Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Dr. H. Usman Jasad: Antara Ibadah, Akademik, dan Dunia Politik

×

Dr. H. Usman Jasad: Antara Ibadah, Akademik, dan Dunia Politik

Share this article

Sejak kembali dari Australia, dalam beberapa semester terakhir saya dipercaya membawakan mata kuliah “Penulisan Kreatif” di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, termasuk di Jurusan Jurnalistik dan Jurusan Ilmu Komunikasi. Salah satu tema penting dalam mata kuliah ini adalah penulisan obituari. Obituari adalah bentuk penghormatan untuk mengenang seseorang yang telah meninggal dunia dengan menuliskan kisah hidup, nilai-nilai, dan pencapaiannya.

Tulisan bukan sekadar catatan kehilangan, tetapi juga upaya melestarikan warisan dan memberikan inspirasi kepada yang ditinggalkan. Dalam Islam, kematian dipandang sebagai takdir Allah, transisi menuju kehidupan akhirat. Amal perbuatan dan ibadahnya selama hidup menjadi penentu nasib. Oleh itu, mengingat kematian dianjurkan agar hidup diisi dengan amal saleh dan persiapan untuk kehidupan kekal.

Kematian adalah fase yang tak terhindarkan dan merupakan bagian dari takdir yang telah digariskan oleh Allah. Setiap jiwa pasti akan merasakannya. “Kullu nafsin za’iqatul mawt”. Umat Muslim diajarkan untuk selalu siap menghadapi kematian dengan sikap tawakal dan ikhlas. Jangan jadikan kematian sebagai akhir dari segalanya, melainkan awal dari kehidupan yang lebih kekal.

Kematian menjadi pintu gerbang untuk kembali kepada Sang Pencipta, dengan amal perbuatan kita yang akan menentukan tempat kita di kehidupan yang abadi. Oleh itu, menghargai dan mengenang orang yang telah meninggal, menjadi cara terbaik untuk mengingatkan diri kita akan takdir tersebut, serta merupakan kesempatan untuk memperbaiki diri dan meresapi nilai-nilai hidup ini.

Dalam perspektif ilmu komunikasi, kematian adalah transisi yang memutus komunikasi fisik, tetapi memiliki pesan dan simbol yang penting. Narasi, simbol, dan ritual membantu kita memahami kehilangan dan menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Kematian menjadi akhir biologis, namun awal warisan simbolis yang terus dikenang melalui ingatan dan pesan yang ditinggalkan.

Hal ini terlihat dalam berbagai bentuk ritual kematian yang berkembang dalam masyarakat, yang tidak hanya sebagai bentuk penghormatan, tetapi juga sebagai cara untuk menjaga ikatan sosial dan budaya. Misalnya, dalam budaya Islam, proses pemakaman diikuti dengan doa bersama untuk almarhum, yang tidak hanya menjadi momen untuk mengenang, tetapi juga sebagai bentuk komunikasi batin dengan yang telah tiada.

Mengingat kematian dalam ilmu komunikasi mencakup kesadaran akan dunia yang fana melalui pesan, simbol, dan narasi yang memperkuat refleksi diri dan hubungan sosial. Proses ini melibatkan refleksi tentang tujuan hidup serta diskusi tentang nilai. Kematian juga menciptakan komunikasi budaya yang memperkuat hubungan individu dengan komunitas.

Melalui narasi obituari dan penghormatan terhadap orang yang telah meninggal, individu dapat membangun sebuah jembatan antara masa lalu dan masa kini, menghubungkan generasi yang lebih tua dengan yang lebih muda melalui cerita hidup yang ditinggalkan.

Menulis otobiografi teman yang telah meninggal adalah bentuk penghormatan sekaligus upaya melestarikan kenangan dan nilai-nilai hidup mereka. Proses ini membantu penulis merenungkan hubungan yang pernah terjalin, menyembuhkan rasa kehilangan, dan memberikan inspirasi kepada pembaca.

Kisah hidup almarhum juga menjadi dokumen berharga yang merekam konteks sosial dan budaya, menghubungkan generasi. Ini merupakan bukti bahwa meskipun seseorang telah meninggal, pengaruh dan nilai-nilai yang mereka tinggalkan tetap hidup dalam masyarakat.

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Seorang sahabat dan guru kita, Dr. H. Usman Jasad, S.Ag., M.Pd., telah berpulang ke rahmatullah pada Senin, 6 Januari 2025, di Makassar, dalam suasana tenang di hadapan istri dan anak-anaknya. Kita semua merasakan duka mendalam sekaligus kebahagiaan dengan keyakinan bahwa beliau lebih dicintai oleh Sang Pencipta. Kehilangan beliau meninggalkan luka yang dalam, namun juga memberikan banyak pelajaran berharga tentang hidup yang penuh dedikasi dan pengabdian.

Bang Ujas, begitu beliau biasa dipanggil, lahir di Takalar sekitar 52 tahun lalu. Lahir dari keluarga sederhana, beliau dididik dalam lingkungan yang penuh kedisiplinan, kerja keras, dan nilai-nilai agama yang kuat. Beliau meninggalkan seorang istri dan dua anak. Seorang putra yang saat ini menjadi mahasiswaku di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, aktif sebagai pengurus Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.

Sedangkan seorang putrinya merupakan alumni Pesantren Ummul Mukminin Aisyiyah Sulawesi Selatan, yang saat ini kuliah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Mskipun berasal dari latar belakang yang sederhana, beliau berhasil membuktikan bahwa dengan tekad dan kerja keras, seseorang bisa mencapai posisi yang terhormat dalam dunia akademik dan sosial.

Saya pertama kali mengenal Bang Ujas pada pertengahan 1990-an ketika kami sama-sama aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Meski jarang berinteraksi langsung, nama beliau sering terdengar sebagai sosok yang memiliki kenangan indah bersama rekan-rekan IMM lainnya.

Pada kesempatan ini, izinkan saya menyebut dua nama yang punya kenangan indah dengan beliau. Andi Afdal Abdullah dari Fakultas Kedokteran Unhas yang sekarang menjadi pejabat penting di BPJS pusat. Dan Andi Harun AN dari Fakultas Pertambangan UVRI Makassar, yang sekarang dikenal sebagai politisi ulung dan menjabat sebagai Walikota Samarinda Kalimantan Timur.

Interaksi saya yang lebih intens dengan Bang Ujas terjadi sekitar tahun 2010, saat beliau sedang menulis disertasinya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya membantu mencarikan data untuk penelitian tersebut yang terkait dengan dakwah Muhammadiyah Sulawesi Selatan.

Hubungan kami mulai menjadi lebih intens pada awal tahun 2022, ketika kami sekeluarga masih tinggal di Australia. Hal ini bermula ketika saya dan istri bersama seorang putri kami berencana untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Kami sudah berusaha mendaftar melalui berbagai jalur di Australia, namun tidak berhasil karena keterbatasan kuota. Akhirnya, saya teringat beliau, sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang pemberangkatan haji dan umrah.

Saya kemudian menghubungi beliau untuk menanyakan apakah beliau bisa membantu kami bertiga untuk berangkat ke Tanah Suci tahun itu melalui jalur haji furoda. Saat saya menghubungi beliau, beliau sedang berada di Kantor Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta. Beliau meminta saya untuk segera membawa paspor kami bertiga, namun tentu saja itu tidak bisa dilakukan karena kami sedang berada di Australia. “Kalau begitu, fotokopi saja,” katanya.

Namun, dalam perkembangannya, kami bertiga tidak berhasil mendapatkan visa haji saat itu. Beberapa bulan kemudian, beliau menghubungi saya. “Kapan pulang ke Makassar?” tanyanya. “Sekitar Mei 2023, Bang,” jawab saya. “Kalau Fitra sudah pulang, tolong kontak saya,” katanya. Setelah saya kembali aktif mengajar di UIN Alauddin, beliau mengajak saya untuk melakukan penelitian dan menulis artikel yang harus dimuat dalam jurnal bereputasi internasional. Saat itu, saya ingat betul, saya tidak bisa menjamin seratus persen, namun saya tetap berusaha.

Salah satu kenangan mendalam adalah ketika kami bekerja sama dalam penelitian dan publikasi ilmiah. Bang Ujas tidak hanya memberikan ide-ide penelitian, tetapi juga berperan aktif dalam pengumpulan data dan presentasi hasil penelitian di berbagai konferensi internasional, seperti di Pekanbaru dan Malaysia. Salah satu penelitian kami terpilih sebagai makalah terbaik di Universitas Kebangsaan Malaysia, Nopember 2023. Keterlibatan beliau menunjukkan semangat luar biasa dalam dunia akademik dan kontribusi nyata bagi komunitas ilmiah.

Di luar kesibukan akademik, Bang Ujas dikenal sebagai sosok yang taat beribadah. Dalam setiap kesempatan, beliau selalu menjaga salat berjamaah dan berdoa dengan khusyuk. Beliau juga sering bercerita tentang pengalaman hidupnya, termasuk tantangan yang dihadapinya sebagai seorang dosen ASN. Pernah menceritakan kepada saya betapa kejamnya dunia politik. Beliau pernah dilaporkan ke Bawaslu dan diperiksa oleh Inspektorat. Masalahnya sebenarnya sangat sederhana, tetapi secara aturan negara dianggap melanggar ketentuan yang ada.

Suatu ketika, sebagai seorang dai atau mubaligh, beliau diundang untuk mengisi pengajian dan membaca doa oleh seorang kandidat kepala daerah. Tentu saja, doanya ditujukan untuk kebaikan dan kemenangan kandidat tersebut. Namun, doa tersebut dianggap oleh seseorang sebagai bentuk keberpihakan atau ketidaknetralan seorang ASN (Aparatur Sipil Negara). Padahal, beliau hanya berusaha menjalankan tugas dakwahnya, tanpa ada niat untuk terlibat dalam politik praktis. Sayangnya, persepsi yang berkembang di masyarakat sering kali tidak sejalan dengan niat asli, yang justru menambah kompleksitas dalam dunia politik.

Sehari sebelum wafat, kami sempat berkomunikasi tentang rencana penelitian bersama di Australia. Beliau setuju dan meminta saya membuatkan proposal. Namun, sebelum rencana tersebut terwujud, Allah telah memanggilnya lebih dulu. Hari itu menjadi momen yang sangat emosional bagi saya dan banyak orang lainnya yang merasa kehilangan. Walaupun kami tidak sempat merealisasikan rencana tersebut, saya merasa sangat bersyukur atas setiap kesempatan yang telah diberikan untuk mengenal beliau dan bekerja sama dalam berbagai hal.

Hari ini, kami semua menjadi saksi atas kebaikan dan kemurahan hati Bang Ujas. Ramai sekali pelayat yang datang, menunjukkan betapa beliau dicintai banyak orang. Sebagai seorang sahabat, saya merasa bahagia bisa mengantarkannya hingga peristirahatan terakhirnya. Semoga Allah menerima amal baiknya dan menempatkannya di surga-Nya. Amin.

Gowa, 8 Januari 2025
Wassalam,

Haidir Fitra Siagian
Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar / Ketua PRIM NSW Australia 2021–2022

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply