Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Bersiul dalam Badai

×

Bersiul dalam Badai

Share this article

Oleh: Ratna Pangastuti*

“ Setiap Ujian yang Allah kirim pasti ada hikmahnya, semakin Allah sayang kepada seorang hamba semakin kuat ujian yang ditimpakannya. Sebuah permata tak akan berkilau tanpa proses gesekan, pun demikian manusia tidak sempurna imannya tanpa ujian”.

Hidup tidak pernah lepas dari namanya permasalahan, apapun itu baik ringan, sedang, maupun berat. Dunia ini adalah ladang kehidupan dan tempat singgah sementara namun sebagian besar manusia terlena menganggap dunia ini akhir dari segalanya. Semua manusia di dunia ini pasti diuji dengan berbagai permasalahan hidup yang harus dihadapi tanpa memandang status dan sebagainya.

Hal tersebut di atas telah menjadi sunatullah dalam hidup ini sebagai indikator Tuhan untuk memilih hamba yang benar-benar terpilih. Kembali kita tengok firmanNya dalam QS. Al- Ankabut:2, *Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” Selanjutnya,”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, sedangkan belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang  terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah itu amat dekat.”QS. Al-Baqarah: 214.

Setidaknya dua firman sebagai pembuka, bisa dijadikan pegangan untuk tegar menghadapi dan menjalani segala permasalahan hidup. Ada dua jenis soal ujian yaitu yang  menyenangkan dan menyedihkan. Pada umumnya, orang pasti  akan memilih  kesenangan. Dalam kesenangan itu sebenarnya terdapat misi Tuhan terhadap hambanya pertama memang sebagai karunia nikmat, kedua sebagai ujian apakah mereka pandai bersyukur atau lalai, dan ketiga istidraj.

Sebagai mukmin kita perlu waspada dan selalu berusaha untu pandai bersyukur dalam kondisi apapun. Untuk ujian hidup jenis ini kebanyakan manusia lulus karena menyenangkan.  Sebaliknya ujian yang kedua yang jarang orang lulus adalah ujian menyedihkan yang selalu dibarengi dengan sabar,namun jika mampu melalui hal tersebut balasannya lebih besar. Demikian pula, masih banyak orang yang belum mampu memaknai dalam dan besarnya cinta Tuhan melalui soal ujian ini.

Dalam duka dan luka serta kesedihan yang dirasakan manusia, sebenarnya terdapat energi cinta Tuhan untuk menarik hamba-Nya  untuk lebih dekat kepada-Nya. Bukan malah putus asa dan mengeluh bahkan mengumpat. Kenapa demikian? Karena kondisi menyedihkan adalah kondisi dimana harapan, angan-angan, cita-cita, keinginan, hasrat, hawa dan sebagaimanya tidak  sesuai dengan realita yang dihadapinya. Hanya iman yang terlatihlah yang mampu menangkap dan membaca pesan Tuhan tersebut dengan  terus sabar bahkan besyukur kala badai menyerangnya.

Berapa banyak manusia yang akhirnya sukses melewati ujian kesedihan akhirnya derajat tinggi yang  diperoleh  dari Tuhan sebagai balasannya. Banyak juga lahir manusia tangguh pada saat badai menerpanya dengan tetap sabar dan syukur. Mengolah mindset dan hatinya bahwa derita, sedih, badai itu merupakan anugerah nikmat dari Tuhan yang terus disyukurinya hingga tak mampu lagi membedakan antara sedih dan senang. Baginya kedua kutub tersebut telah melebur dalam satu nama cinta dari Tuhan yang berbalut syukur.

Tidak sedikit juga manusia yang ketika ditimpakan badai kepadanya maka dia akan berontak, tidak terima terutama jika tiba-tiba mendapatkan kesalahan yang nyaris tidak diperbuatnya. Pasti tidak diterima dan jarang yang langsung menerimanya dengan lapang dada dan syukur. Padahal bisa jadi dalam sikap tidak menerima terhadap keadaan ini merupakan wujud penyelamatan Tuhan terhadap hamba-Nya yang akan berujung kemudaratan jika diteruskan, atau  wujud Tuhan memberikan hadiah besar melebihi doa yang dimintanya.

Sekilas jika kita tadaburi kembali kisah Nabi Yusuf yang difitnah hingga beliau di penjara. Pada tataran manusia hal tersebut tidak adil dan menyedihkan bagi Yusuf. Namun ternyata dibalik jeruji itu Tuhan telah menyiapkan satu kado besar yang mengantarkan Yusuf menduduki posisi sebagai Perdana Menteri hingga bisa bertemu saudarnya Bunyamin. dan doa ayahnya Nabi Ayub a.s akhirnya bisa bertemu Yusuf dengan keadaan yang membahagiakan.

Kisah nyata yang lainnya adalah, ada seorang yang diangkat menjadi salah satu pejabat negara di pusat,  singkat cerita ketika akan dilakukan pelantihan dan semua persiapan sudah siap untuk selanjutnya berangkat ke jakarta, tiba-tiba dikirimkanlah surat keputusan baru yang intinya mengganti namanya dengan nama baru. secara manusiawi pastilah kecewa, marah, malu dan sebagainya namun akhirnya mampu coolingdown dengan  terus istirja`, istrighfar,dan syukur akhirnya mampu tenang kembali.

Selang beberapa waktu  terdengar kabar bahwa ada pemeriksaan dari KPK oleh pajabat baru dan hal itu berujung pada tidak baik. Andai Tuhan tidak men-stop-kan dan menyelamatkannya dengan penggagalan tesebut bisa jadi dia yang akan menghadapi masalah besar. Begitulah terkadang cara Tuhan dalam mencintai dan menyelamatkan hambaNya yang sering dikemas dengan sedih,kecewa, dan marah, padahal jiwa sabar maka besar hadiah yang diterimanya.

Kita coba buka kembali lembaran sejarah terkait sekilas dari kisah  Kartini yang mampu bersiul dalam badai pingitan yang dialaminya hingga lahir karya fenomenal sastra “Habis Gelap Terbitlah Terang” merupakan kumpulan siulan-siulan Kartini berupa surat-surat yang dikirim kepada sahabatnya Stella Zhehandellar di Belanda. Pada akhirnnya cerita tersebut mampu menembus  adat norma-pingit terhadap wanita hingga wanita mendapatkan kesempatan untuk belajar dan mengaktualisasikan diri sesuai kondratnya.

Selain itu berapa banyak tokoh nasional kita yang melahirkan maha karya melegenda dalam himpitan badai yang menimpanya. Banyak kisah sedih lainnya, misalnya kisah romantis “cinta”  yang tertolak hingga akhirnya berujung duka nestapa. Namun sesungguhnya dibalik penolakan itu pasti ada rahasia lain yang lebih bagus dan selamat menurut Tuhan.

Jika Tuhan permisif terhadap tindakan tersebut bisa jadi akan lebih terjerumus dalam hal negatif dan menyebabkan tertutup rahmat-Nya. Justru terkadang ketika dikucilkan manusia dan itu bukan karena sebuah kesalahan maka jangan bersedih tetap sabar. Senantiasa bersyukur, perbanyak istighfar dan sholawat karena itulah cara Tuhan menyelamatkan diri dari hal-hal tidak baik yang akan diketahui dibelakang masa, minimal ghibah dan hal lainnya yang sejenis.

Inti dari sekelumit kisah di atas adalah, jangan kita mudah  mengeluh terhadap segala keadaan yang  dihadapi. Ketika kita mampu melatih diri dengan  terus bersyukur terutama ketika badai menimpa dengan  terus memaksa diri mengucap alhamdulillah dan sholawat. Yakinlah bahwa badai tak selamanya ada dan  pasti  berlalu hingga pelangi kehidupan dan cerahnya sinar mentari  akan menyapa dan menemani kita kembali. Kita akan terlahir menjadi manusia yang  lebih tangguh, tawadu’ dan bijaksana, dewasa dalam memutuskan dan memandang segala permasalahan dengan berbagai perspektif secara kontekstual dan tekstual. bismillah yuk bersama fastabiqul khoirot dan melatih untuk selalu bersiul dalam badai

 

* Penulis dan Dosen Tetap Anak Usia Dini di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply