Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Idulfitri: Awal Perjalanan Menjadi Manusia Bermakna

×

Idulfitri: Awal Perjalanan Menjadi Manusia Bermakna

Share this article

Oleh: Harun Alrasyid (Ketua Bidang Kader DPD IMM Sulsel)

KHITTAH. CO – Ramadan telah berlalu, membawa serta jejak spiritual yang mendalam bagi setiap insan yang menjalankannya. Setelah sebulan penuh menahan lapar, dahaga, dan hawa nafsu, kini Idulfitri hadir sebagai tanda kemenangan. Namun, kemenangan ini bukan hanya tentang berakhirnya puasa, melainkan tentang bagaimana Ramadan telah membentuk diri kita menjadi manusia yang lebih baik.

Setiap tahun, Idulfitri disambut dengan suka cita. Takbir berkumandang di penjuru negeri, keluarga berkumpul dalam kehangatan, dan meja-meja dipenuhi hidangan khas Lebaran. Namun, lebih dari sekadar tradisi, Idulfitri sejatinya adalah refleksi diri, sebuah pertanyaan besar tentang siapa kita setelah Ramadan.

Ramadan bukan sekadar bulan ibadah, melainkan juga proses pembelajaran dan pembentukan karakter. Dalam sebulan, kita diajarkan untuk bersabar, mengendalikan diri, dan merasakan penderitaan mereka yang kurang beruntung. Semua itu membentuk kebiasaan yang idealnya, terus melekat dalam keseharian kita. Lantas, setelah Ramadan berlalu, apakah kita masih memiliki kesabaran yang sama? Apakah kita masih mampu menahan amarah dan mengendalikan ego seperti saat berpuasa? Atau apakah kita kembali menjadi pribadi yang sama seperti sebelum Ramadan, seakan-akan semua latihan itu menguap begitu saja?

Idulfitri disebut sebagai hari kemenangan, tetapi kemenangan sejati bukanlah sekadar bisa makan dan minum kembali di siang hari. Kemenangan sejati adalah saat kita mampu menjaga kesabaran, keikhlasan, dan kebersihan hati yang telah kita bangun selama Ramadan. Itulah makna fitri, kembali kepada kesucian. Lebaran juga mengajarkan tentang pentingnya silaturahmi. Bukan hanya dalam bentuk pertemuan keluarga, tetapi juga dalam keberanian untuk meminta maaf dan memberi maaf. Hati yang kembali bersih bukan sekadar dari dosa kepada Tuhan, tetapi juga dari luka dan kesalahan terhadap sesama manusia.

Namun, esensi Idulfitri sering kali tertutupi oleh euforia perayaan. Fokus kita terkadang lebih tertuju pada pakaian baru, makanan yang melimpah, atau mudik ke kampung halaman. Padahal, Idulfitri bukan soal apa yang kita kenakan atau makan, tetapi tentang bagaimana kita memperbarui hati dan jiwa. Jika Ramadan mengajarkan kita untuk berbagi, mengapa setelah Lebaran kita berhenti? Jika Ramadan melatih kita untuk lebih sabar, mengapa setelahnya kita kembali mudah tersulut emosi? Jika Ramadan mendekatkan kita kepada Tuhan, mengapa setelahnya kita kembali lalai dalam ibadah?

Idulfitri adalah titik awal, bukan akhir. Ia adalah momentum untuk meneguhkan kembali komitmen kita dalam menjadi pribadi yang lebih baik. Kesucian yang kita raih bukanlah sesuatu yang instan, melainkan hasil dari perjalanan panjang yang perlu terus dirawat. Kita tidak ingin menjadi seperti seseorang yang membersihkan diri dengan susah payah, lalu dengan mudah mengotorinya kembali. Apa yang telah kita bangun selama Ramadan tidak boleh lenyap begitu saja, melainkan harus terus menyertai kita dalam kehidupan sehari-hari.

Sejatinya, Ramadan adalah sebuah kawah candradimuka yang mengasah karakter kita. Idulfitri adalah saat kita keluar darinya dengan jiwa yang lebih tangguh, lebih bijak, dan lebih sadar akan arti kehidupan. Jika kita tidak membawa perubahan dari Ramadan, maka mungkin kita hanya menjalankan ritual tanpa benar-benar memahami maknanya. Lebaran adalah perayaan, tetapi bukan sekadar euforia. Ia adalah perayaan jiwa yang telah melalui proses penyucian, bukan sekadar perayaan tradisi. Inilah saatnya kita bertanya kepada diri sendiri: apakah kita benar-benar telah menjadi manusia baru, atau hanya kembali kepada kebiasaan lama?

Mari jadikan Idulfitri sebagai momentum transformasi diri. Biarkan kebersihan hati dan kejernihan pikiran yang kita raih selama Ramadan tetap hidup dalam keseharian. Biarkan Ramadan tidak hanya menjadi kenangan, tetapi juga menjadi bekal untuk perjalanan hidup yang lebih bermakna. Selamat Idulfitri, mohon maaf lahir dan batin. Semoga kita semua bisa menjadi manusia yang lebih baik, lebih sabar, lebih dermawan, dan lebih dekat kepada sang pencipta.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner UNISMUH MAKASSAR

Leave a Reply