KHITTAH.co, Makassar- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sudah jauh-jauh hari mengumumkan bahwa Idulfitri 1 Syawal 1443 Hijriyah jatuh pada Senin, 2 Mei 2022.
Ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan untuk mempersiapkan Idulfitri ini. Berikut ini ulasanny
Lafaz Takbir Lebaran
Jumlah takbir yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw yaitu:
اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ
Allahu akbar Allahu akbar, Laa ilaha illallahh wallaahu akbar, Allaahu akbar walillahil hamd
atau:
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Allaahu akbar Allaahu akbar kabiiraa
Dalam dua lafadz tersebut, jelas bahwa jumlah bacaan takbir pada permulaan lafadz adalah dua kali.
Ini berdasarkan dalil:
عَنْ سَلْمَانَ قَالَ: كَبِّرُوْا، اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَ جَاءَ عَنْ عُمَرَ وَابْنِ مَسْعُوْدٍ: اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ.
Artinya: Diriwayatkan dari Salman, ia berkata: bertakbirlah dengan Allaahu akbar, Allaahu akbar kabiiraa. Dan diriwayatkan dari Umar dan Ibnu Mas’ud: Allaahu akbar, Allaahu akbar, laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, Allaahu akbar wa lillaahil-hamd. [HR. Abdul Razzaaq, dengan sanad shahih].
Terkait tambahan bacaan “kabiran wal hamdu lillahi katsiran” dan seterusnya, menurut Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PP Muhammadiyah, belum ditemukan dalil yang khusus bahwa ada tambahan lafadz seperti itu.
Perlu ditegaskan bahwa hal ini berlaku, baik dalam lafadz takbir Idulfitri maupun Iduladha.
Waktu Bertakbir Lebaran
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, soal waktu takbiran, untuk Idulfitri, mulai terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadan sampai salat Id ditegakkan.
Sementara itu, untuk Iduladha waktunya adalah sesudah salat Subuh pada hari ‘Arafah sampai akhir hari Tasyriq.
Akan tetapi, sebenarnya tidak ada ketentuan yang pasti tentang kapan saja takbir dikumdangkan. Pastinya, menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah terkait kapan atau frekuensi takbir, dianjuran untuk memperbanyak takbir.
Meski demikian, soal waktu dikumandangkannya takbir, dapat dilakukan kapan saja yang memungkinkan asal masih di dalam batas waktu yang diperintahkan.
Rujukan Majelis Tarjih adalah hadis berikut.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ إِذاَ غَداَ إِلىَ الْمُصَلَّى يَوْمَ اْلعِيْدِ كَبَّرَ فَرَفَعَ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيْرِ، وَفِيْ رِوَايَةٍ كاَنَ يَغْدُوْ إِلى الْمُصَلَّى يَوْمِ اْلفِطْرِ إِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ فَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى يَوْمَ اْلعَيْدِ ثُمَّ يُكَبِّرُ بِالْمُصَلَّى حَتَّى إِذَا جَلَسَ اْلإِمَامُ تَرَكَ التَّكْبِيْرَ. [رواه الشافعي في مسنده
جـ 1 : 153، حديث رقم 444 و 44
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ia apabila pergi ke tanah lapang di pagi hari Id, beliau bertakbir dengan mengeraskan suara takbirnya. Dalam riwayat lain (dikatakan): Beliau apabila pergi ke tempat salat pada pagi hari Idulfitri ketika matahari terbit, beliau bertakbir hingga sampai ke tempat salat pada hari Id, kemudian di tempat salat itu beliau bertakbir pula, sehingga apabila imam telah duduk, beliau berhenti bertakbir. [HR. asy-Syafi‘i dalam al-Musnad, I:153, hadis no. 444 dan 445]
Selain itu, perintah Allah dalam Surah al-Baqarah ayat 185, yang memerintahkan untuk bertakbir setelah sempurna bilangan puasa Ramadan.
Menurut MTT, memang dalam ayat tersebut, tidak secara tegas dinyatakan bahwa takbir dimulai setelah matahari terbenam, sebagai tanda telah sempurnanya puasa Ramadhan.
Namun, menurut kesepakatan para ulama sebagaimana disebutkan oleh ‘Ali Hasballah dalam Kitab Ushuulut-Tasyrii‘il Islamiy halaman 187 atau menurut pendapat yang rajih (yang lebih kuat) sebagaimana yang dikemukakan oleh Wahbah Zuhailiy dalam Ushuulul-Fiqhil-Islamiy Juz I halaman 231-232, sehingga disepakati bahwa takbir dimulai sebagaimana penjelasan di awal.
Takbir Dipimpin dan Beramai-ramai?
Menurut Muhammadiyah, tidak ada keterangan terkait takbir yang dikumandangkan dengan komando oleh seseorang atau dengan imam takbir.
Demikian pula terkait takbir sendiri-sendiri atau bersama-sama tanpa komando imam takbir. Akan tetapi, MTT PP Muhammadiyah berpendapat bahwa takbir yang dilakukan dengan dituntun akan membuat lebih kompak.
MTT PP Muhammadiyah menegaskan, dalam bertakbir, harus dilakukan dengan sekuat mungkin berusaha untuk menghayati makna yang terkandung dalam lafadz-lafadz takbir itu.
Hal ini diharapkan dapat berpengaruh ke dalam jiwa untuk semakin meningkat ketakwaan, terlebih bagi yang bertakbir dan mendengarkannya.
Bersumber pada hadis Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Imam asy-Syafi‘i disebutkan bahwa beliau mengeraskan (menyaringkan) suaranya dalam bertakbir.
Menurut MTT PP Muhammadiyah, dapat diperkirakan bahwa dengan suara yang keras atau yang nyaring itu, akan lebih menjadikan syi‘ar ajaran Islam, khususnya dengan pelaksanaan Salat ‘Id.
Demikianlah ulasan seputar takbir lebaran ini. Wallahu a’lam bishshawwab.