KHITTAH.co, Makassar – Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar Sam’un Mukramin mengutuk keras tindakan yang dilakukan oknum polisi yang mengejar mahasiswa ke dalam masjid menggunakan sepatu dan helm, serta membawa tongkat dan tameng. Video kejadian itu beredar di grup-grup WA. Pernyatan itu ditegaskan Sam’un, Selasa malam (24/9/2019).
“Sebagai orang Islam, emosi keberagamaan saya terusik. Masjid merupakan tempat ibadah umat Islam, simbol eksistensi kekuatan Islam,” tegas dosen Pendidikan Sosiologi Unismuh Makassar itu.
“Sangat disayangkan jika ada seseorang, apalagi penganut agama Islam sendiri, yang masuk masjid tidak menjaga adab-adab Islam.
Bayangkan tempat suci orang beribadah, diinjak menggunakan sepatu yang mungkin bernajis. Sungguh biadab,” kata mubalig muda Muhammadiyah ini.
Apalagi, lanjut Sam’un, oknum polisi tersebut diduga melakukan pemukulan dalam masjid. “Terasa sekali, oknum polisi yang tampak dalam video tak menunjukkan rasa hormat terhadap masjid. Saya anggap ini pelecehan agama,” tambah kandidat Doktor Sosiologi Universitas Padjajaran ini.
Dalam Islam, kata Sam’un, bahkan dalam suasana perang pun, kita tetap diminta untuk tetap menghargai rumah ibadah, termasuk milik umat agama lain.
“Dalam peperangan, umat Islam dillarang menebang pohon atau merusak tanaman, menghancurkan bangunan, membunuh anak kecil, perempuan, orang tua, rahib dan pendeta yang sibuk ibadah di tempat ibadahnya. Apalagi ini konteksnya bukan suasana perang,” sambungnya.
Menurut Sam’un, tindakan oknum Polisi juga menunjukkan lemahnya penghayatan terhadap Pancasila. “Sila Ketuhanan yang Maha Esa itu poin pertama dari Pancasila. Jadi kalau ada aparat tidak menghormati nilai-nilai agama, patut diragukan pancasilanya,” katanya.
Sam’un mendesak pihak Polda betul-betul mengusut oknum tersebut. “Jika tidak diusut dan ditindak secepatnya, saya khawatir akan memicu ketersinggungan umat Islam,” katanya.
Dosen Unismuh ini yakin Kapolda baru akan segera menindak oknum anggota polisi tersebut, sebab Irjen Pol Mas Guntur Laupe adalah putra Sulsel yang memahami betul budaya Bugis Makassar.
“Bagi orang Bugis-Makassar, Islam adalah identitas yang melekat dalam budaya kita. Menistanya berarti mengusik siri’ atau harga diri kita,” kata Sam’un.
“Jika Pak Kapolda tak sanggup menuntaskan kasus ini secepatnya, mungkin sebaiknya beliau mundur, dan diganti dengan sosok yang lebih peka terhadap kultur Sulsel,” tutup pengurus Muhammadiyah Cabang Jongaya ini.