Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Hadiri Syawalan Muhammadiyah Sulsel, Sekum PP Muhammadiyah Ungkap Sejarah “Minal Aidin Wal Faizin

×

Hadiri Syawalan Muhammadiyah Sulsel, Sekum PP Muhammadiyah Ungkap Sejarah “Minal Aidin Wal Faizin

Share this article

KHITTAH.CO, MAKASSAR – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti membawakan Hikmah Syawalan Keluarga Besar Muhammadiyah Sulsel. Ribuan warga Muhammadiyah Sulsel menghadiri acara silaturahmi Idulfitri yang di gelar di Balai Sidang Muktamar, Kampus Unismuh Makassar, Sabtu (20/4/2024).

Dalam mementum tersebut, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, membahas asal-usul ungkapan yang akrab di telinga umat Islam setiap Idulfitri, yakni “minal aidin wal faizin”. Ungkapan ini memiliki makna doa agar setiap individu dapat kembali kepada fitrahnya yang suci serta meraih kemenangan melawan hawa nafsu.

Namun, Mu’ti mengungkapkan bahwa asal-usul kalimat tersebut tidak berasal dari ajaran Rasulullah Saw, melainkan dari seorang penyair terkemuka asal Andalusia, Shafiyuddin al-Hilli. Dalam konteks budaya, Mu’ti menjelaskan bahwa kalimat ini pertama kali diucapkan Al-Hulli bersama para perempuan Andalusia yang merayakan kegembiraan saat itu.

“Secara kultural tiap kali Idul Fitri kita mengucapkan ‘minal aidin wal faizin’, ini ungkapan yang berasal dari penyair Andalusia, penyair Spanyol, yang merayakan kegembiraan bersama dengan para perempuan Andalusia pada waktu itu,” terang Mu’ti.

Karena itulah, ungkapan tersebut menjadi bagian tak terpisahkan dari kekayaan budaya umat Islam. Meskipun tidak memiliki dasar hadis yang eksplisit, namun esensinya tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Ungkapan ini sebenarnya mengandung doa yang mendalam; harapan agar setiap individu menjadi hamba Allah yang kembali kepada fitrahnya yang suci, serta termasuk dalam golongan yang berhasil mengalahkan hawa nafsu dalam menjalani ibadah dan berusaha keras selama bulan Ramadan.

Mu’ti juga menambahkan bahwa selain ungkapan “minal aidin wal faizin”, umat Islam juga memiliki tradisi lain dalam mengucapkan selamat Idul Fitri yang berakar dari hadis Nabi. Ungkapan tersebut adalah “taqabbalallahu minna wa minkum”, yang berarti “Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan kamu semua, dan terimalah ya (Allah) Yang Maha Mulia.”

Dalam tradisi Islam di Indonesia, ungkapan tersebut sering ditambahi dengan permohonan maaf lahir dan batin. Dengan demikian, kalimat lengkap yang menyemarakkan kegembiraan Idul Fitri adalah “taqabbalallahu minna wa minkum, minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin.” Dengan penyatuan tiga ungkapan ini, umat Islam merayakan momen suci dengan doa dan permohonan maaf yang penuh makna.

*Makna Syawalan*

Abdul Mu’ti juga sempat menyinggung penggunaan istilah Syawalan, yang memiliki makna serupa dengan Halal Bihalal. Acara semacam itu, ungkapnya, memiliki akar kuat bagi masyarakat muslim Indonesia. Halal bi halal juga sebagai budaya agama yang berakar kuat sejak lama di Muhammadiyah, setidaknya tercatat sudah ada sejak 1924.

Mu’ti menjelaskan akar budaya Halal bi Halal sudah didokumentasikan dengan jelas di Suara Muhammadiyah (SM) tahun 1924 dengan istilah Alal bi Alal, dan pada 1926 ada iklan di SM yang sudah menyebutnya sebagai Halal bi Halal.

Bukti sejarah berupa publikasi di SM tersebut, kata Mu’ti adalah artefak otentik sejarah Halal bi Halal di Indonesia. Menurutnya, jika masih ada yang menyebut budaya – tradisi Halal bi Halal di Indonesia dimulai tahun 1948, pada era Presiden Soekarno, hal itu perlu ditinjau kembali.

Sementara itu Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan Prof Ambo Asse juga menyinggung makna Syawalan sebagai silaturahmi yang dilakukan setelah melaksanakan puasa Syawal. “Setelah puasa 6 hari, muncullah Syawalan,” ungkap Ambo Asse.

Ia juga mengapresiasi kehadiran ribuan warga Muhammadiyah yang menghadiri Syawalan. “Saya menyampaikan terima kasih dan rasa gembira, pada hari ini. Alhamdulillah warga persyarikatan Muhammadiyah se Sulawesi Selatan hadir untuk bersilaturahim,” ungkapnya.

Ia menyebut, bahwa kemajuan persyarikatan Muhammadiyah bergantung pada pimpinan dan warganya. Ambo Asse menyebut contoh, keberhasilan Unismuh Makassar meraih akreditasi unggul tidak lepas dari kesungguhan segenap sivitas akademika.

Ambo Asse, yang juga diberi tugas tambahan sebagai Rektor Unismuh Makassar, juga banyak menunjukkan berbagai prestasi yang dicapai Unismuh pada era kepemimpinannya.

Sebelum kegiatan Syawalan, diawali dengan kegiatan pencangangan pembangunan Gedung laboratorium terpadu setinggi 12 lantai, dan Gedung Serbaguna di Kompleks Unismuh Health Center, yang rencana dibangun 3 lantai, dengan luas 60 x 40 meter.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner PMB UMSI

Leave a Reply