Oleh : Saifuddin Al-Mughniy
“Kalian pasti sudah tahu apa yang dimaksud dengan mengetahui. Bila tidak, kalian tidak akan mencari pengetahuan itu. Selain itu, kalian tidak bisa keluar dari pengetahuan itu untuk bisa mengkritiknya.”—John Cook Wilson
“Untuk benar-benar menjadi besar, seorang harus berdampingan dengan orang lain, bukan di atas orang lain.”—Montesquieu
Awal pemikiran.
Herbert Marcuse, lahir di Berlin 1898 dari keluarga Yahudi kaya. Selama perang dunia pertama ia bergabung di divisi infantri di Berlin dans etelah kekalahan Jerman 1918 ia kembali ke dunia akademik melanjutkan studi sastra Jerman di Universitas Freiburg dan menjadi asisten Martin Heidegger—termasuk berguru sama Husserl.
Menerima gelar doktor dari Universitas Freiburg tahun 1923 dengan disertasi Kunstlerroman. Tahun 1933 bersama Adorno, Max Horkheimer dan Friedrich Pollock—melanjutkan gagasan Marx, Hegel, Freud, Weber, Heidegger dan Nietzche—mengembangkan Institut untuk Riset Sosial di Universitas Frankfurt yang didirikan tahun 1923 untuk tujuan menciptakan sinergi disiplin-disiplin ilmu pengetahuan dari filsafat, sejarah, ekonomi dan politik ke sosiologi—Institut tersebut kemudian pindah ke Amerika Serikat di Universitas Columbia.
Dari tahun 1950-an sampai dengan tahun 1970-an kembali aktif dalam dunia akademik mengajar dan melakukan penelitian seperti di Columbia, Harvard, Brandies and US San Diego dan memproduksi banyak buku seperti; Eros and Civilization, Soviet Marxism, One Dimensional Man, Repressive Tolerance and Essay in Critique of Pure Tolerance, An Essay on Liberation and Counterrevolution and Revolution.
Tujuan Dasar Teori
Melalui karya-karyanya, menjelang tahun 1960-an Marcuse dikenal sebagai nabi gerakan kiri baru. Lingkungan sosial memainkan peranan penting mendorong Marcuse memformulasikan teorinya—termasuk tujuan-tujuan dalam lingkup praktis. Ada dua tujuan besar dan menjadi pijakan teori kritis yang mencerminkan refleksi Marcuse atas perkembangan masyarakat dalam eranya. Pertama, melalui ilmu pengetahuan dia ingin menghapuskan ketidak adilan dalam pemilikan aset-aset produksi dan segala bentuk dominasi sehingga tercipta masyarakat adil dan makmur. Kedua, berharap adanya sebuah tatanan masyarakat sosial demokratik melalui ilmu pengetahuan di masa depan.
Kekuatan-kekuatan yang memotivasinya; Revolusi Rusia, munculnya Nazi di Jerman dan perkembangan kekinian Kapitalisme. Dalam era Marcuse, Rusia mengalami perubahan luar biasa melalui revolusi besar tahun 1917—di ikuti sejumlah negara-negara di Eropa Barat walaupun beberapa diantaranya mengalami kegagalan. Menurut Marcuse, penyebab revolusi komunis gagal di negara-negara Eropa Barat karena tidak mendidik dan tidak membebaskan petani dan buruh justru mempertahankan mereka dalam kesadaran palsu.
Munculnya Nazi Jerman dianggap bentuk baru kapitalisme dengan mempergunakan aparatur represif dalam membangun dan mengembangkan produksi dan konsumsi. Fenomena sosial baru ini dalam sebuah masyarakat kapitalis maju menurut Marcuse menunjukkan bahwa datangnya masyarakat industri menghilangkan daya kritis tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi yang mampu memuaskan sebagian besar masyarakat akan tetapi membunuh daya negativitas setiap individu.
Melalui lingkungan sosialnya, dia mengakomodasi gagasan self-reflection (refleksi atas diri sendiri) menentang konsep positivisme sebagai penyebab masyarakat menjadi satu dimensi yakni hilangnya negativitas dalam diri mereka masing-masing.Teknologi dalam kenyataan melekat agenda politik sehingga kehilangan sifat netralnya dalam memengaruhi masyarakat.
Marcuse berasumsi; jika fakta bukanlah sesuatu yang bebas nilai atau netral—kaum positivis berpendapat bahwa sangat mungkin membuat fakta menjadi netral dan bebas nilai. Konsepnya juga menolak Marxisme ortodoks yang tidak mampu menjajaki bagaimana sebuah budaya melalui rasio teknologi mendominasi masyarakat sehingga bangunan atas menjadi elemen penting dalam memahami masyarakat kapitalis maju (Bronner and kellner, 1989:16;Marcuse,1989;Bronner,1994).
Bagaimana Kebutuhan Palsu Dihadirkan
Masyarakat industri maju, menurut Marcuse; telah mengalami sebuah proses berlanjutnya dominasi dimasyarakat melalui apa yang disebut ”Kebutuhan Palsu”. Melalui konsep ini, Marcuse ingin mengatakan bahwa masyarakat melakukan atau membeli sesuatu tidak karena mereka menginginkannya tetapi oleh sebuah ideologi yang kuat memengaruhi perilaku konsumen dalam menentukan keputusan atas sebuah produk.
Kebutuhan palsu bukan berarti manusia tidak menyukai sebuah produk yang diproduksi dan di konsumsi masyarakat hanya kemudian menjadi palsu karena mereka tidak melalui refleksi rasional. Dengan demikian sistem kapitalis menghilangkan kreativitas secara sistematis melalui penetrasi alienasi dalam realita keberadaan kesenangan dan konsumsi, kemudian media menjadi elemen krusial sebagai alat yang digunakan pemilik modal untuk memperkokoh kondisi-kondisi yang menguntungkan mereka.Karena itu dalam masyarakat kapitalisme maju fungsi refleksi setiap individu tidak lagi kapabel menyaring informasi yang dikirim oleh para pemilik modal.
Realita baru tersebut sebagai sebuah langkah maju dan dewasa di mana para pemilik modal dapat mengontrol manusia, masuk lebih dalam ke setiap keperibadian dan hasrat individu. Karenanya, menurut Marcuse ada sebuah proses antara ekonomi politik dan budaya atau antara struktur bawah dan atas sehingga mereka bersatu. Satu-dimensi menurut Marcuse tidak hanya proses perkembangan ideologi yang sedang berlangsung, memengaruhi masyarakat dalam aksi mereka, tetapi juga menyangkut perkembangan praktik-praktik sosial— ideologi di dalam mata rakyat sangat nyata dan bisa diterima dalam realita mereka.
Melalui gagasan satu dimensi, Marcuse memperkenalkan konsep baru dalam menjelaskan perkembangan baru kapitalisme. Dia melengkapi dan memperbaiki gagasan kesadaran palsu yang dikemukakan Marx dan surplus represif Sigmud freud. Dalam gagasan Marcuse, masyarakat kapitalis maju memunculkan satu pemikiran dan perilaku melalui mediasi budaya dan teknologi dalam memproduksi alienasi (Agger,1992).
Kebutuhan palsu tidak dapat dipisahkan dari positivisme sebagai sebuah ideologi yang membujuk masyarakat mempercayai sesuatu atas nama objektivitas sehingga produk dan gagasan mereka tidak dapat dipertanyakan. Gagasan inilah menurut Marcuse tidak bisa memisahkan positivisme dari gagasan rasionalitas teknologi. Bagaimana kebutuhan palsu dipaksakan ke individu melalui kepentingan-kepentingan sosial tertentu dalam represinya; kebutuhan-kebutuhan yang mengabadikan kerja keras, keagresifan, kesengsaraan dan ketidakadilan (Marcuse,1964,10-11:Ben Agger,1992:136).
Bersambung ke bag.2……