar menyampaikan lima poin penting dalam menyikapi intimidasi dan teror terhadap media, khususnya Tempo.
Pertama, kata dia, Prodi Ilmu Komunikasi UMY mengutuk keras intimidasi yang dilakukan kepada redaksi Tempo, berupa pengiriman kepala babi yang secara khusus ditujukan kepada salah satu wartawan Tempo dan host siniar Bocor Alus Politik (BAP) Francisca Christy Rosana.
Kedua, menegaskan sikap bahwa Prodi Ilmu Komunikasi UMY bersama Tempo dan mendukung penuh aktivitas jurnalisme yang berpihak kepada kepentingan publik dan memberikan ruang kepada kelompok lemah untuk ‘bersuara’ melalui pemberitaan media.
Ketiga, menyerukan kepada pihak berwajib untuk lebih proaktif dalam menangani dan menuntaskan kasus-kasus intimidasi kepada media serta jurnalis agar ruang aman bagi jurnalisme Indonesia tercipta sepenuhnya.
Keempat, mendukung media untuk senantiasa melakukan kerja jurnalistik yang independen, objektif dan profesional sebagai wujud pilar keempat demokrasi dengan terus melakukan pengawasan kepada lembaga eksekutif, yudikatif dan legislatif melalui pemberitaan.
Kelima, mengajak masyarakat untuk terus mendukung dan mengkonsumsi karya jurnalistik berkualitas demi menciptakan suasana bisnis media yang kompetitif, sehat dan berpihak pada kepentingan publik termasuk kelompok marginal dan rentan serta upaya-upaya penegakan demokrasi.
“Ini merupakan bentuk tanggung-jawab moral dan akademis kami atas kesadaran pentingnya menjaga media yang bebas dari tekanan. Bangsa ini, dengan berbagai krisis dan gelombang protes yang ditujukan kepada elit politik, membutuhkan media yang dapat menyuarakan aspirasi publik serta memberikan tekanan kepada penguasa agar sesuai dengan prinsip demokrasi yang mengutamakan check and balance, menghargai kebebasan berpendapat dan akal sehat. Media adalah salah satu medium bagi publik untuk mendapatkan informasi dan ruang diskursus yang penting agar akal sehat itu terus terjaga. Dengan demikian merawat media tetap independen dan objektif adalah tugas kita semua,” tandas Fajar.
Dewan Pers Minta Polisi Usut Otak Dibalik ‘Teror Kepala Babi’
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menegaskan sikapnya mengutuk keras, dan menyebut ‘Paket Kepala Babi’ yang dikirimkan kepada jurnalis Tempo merupakan wujud nyata teror dan ancaman kemerdekaan pers.
Ia juga menyebut hal itu sebagai bentuk kekerasan dan premanisme. Padahal, kata Ninik, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud berdaulat rakyat yang dijamin dalam pasal 2 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Meskipun, Ninik tak menampik bahwa wartawan dan media massa bisa saja melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas. Tetapi, menanggapinya dengan teror adalah perbuatan yang tidak berperikemanusiaan.
“Tindakan itu sekaligus melanggar hak asasi manusia memperoleh informasi,” ujar Ninik di Gedung Dewan Pers, Jumat, 21 Maret 2025.
Ia juga meminta kepada pihak-pihak yang keberatan dengan produk jurnalistik agar menempuh hak jawab. Hal itu, kata dia, telah diatur dalam UU Pers serta kode etik jurnalistik.
Sementara, untuk mengantisipasi teror serupa berulang, Ninik meminta pihak kepolisian mengusut tuntas dalang teror itu. Bagi dia, jika teror seperti itu tak dituntaskan, ada potensi hal serupa berulang, dan bisa menyasar media lain.
Hal itu, untuk menjamin kebebasan para jurnalis dan media menyajikan informasi secara utuh kepada masyarakat. “Dengan tetap mempertimbangkan keamanan yah,” tegas Ninik.
Pesan Teror Kepala Babi
Dosen antropologi Universitas Indonesia, Geger Riyanto menjelaskan teror yang menggunakan bangkai hewan atau potongan organ hewan memiliki pesan ‘berhenti melawan atau berhenti berbicara kritis’.
Jika terus melakukan aktivitas serupa, dan mengancam kepentingan pihak yang mengirim teror maka “hal buruk bisa terjadi kepada kamu, kira-kira begitu pesannya,” tutur Geger.
“Karena kepala babi itu kan hal yang sangat negatif dan mengarah ke hal-hal buruk,” imbuh dia.
Soal penggunaan kepala babi, Geger menyebutnya sebagai pola universal. “enggak sulit untuk mendapatkan kepala hewan begitu tinggal dicari di pasar,” kata dia.
Khusus teror kepala babi kepada jurnalis Tempo, Geger menyebutnya sebagai intimidasi kebebasan pers agar tak lagi mengkritisi hal-hal keliru di negeri ini.