Oleh: Agusliadi Massere*
KHITTAH.CO, – Sains dengan rasionalitas sebagai wilayah dominasinya, telah mengantarkan kehidupan manusia semakin modern. Adalah Haqqul Yaqin sebagaimana artikelnya yang terbit di Jurnal Maarif (Vol. 15 No. 1-Juni 2020., Hal.153-167), menegaskan bahwa rasionalitas yang dimaksud adalah “rasionalitas ilmiah-teknologis yang mencirikan efesiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuannya”.
Membaca judul di atas—apalagi jika yang membaca adalah saintis yang tidak pernah menyentuh dan mendalami Al-Qur’an—kemungkinan akan menilai bahwa, saya ngawur, keliru dan gegabah membuat/menentukan judul. Apalagi sekelas Richard Dawkins, penganut materialisme ilmiah yang disebut juga saintisme (dalam Wa Ode Zainab Zilullah Toresano, 2020) telah tegas menyatakan bahwa “agama tidak sejalan dengan sains”. Dawkins menyebut agama, berarti termasuk Islam, dan tentunya Al-Qur’an sebagai bagian integral agama Islam menjadi bagian yang dipandang bertentangan. Ini logika sederhana saya.
Judul ini, saya terinspirasi setelah membaca buku Benarkah Adam Manusia Pertama? karya Ir. Agus Haryo Sudarmojo. Salah satunya kesimpulan Ir. Agus dalam buku karyanya tersebut “Al-Qur’an selalu selangkah di depan sains”.
Membaca beberapa buku, di antaranya buku Nalar Ayat-Ayat Semesta karya Agus Purwanto, D.Sc., buku Miracle of The Qur’an karya Caner Taslaman, dan buku Islamic Character Building karya Dr. Asep Zainal Ausop, M.Ag., serta beberapa artikel yang terbit dalam Jurnal Maarif, Saya sampai pada kesimpulan dan sepakat dengan kesimpulan Ir. Agus tersebut. Secanggih apa pun sains sebagai hasil temuan pemikiran manusia bebereapa abad terakhir hingga kini, kebenarannya terverifikasi dan/ata sudah diramalkan sebelumnya dalam Al-Qur’an sejak abad tujuh masehi, atau 14 abad yang lalu. Dan tidak sedikit hasil temuan sains memang sumber inspirasi adalah dari Al-Qur’an, yang oleh Agus Purwanto menyebutnya “ayat-ayat semesta”.
Saya sebagai penulis merasa, bahwa tema ini penting untuk dibahas, apalagi—biasanya mulai hari ketujuh belas bulan Ramadan, umat Islam sudah ramai memeringati nuzulul Qur’an. Selain itu dan yang paling utama, saya ingin memberikan sedikit atau mungkin setetes pencerdasan, pencerahan, dan penyadaran, karena masih banyak yang belum memercayai kebenaran isi al-Qur’an. Apalagi jika ada yang menilai Al-Qur’an itu buatan Muhammad saw, bukan dari Allah swt. Allah telah menegaskan melalui firman-Nya QS. Al-Baqarah [2]: 2 “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa”.
Adalah Dr. Asep menegasakan “Al-Qur’an adalah firman Allah. Firman Allah terbagi dua macam, yakni kalam maknawi dan kalam lafdzi. Kalam maknawi ialah firman Allah yang bersifat makna-makna atau simbol-simbol yang bisa beragam bentuk, kadang-kadang seperti suara gerincing lonceng. Sementara Al-Qur’an sebagai kalam lafdzi adalah Al-Qur’an yang berbahasa Arab”.
Al-Qur’an yang diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari, kebenarannya bisa diuji dan telah teruji. Tidak sedikit para saintis yang telah mampu membuktikan, dan bahkan ada beberapa yang masuk Islam, setelah menemukan solusi/jawaban dari Al-Qur’an atas persoalan yang dikaji dan ditelitinya secara saintifik. Dr. Asep menjelaskan dua metode menguji Al-Qur’an yaitu “verifikasi” dan “falsifikasi”.
Jika pembaca buku-buku yang saya sebutkan di atas, di antaranya buku karya Agus Puwanto, dan buku karya Taslaman, seorang penulis buku Bestseller di Turki terutama tema-tema Filsafat Sains dan Sosiologi Agama, pembaca akan menemukan atau mampu membukti secara verifikatif kebenaran Al-Qur’an relasinya temuan sains.
Baik oleh Taslaman maupun oleh Dr. Asep telah mampu menguraikan ramalan Al-Qur’an terkait kemenangan Romawi, bahkan berdasarkan rentang waktu dan lokasi peristiwanya, yang tepat sesuai dengan ramalah Al-Qur’an. Ramalan kemenangan Romawi telah ditegaskan dalam QS. Ar-Rum [30]: 2-4 “Bangsa Romawi telah dikalahkan, di negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan setelah (mereka menang). Dan pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman”.
Ayat yang meramalkan kemenangan Romawi di atas telah terbukti. Bahkan bagi Taslaman ungkapan “bidh’I sinin” dari ayat 4 merujuk pada angka antara tiga sampai Sembilan. Dan sungguh maha benar firman Allah, Romawi (Bizantium) menang atas Persia di suatu tempat dekat reruntuhan Nineveh pada tahun 627 M, sekitar 9 tahun setelah turunnya ayat berisi ramalan itu.
Al-Qur’an yang bukan hanya berisi tentang informasi mengenai sejarah, perintah dan larangan sebuah pedoman hidup manusia menuju surga, ternyata jika kita mau jujur mengakui bisa pulang dipandang sebagai kitab sains. Menurut Agus Purwanto ada kurang lebih 800 ayat yang merupakan ayat-ayat kauniyah. Dari Agus Purwanto, saya memahami ayat-ayat kauniyah ini penting untuk menggugah kesadaran mengenai pentingnya penguasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hanya saja, menurut Agus Purwanto, ayat-ayat kauniyah ini seringkali dilupakan oleh para ulama dan umat Islam. Padahal, ketika ayat-ayat ini diangkat ke permukaan , bukan hanya umat Islam yang terkesima, kalangan di luar Islam pun menunjukkan ketertarikannya.
Dari buku Taslaman saja, yang terdiri dari 70 Bab, beberapa keajaiban matematis, 50 poin Keajaiban Matematis dalam Konkordansi Leksikal (KMKL), dan beberapa keajaiban-keajaiban lainnya, telah mengungkap dan membuktikan kebenaran Al-Qur’an dan terkonfirmasi atas temuan-temuan sains.
Tentu saja, saya selaku penulis tidak bisa menampilkan semua apa yang diuraikan oleh Taslaman, tetapi penting untuk menyampaikan beberapa poin yang saya pilih secara acak.
Sulitnya Mendaki Langit
Pada saat Al-Qur’an diturunkan, 14 abad yang lalu, dari sejumlah ayat-ayatnya ada satu yang menggambarkan fenomena langit atau keadaan betapa sulit mencapai langit termasuk dalam hal ini atmosfer bumi. Padaha pada saati itu belum ada teknologi canggih yang mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Firman Allah dalam QS. An’am [6]: 25 “Dan barang siapa dikehendakinya menjadi sesat. Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit”. Allah telah menggunakan perumpaan atau pengandaikan dada yang sempit dan sesak itu, seperti atau seakan-akan mendaki ke langit.
Torricelli baru pada tahun 1643—10 abad setelah ayat di atas turunkan oleh Allah—menemukan termometer raksasa. Terricelli membuktikan bahwa memang atmosfer memiliki tekanan. Dengan menggunakan sains dan teknologi, telah diketahui bahwa pada ketinggian 3.000 s/d 5.000 meter, tekanan darang meningkat dan sulit untuk bernapas. Pada ketinggian 7.500, jaringa ntubuh amat sangat membutuhkan oksigen. Di atas ketinggian ini, orang akna pingsan; sirkulasi darah, sistem respirasi (pernapasan), dan saraf mulai macet.
Rasulullah Muhammad saw, selaku sosok manusia mulia yang menerima ayat demi ayat Al-Qur’an, sejak 17 abad yang lalu, atau 10 abad sebelum Terricelli menemukan teknologi untuk mengukur tekanan khusus di atmosfer, telah mengetahui, seperti apa sesaknya napas jika berada pada ketinggian ata di langit. Padahal pada saat itu, Rasulullah sendiri belum punya alat canggih seperti hari ini.
Bukti dan Tahapan Perkembangan Embrio
Allah berfirman dalam QS. Al-Mu’minun [23]: 13-14 “Kemudian kami menjadikan air manis (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh. Kemudian air mani itu kami jadikan Sesutu yang melakat”. Kata “Alaq” dalam ayat tersebut dimaknai sebagai “embrio”. Nanti abad 17 sampai 18, ribuan tahun setelah Al-Qur’an atau ayat diturunkan barulah kemudian ditemukan beberapa teknologi dan dirumuskan ilmu embriologi modern. Dan atas kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan ini, membuktikan bahwa ayat itu benar. Mengapa bisa mengandung kebenaran se dahsyat itu, padahala pada zaman Rasulullah belum ditemukan teknologi dan ilmu embriologi? Jawabannya, singkatnya bahwa inilah bukti bahwa Al-Qur’an berasal dari Allah, bukan buatan manusia atau Rasulullah. Dan Allahlah sang pencipta seluruh alam semesta, mengetahui segalanya, dan sumber pengetahuan manusia.
Identitas pada Ujung Jari
Allah berfirman dalam QS. Al-Qiyamah [75]: 3-4 “Apakah manusia mengira bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? (Bahkan) Kami mampu menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna”. Taslaman menegaskan berdasarkan ayat ini, “pada masa Rasulullah sampai pada abad 19, sidik jari belum banyak manfaatnya bagi manusia”.
Nanti setelah Genn Ginsen, seorang berkebangsaan Inggris, pad tahun 1856 menemukan, bahwa pola garis di ujung jari mansia adalahsesuaut yang unik bagi individu tersebut. Belakangan pola garis di ujung jari ini berfungsi sebagai kartu identitas seseorang untuk membantu polisi menemukan pelaku kejahatan. Ditegaskan pula “Luka bakar, cedera, atau perubahan pada klit karena pertambahan usia tidak dapat mengubah sidi jari ini”.
Hal di atas, tiga contoh saja sudah luar biasa, apalagi ketika pembaca selain membaca tulisan ini, juga membaca buku karya Taslaman akan ditemukan bukti-bukti kebenaran Al-Qur’an tersebut. Dan akan semakin dahsyat jika membaca pula buku karya Agus Purwanto. Ada kurang lebih 800 ayat yang berbicar terkait ayat kauniyah, yang tentunya akan membuktikan kebenaran Al-Qur’an berdasarkan pendekatan sains sekalipun.
Jadi sudah terbukti dan tidak keliru, ketika disimpulkan bahwa Al-Qur’an selalu selangkah di depan sains. Artinya ungkapan kebenaran yang ada di alam semesta, jauh sebelum hadirnya teknologi sains atau ilmu modern maupun kontemporer, Al-Qur’an lebih awal telah menjelaskannya. Minimal, inilah makna sederhana dari judul dan substansi tulisan ini. Meskipun disadari bahwa kemajuan dan kedahsyatan sainslah yang telah berhasil membuktikan kebenaran-kebenaran tersebut.
*Mantan Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Bantaeng. Komisioner KPU Kabupaten Banteang Periode 2018-2023