KHITTAH.CO, MAKASSAR – Salah satu tim perumus Risalah Islam Berkemajuan (RIB), Hasnan Bachtiar, menceritakan latar belakang kelahiran RIB sebagai bentuk ijtihad kolektif Muhammadiyah dalam mewujudkan kemaslahatan manusia sepanjang masa. Hal itu disampaikan pada peringatan Milad ke 111 tahun Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulsel
Peringatan Milad Muhammadiyah itu bertajuk Muhammadiyah Studies Talk membahas buku Risalah Islam Berkemajuan yang dilaksanakan secara daring melalui aplikasi zoom pada Senin, 27 November 2023.
Hasnan, memaparkan RIB merupakan satu aset pengetahuan yang sangat penting bagi kelanjutan peradaban manusia. Bukan sekedar kumpulan jejak persyarikatan yang mencakup konsep-konsep utama dari berbagai dokumen resmi, RIB juga memuat paradigma berpikir Muhammadiyah dalam menyelesaikan masalah serta pembaharuan atas praktek cara beragama keliru.
“Nah intiya risalah ini mengandung konsep primer Muhammadiyah yang berpotensi melahirkan berbagai terobosan pemikiran yang memberikan jalan bagi penyelesaian masalah kekinian, sekaligus menunjukkan arah dan gambaran gerakan Muhammadiyah,” terang Hasnan
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menerangkan, lahirnya konsep tersebut melibatkan berbagai tokoh penting Muhammadiyah yang tergabung dalam tim perumus RIB, diantaranya, Abdul Mukti, Syamsul Arifin, Tabroni, Bambang Cipto, Pradana Boy, Subhan Setowara, dan Hanafi Mutohir, bersama-sama merancang naskah awal RIB.
Selain itu, prosesnya melalui tahap uji kelayakan oleh panelis yang terdiri dari ahli dan profesor seperti Haedar Nasir, Nurjannah, Abdul Mukti, Ahmad Najib Burhani, dan Sitti Ruhaya. Disamping itu juga melewati tahap revisi dan editing secara maraton sebelum dokumen tersebut dipresentasikan pada Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Solo, Surakarta.
Latar belakang kepustakaan lahirnya risalah ini juga atas sumbangsi Universitas Muhammadiyah Malang, Prof. Fauzan, Prof. Nazaruddin Malik, dan Prof. Syamsul Arifin yang memfasilitasi berbagai proses seperti diskusi dan review intensif.
Terlepas dari keterlibatan pihak yang mempengaruhi konsep RIB, dari segi substansi risalah ini menekankan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan dakwah, tajdid, ilmu, dan amal, yang bertujuan untuk melayani umat, bangsa, dan kemanusiaan secara universal. Adapun ruh dari risalah tersebut yakni memberikan rasa optimisme bahwa segala persoalan dapat diselesaikan dengan pendekatan RIB, yang mengajak umat Islam untuk lebih cerdas, teliti, dan cermat dalam menangani masalah.
“Dalam menangani masalah Al-Quran menyarankan agar kita berkolaborasi, jadi kompetisi bukan lagi penting dalam fastabiqul khairat tapi dalam hal ini, ta’awun, berkolaborasi dengan cara baik dan terbaik, bijaksana dalam menyukseskan suatu gerakan kebajikan,” tukasnya.
Secara konkrit risalah ini diperhadapkan pada isu-isu strategis yang sedang dihadapi umat, bangsa Indonesia dan kemanusiaan universal. Dalam konteks keumatan, memprioritaskan lima isu krusial yang menjadi prioritas Muhammadiyah, termasuk fenomena rezimintasi paham keagamaan, pembangunan kesalehan digital, penguatan persatuan umat, reformasi tata kelola filantropi Islam, dan memperkokoh praktik keagamaan yang mencerahkan, autentisitas wasathiyah Islam dan spiritualitas generasi milenial.
Sementara itu, dalam konteks kebangsaan, memperkuat ketahanan keluarga, reformasi sistem pemilu, suksesi kepemimpinan 2024, evaluasi deradikalisasi, memperkuat keadilan hukum, penataan ruang publik yang inklusif dan adil, memperkuat regulasi sistem resiliensi bencana, antisipasi aging population, memperkuat integrasi nasional, ekonomi berkeadilan sosial, kemanusiaan universal,
Baru-baru ini Muhammadiyah telah menunjukkan implementasi konkrit terhadap isu suksesi kepemimpinan 2024 menjadi fokus. Muhammadiyah menggelar uji publik para calon presiden di berbagai universitas Muhammadiyah sebagai bagian dari penilaian atas gagasan mereka tentang bangsa dan negara serta keberpihakan pada kepentingan rakyat.
Dalam ranah kemanusiaan universal, Muhammadiyah berfokus pada empat isu strategis membangun tata dunia yang damai dan berkeadilan, regulasi dampak perubahan iklim, mengatasi kesenjangan antar-negara, menguatnya xenophobia.
Muhammadiyah baru-baru ini juga telah terlibat dalam berbagai aksi kemanusiaan, termasuk upaya penyelesaian konflik di Gaza dan Palestina. Muhammadiyah mendukung perdamaian di wilayah tersebut melalui doa, bantuan logistik, dan lobby tingkat tinggi kepada pimpinan nasional maupun internasional.
Adapun modal dalam merespon isu strategi itu kata Hasnan, yakni basis pemikiran keagamaan yang dimiliki, karena Muhammadiyah meyakini, bahwa keberanian dan kerja keras dalam menyelesaikan masalah adalah bagian dari penguatan keimanan.
Sementara modal lain yang sangat mendukung adalah Muhammadiyah berpijak pada inspirasi langit, bersumber pada kitab suci dan tradisi kenabian yakni merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Lalu segala potensi dari keduanya itu. Muhammadiyah membangun nalar kebahasaan, yakni refleksi kritis dan filosofis burhani dan kejernihan batin irfani sebagai pendekatan dalam mendengar petunjuk Ilahi.
Hal itu sekaligus, memahami segala fenomena yang terjadi, tentu secara konseptual dan aplikatif dalam membaca kitab suci. Memahami apa yang terjadi dan berupaya menyelesaikan masalah, Muhammadiyah memanfaatkan berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu keislaman, ilmu seni, humaniora, ilmu sosial, kalam, sains dan teknologi yang diramu baik secara aplikatif maupun kolaboratif atau dengan kata lain multidisipliner, interdisipliner, transdisipliner yang dikenal sebagai ijtihad kolektif, kolaboratif dan lintas bidang keilmuan.
“Nah modal ini diperkuat dengan pandangan keagamaan yang moderat atau wasthiyah dan senantiasa berorientasi mewujudkan peradaban kemanusiaan yang luhur,” jelasnya.
Melalui RIB Muhammadiyah menekankan cara beragama yang moderat, menjaga keadaban, serta mewujudkan peradaban kemanusiaan yang luhur. Organisasi ini menegaskan komitmennya untuk perdamaian, moderasi, dan nilai-nilai kemanusiaan, mengambil sikap netral dari ideologi yang ekstrem yang merugikan martabat kemanusiaan.
Pendiri sekaligus Ketua Pertama Pimpinan Cabang Istimewa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PCI IMM) Australia memaparkan sebagai warga Muhammadiyah harus berupaya mengerahkan segala kemampuan tetap tengah, tidak condong ekstrim pada ideologi yang cenderung ke kiri ke kanan, liberal, konservatif dan lain sebagainya, yang cenderung merusak dan tidak menjunjung martabat kemanusiaan.
Risalah Islam Berkemajuan, hadir untuk memberikan panduan bagi kemaslahatan manusia yang lebih baik, tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk masa depan yang terus berkelanjutan.
“Semoga risalah ini memberikan panduan yang jelas bagi gerakan Muhammadiyah dalam mencapai visi dan misi luhurnya demi kemajuan dan kesejahteraan manusia sepanjang zaman,” tutupnya.(*)