KHITTAH.CO, Makassar – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (BEM FH-UH) menggelar dialog suara mahasiswa bertema Quo Vadis Komisi Pemberantasan Korupsi (Polemik Tes Wawasan Kebangsaan KPK) pada Sabtu (15/05/2021).
Dialog ini menghadirkan Keynote Speaker Giri Suprapdiono (Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi KPK) serta narasumber dari kalangan mahasiswa yaitu Presiden BEM FH UNHAS, Presiden Mahasiswa UIN Alauddin Makassar dan Ketua Umum BEM FH Atmajaya Makassar.
Presiden BEM FH Unhas Taufik Hidayat menyampaikan bahwa dialog suara mahasiswa ini dilaksanakan untuk mendengar aspirasi mahasiswa terhadap isu hangat bangsa saat ini terkait polemik Tes Wawasan kebangsaan KPK yang berakibat pada penonaktifan 75 Pegawai KPK.
“Dialog Suara Mahasiswa ini dilaksanakan oleh BEM Hukum Unhas untuk mendengar aspirasi mahasiswa terkait polemik TWK KPK yang berakibat pada penonaktifan 75 pegawai KPK. Mahasiswa harus bersuara, karena mahasiswa adalah jantung nurani rakyat. Diamnya Mahasiswa berarti membunyikan lonceng kematian negeri ini. Maka mahasiswa harus terus bersuara, menjadi muadzin terus memanggil kepada jalan kebenaran,” tegasnya.
Lanjut Taufik, Dialog ini dilaksanakan sebagai respon terhadap realitas yang nyata adanya usaha sadar, terstruktur dan sistematis untuk melakukan pelemahan terhadap KPK dengan menyingkirkan orang-orang yang memiliki komitmen dan integritas dalam pemberatasan korupsi di KPK.
“TWK ini terlihat telah di desain untuk menyingkirkan orang-orang KPK yang memiliki komitmen dan integritas pemberantasan korupsi. Seperti ada beberapa orang yang telah diketahui rekam jejaknya yang sangat baik dalam pemberatasan korupsi dan saat ini sedang menangani kasus-kasus besar di KPK, seperti Novel Baswedan, Giri Suprapdiono, Harum Al Rasyid, ambarita dan masih banyak lagi pegawai KPK yang berdasarkan hasil TWK dinyatakan tidak lolos, tentunya ini memperlihatkan jalan mundur pemberatasan korupsi dengan cara menyingkirkan mereka yang memiliki integritas dan pengabdian yang sudah lama di KPK. TWK ini dijadikan senjata prosedural untuk memukul lawan dan menyingkirkan orang-orang bertintgritas di tubuh KPK,” ungkap Taufik.
Poin penting dari suara mahasiswa ini adalah mengecam secara tegas segala bentuk pelemahan KPK, kemudian menolak hasil TWK ini dijadikan tolak ukur sebagai syarat pengalihan pegawai KPK menjadi ASN hal ini diperkuat dengan adanya pertanyaan tidak patut dan pantas dalam TWK KPK tersebut.
Selain itu kata Taufik, BEM FH UH mendesak Ketua KPK mencabut surat keputusan yang memuat penonaktifan 75 pegawai KPK dan mengembalikan seluruh tugas dan tanggung jawabnya seperti semula dan mengajak seluruh elemen bangsa untuk melawan segala bentuk pelemahan terhadap KPK dan terus mendukung pemberatasan korupsi di Indonesia.