Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
MuhammadiyahTabligh

Hukum Berdoa di Media Sosial

×

Hukum Berdoa di Media Sosial

Share this article

KHITTAH.CO — Dengan maraknya media sosial yang sedang hangat di lingkungan kita yaitu Facebook, Twitter dan Instagram, banyak pula kejadian dan situasi yang sangat tidak pantas dan terkadang tidak penting untuk dibagikan di media sosial. Dengan kondisi seperti itu, banyak orang-orang yang mengeluh dan berdoa di sosial media. Lantas, apakah hukumnya berdoa di media sosial?

Pada dasarnya, hukum penggunaan media sosial adalah mubah atau boleh. Hukumnya kemudian berubah sesuai penggunaan alat-alat tersebut. Hal ini sesuai dengan kaidah-kaidah berikut;

الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلُّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيمِ

Hukum asal dari segala sesuatu adalah mubah kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya [As-Suyuthi, 1983: 133].

الوَسَائِلُ لَهَا أَحْكَامُ اْلمَقَاصِدِ

Hukum alat tergantung pada hukum maksud digunakannya alat tersebut.

Dengan demikian, penggunaan media sosial untuk kebaikan hukumnya boleh bahkan menjadi dianjurkan. Begitu pula sebaliknya, apabila media tersebut dipakai untuk hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam, maka hukumnya menjadi terlarang, bisa pada level makruh bahkan haram, tergantung hukum perbuatan tersebut.

Terkait mengeluh di media sosial, hal itu adalah perilaku tercela. Mengeluh, meskipun merupakan sifat bawaan pada diri manusia, tapi ia merupakan perbuatan yang tercela. Allah berfirman dalam surah al-Ma’arij (70) ayat 19-20:

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا. إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikirApabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah [QS. al-Ma’arij (70): 19-20].

Mengeluh dalam makna mengadukan kesusahan kepada Allah sebenarnya tidak masuk dalam kategori yang dicela ayat di atas. Bahkan para Nabi pun mengeluhkan kesusahan hidupnya kepada Allah. Namun perlu dicatat bahwa keluhan tersebut hanya dialamatkan kepada Allah semata dan sifatnya intim antara seorang hamba dan Tuhannya. Oleh karena itu mempublikasikannya di media sosial yang dibaca oleh banyak orang tidaklah patut dilakukan. Allah Swt berfirman tentang salah satu nabi-Nya, Yaqub a.s.;

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَا لا تَعْلَمُونَ

Ya’qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya” [Q.S. Yusuf (12): 86].

Kemudian berdoa, terdapat adab-adab berdoa yang disebutkan di dalam hadis-hadis Rasulullah saw. Adab-adab tersebut antara lain; 1)  mengangkat tangan; 2) memulai doa dengan pujian kepada Allah dan shalawat atas Rasulullah saw; 3) berdoa dengan penuh ketundukan dan kekhusyukan (tadharru’); 4) menutup doa dengan hamdalah. Adab-adab ini perlu diperhatikan demi sempurnanya doa. Selain itu dianjurkan agar melakukan doa diwaktu-waktu mustajab yang disebutkan di dalam hadis-hadis sahih misalnya, pada hari Jumat, ketika turun hujan, antara adzan dan iqamah, sepertiga malam terakhir, ketika berpuasa, dan saat sujud.

Apabila seseorang memang menginginkan agar permohonannya dikabulkan oleh Allah SWT, seharusnya ia berdoa sesuai tuntunan ini. Hal itu jauh lebih baik dari pada menuliskan doa-doanya di akun media sosial. Misalnya, dikhawatirkan menuliskan doa di sosial media akan terjatuh dalam kategori riya, sebab terkesan “memamerkan” ibadahnya.

Namun demikian, tidak ada larangan mutlak untuk berdoa di media sosial, karena hal itu tergantung maksud dan tujuan serta niatnya. Saat ini banyak orang yang menggunakan media sosial untuk mengajak mendoakan umat Islam yang sedang tertimpa kemalangan di berbagai negara. Ada pula yang menuliskan doa-doa ma’tsur di akun media sosialnya agar doa-doa tersebut diketahui oleh orang lain. Sebenarnya hal-hal semacam ini lebih tepat disebut sebagai dakwah daripada doa.

Sumber: muhammadiyah.or.id

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply