KHITTAH.CO, Surakarta – Forum perdamaian dunia, World Peace Forum 8 resmi digelar Kamis 17 November 2022 di Hotel Sunan Surakarta, Jawa Tengah.
Sebanyak 70 peserta lintas agama dari 20 negara berdiskusi dan mencari solusi soal persaudaraan antarumat manusia dan dunia yang damai sampai Jumat 18 November 2022.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyambut dengan hangat para tokoh World Peace Forum yang hadir. Ia juga menyampaikan sejumlah harapan.
“Dalam kaitannya dengan Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah tahun ini, kami berharap forum ini dapat melahirkan kemuliaan dan agenda strategis untuk menguatkan persaudaraan antara muslim dengan berbagai agama dan kepercayaan sebagaimana juga dengan antar negara dan peradaban dalam semangat Islami yaitu rahmatan lil alamin,” harap dia.
Diketahui, World Peace Forum ini sudah dihelat delapan kali, sejak tahun 2006. Saat itu, Muhammadiyah bekerja sama dengan The Cheng Ho Multiculture Education Trust.
World Peace Forum sendiri bagi Haedar adalah forum penting untuk meluaskan gaung pesan-pesan Islam pada level global yang diharapkan membawa pada jalan Islam Tengahan atau wasatiyat al-Islam.
“Kami berkomitmen pada pesan wasatiyah Islam yang tidak hanya berhenti pada deklarasi, tetapi bisa direalisasikan dalam hidup sebenarnya penduduk muslim dan warga dunia,” kata Wakil Presiden Religion For Peace Forum ini.
Apalagi tantangan dunia hari ini, kata dia, begitu kompleks, seperti suburnya kecurigaan, ujaran kebencian, permusuhan, konflik dan perang.
Demikian pula dengan kekerasan pada anak dan perempuan, ekstremisme, kemiskinan, hingga diskriminasi dalam lingkup domestik, regional, dan global.
Kedua, Haedar berharap World Peace Forum dapat melahirkan rekomendasi bagi lahirnya dunia yang damai, adil, dan makmur disertai persaudaraan laki-laki dan perempuan dengan penuh penghargaan.
Haedar lantas menegaskan bahwa hal itu adalah nilai-nilai otentik Islam yang terangkum dalam semangat Islam sebagai agama peradaban (Din al-Hadharah).
“Islam menentang kekerasan apapun bentuknya baik secara epistemik, fisik, maupun secara struktural. Islam adalah khoiru ummah, komunitas terbaik, dan bangsa terbaik,” ujar Haedar.
Takkalah pelik, berbagai permasalahan juga terjadi di dunia Islam. Karena itu, Haedar menekankan, umat Islam hari ini harus dapat menghadirkan keteladanan (uswah hasanah).
Demikian pula terkait keberadaban dari nilai-nilai Islam otentik seperti rahmatan lil alamin.
“Muslim harus jadi role model dalam sistem ini dan menguatkan persaudaraan antar umat manusia dengan penuh cinta dan solidaritas,” imbuhnya.
Terakhir, Haedar mengatakan bahwa Word Peace Forum tersinkronisasi dengan Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah.
Ini karena tema “Fraternity and the Middle Path for A Peacefull, Just, and Prospherous World” senada dengan tema Muktamar, “Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta”.
Haedar pun mengundang para tokoh dan peserta World Peace Forum untuk turut hadir dalam pembukaan Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah.
“Di antara agenda Muktamar adalah Islam progresif. Visi Muhammadiyah di Muktamar adalah meluaskan transformasi gerakan Islam modern yang menyediakan pusat-pusat keunggulan dalam berbagai sisi kehidupan pada level kehidupan nasional dan global. Muhammadiyah melanjutkan berjuang untuk Indonesia dan dunia Islam dengan menghadirkan kekuatan strategis di arena global,” ungkap Haedar.
Ia juga menyatakan optimismenya bahwa di masa depan, realisasi pesan Islam rahmatan lil alamin akan sepenuhnya terwujud.