Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Haedar Nashir: Mengembangkan Amal Usaha Harus Didukung dengan Menghidupkan Cabang-Ranting

×

Haedar Nashir: Mengembangkan Amal Usaha Harus Didukung dengan Menghidupkan Cabang-Ranting

Share this article
Haedar Nashir
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir saat membawakan Hikmah Syawalan PWM Sulsel. (Sumber foto: AK)

KHITTAH.CO, MAKASSAR – Sejak era Ahmad Dahlan, Muhammadiyah telah menanamkan etos kemandirian kepada kader-kadernya, yang mencakup semua aspek pengembangan organisasi, termasuk mendirikan amal usaha. Etos kemandirian yang diusung Ahmad Dahlan adalah menekankan kader-kadernya menggunakan harta pribadi untuk keberlangsungan dakwah Persyarikatan.

Ciri itu, telah melekat pada pribadi tiap-tiap kader Persyarikatan. Sehingga dalam mengembangkan amal usaha seperti pendirian institusi di bidang pendidikan (sekolah), kesehatan (rumah sakit), sosial (panti asuhan) dan ekonomi, tetap bisa dilakukan dengan semangat kolektif kader.

Dalam konteks kekinian pun demikian, Muhammadiyah mengembangkan amal usaha, baik fisik maupun non fisik, tetap dilakukan tanpa mengandalkan pihak luar. Meskipun, uluran bantuan dari pihak luar tak pernah ditolak sebagai bentuk keterbukaan atas tawaran kerja sama.

Demikianlah ulasan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir saat membawakan Hikmah Syawalan Muhammadiyah Sulawesi Selatan (Sulsel) yang digelar di pelataran Pusdam Sulsel, Ahad, 6 April 2025. Catatannya, kata dia, spirit kemandirian itu kini harus dikuatkan dengan pembinaan kader di setiap level struktural.

“Sebenarnya membangun (fisik) itu bisa dilakukan sendiri bahkan di tingkat daerah tanpa harus menunggu bantuan dari luar, itu bisa dengan memanfaatkan potensi di dalam, itulah kekayaan kita, kemandirian. Kalau kemandirian Muhammadiyah hilang, meskipun orang menyebutnya sebagai organisasi terkaya nomor empat di dunia, itu hanya menjadi buih yang membesar karena kita kehilangan jiwa dan etos kemandirian. Hidupkan ranting dan cabang, masjid dan perkuat jamaah, bersamaan dengan itu kita tetap membangun amal usaha,” papar dia.

“Jangan sampai ada kontradiksi begini, Muhammadiyah tak lagi membangun cabang dan ranting karena sibuk mengurus amal usaha. Hidupkan amal usaha, hidupkan ranting, cabang, masjid dan jamaah, kalau begitu saya yakin gerakan ini akan terus eksis,” tambah Haedar.

Kini, kata Haedar, mengurus Muhammadiyah justru lebih mudah dibandingkan puluhan tahun lalu. Alasannya, semua sarana yang menunjang pengembangan organisasi sudah gampang diakses.

“Sekarang, kita ini bersyukur kepada Allah, diberikan era, setelah berumur 112 tahun banyak hal lebih mudah. Transportasi, akomodasi lebih mudah, maka semestinya karena semuanya telah mudah, jiwa mandiri menggerakkan akar rumput itu harus lebih kencang lagi, mengurus Muhammadiyah harus lebih optimal,” tutur Haedar.

Ia lalu mengapresiasi langkah PWM Sulsel yang menggiatkan kembali gerakan infaq meski amal usaha telah berkembang pesat. “Itulah (semangat infaq) kekayaan yang hidup sejak era Ahmad Dahlan,” kata dia.

Menguatkan Ekonomi, Mengangkat Derajat Umat Islam

Dalam hal pengembangan ekonomi, Haedar mengisahkan percakapannya dengan Jusuf Kalla saat bertemu beberapa waktu lalu. “Sekarang ini kita masih punya problem umat. Saya teringat dengan perkataan pak JK, kalau ada 100 orang kaya, maka hanya 10 diantaranya yang umat muslim. Tapi kalau ada 100 orang miskin, maka 90 diantaranya umat muslim. Ini bukan untuk bermaksud primordial, tapi seperti itulah realitas,” jelas dia.

Bagi Haedar, solusi untuk menyelesaikan masalah itu tak cukup dengan ceramah, melainkan dengan tindakan nyata. Karena itu, kata dia, Muhammadiyah kini mulai menggiatkan pembangunan retail.

“Kita sudah punya Mentari Mart, usaha, dan unit bisnis lainnya, itu harus menjadi konsen kita,” kata dia. Ia lalu menyitir ayat Al-Qur’an surat Al-Qasas ayat 77 tentang perintah Allah kepada umat Islam untuk mengejar pahala akhirat namun tidak melupakan urusan dunia.

“Keduanya harus satu rangkaian,” tegas dia. Karena itu, ia meminta kepada mubaligh Muhammadiyah, agar dalam menyampaikan khutbah atau ceramah, tidak mengorkestrasi pandangan negatif terhadap kekayaan dan orang kaya.

“Mungkin ada orang kaya dan sukses yang berkuasa serta kaya raya, barangkali kita melihat lakon negatif, tapi tak perlu digeneralisasi,” ujar dia. Sebab, menurut Haedar, sasaran dakwah Muhammadiyah menyasar semua kelas sosial, mulai dari level bawah, menengah hingga kelas atas.

Singgung Kader yang Kini Ambil Peran di Pemerintahan

Meski dikenal sebagai organisasi sosial keagamaan, Muhammadiyah tak ketinggalan dalam hal kontribusi untuk bangsa. Buktinya, sejumlah kader Muhammadiyah kini diberi amanah menjabat posisi sebagai eksekutif dan legislatif, mulai dari level nasional hingga regional.

Hal itu, kata Haedar, tak sekadar proses politik, melainkan wujud kepercayaan publik terhadap kader Muhammadiyah.

“Semuanya itu karena trush, maka trush dari pemerintah dan masyarakat harus kita jaga, caranya adalah mengembalikan trush itu dengan peran kita dalam membangun bangsa,” ujar dia.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply