Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Integritas 24 Jam sebagai Kristalisasi Prinsip Malaikat.

×

Integritas 24 Jam sebagai Kristalisasi Prinsip Malaikat.

Share this article

Oleh: Agusliadi Massere*

Dalam tubuh Komisi Pemilihan Umum, sejak memasuki tahapan yang diluncurkan pada tanggal 14 Juni 2022, beberapa bulan yang lalu, slogan atau tagline “integritas 24 jam” semakin booming. Tagline—bisa juga disebut motto—ini terus digemakan bahkan seringkali menggetarkan gedung mewah hotel bintang-lima sekalipun, setiap ada pertemuan yang dihadiri, baik oleh anggota KPU maupun jajaran sekretariat KPU.

Terma “integritas” yang melengkapi tagline “integritas 24 jam” sesungguhnya bukanlah hal baru dalam kelembagaan KPU. Jika sahabat pembaca sering mengikuti tulisan-tulisan saya, salah satunya pernah menegaskan bahwa jika seandainya para penyelenggara pemilu diibaratkan sebagai burung, maka dirinya harus memiliki dua sayap agar bisa terbang dalam menyukseskan Pemilu. Kedua sayap tersebut adalah “integritas” dan “profesionalitas”.

Keduanya, yang saya analogikan sebagai sayap (integritas dan profesionalitas), sesungguhnya terinspirasi dari hasil pemahaman mendalam dari Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum. Kode etik ini bersifat mengikat dan wajib dipatuhi oleh seluruh jajaran penyelenggara pemilu.

“Integritas 24 Jam” yang terus digemakan, diharapkan bukan hanya menjadi sekadar slogan biasa. Hal ini harus mengalami proses internalisasi sekaligus eksternalisasi. Hal ini bisa menjadi sesuatu yang dalam perspektif Pierre Bourdie sebagai “habitus”. Suatu sikap dan/atau nilai yang mengalami internalisasi dan eksternalisasi, sejatinya menjadi karakter atau dalam pandangan agama bisa disebut dengan “akhlak”.

“Integritas 24 Jam” tentunya bukan hanya dalam bentuk—seperti yang sedang dijalankan oleh seluruh jajaran sekretariat KPU se-Indonesia—penugasan piket sehingga seluruh kantor KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota se-Indonesia tidak pernah kosong selama 24 jam tanpa mengenal istilah “jam kerja” dan “hari libur” untuk memaksimalkan pelayanan. Beyond, melampaui dari itu, diharapkan segala niat, sikap, pikiran, tindakan, dan perilaku jajarannya senantiasa dalam bingkai “integritas”.

Merujuk pada Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tersebut, maka secara singkat bisa dipahami bahwa yang dimaknai sebagai integritas meliputi pemaknaan dari “jujur”, “mandiri”, “adil”, dan “akuntabilitas”. Saya yang tertarik dan senang membaca karya Ary Ginanjar Agustian mendapatkan satu pemaknaan progresif bahwa, ternyata slogan integritas 24 jam itu adalah kristalisasi dari “Prinsip Malaikat” (Angel Principle). Bahkan, sebagaimana yang saya dalami, itu pun menjadi bagian dari star principle (prinsip bintang).

Star principle dan angel principle dalam perspektif Ary Ginanjar sebagaimana dirinya mengulas dengan sangat baik dan mendalam dalam buku karyanya ESQ (Emotional Spiritual Quetient), adalah nilai dari rukun iman pertama (iman kepada Allah), dan rukun iman kedua (iman kepada malaikat). Dan dalam perspektif Ary Ginanjar, dua di antara enam prinsip yang merupakan nilai dari rukun iman, sejatinya menjadi sumber prinsip yang kokoh bagi manusia, termasuk dalam mengarungi kehidupan empiris.

“Integritas 24 Jam” sebagai kristalisasi dari prinsip malaikat, minimal bisa dipahami bahwa seharusnya bagi seorang penyelenggara pemilu, siapa saja, kapan dan di manapun harus meneladani sikap dan perilaku malaikat. Artinya, segala niat, sikap, perilaku dan tindakannya tanpa diawasi sekalipun harus dalam bingkai koridor hukum, kode etik, serta spirit dan nilai dari sumpah dan janji jabatannya. Dan yang utama adalah rida Allah.

Diawasi atau pun tidak oleh pimpinan, ada reward dan punishment ataupun tidak, integritas harus menjadi napas kehidupannya. Apalagi senantiasa merasa dalam pengawasan Allah Yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Inilah integritas 24 jam sebagai kristalisasi dari prinsip malaikat sebagai percikan nilai “iman kepada malaikat” yang dikontekstualisasikan dalam kehidupan dan penyelenggaraan pemilu.

Prinsip malaikat pun, bukan hanya mengajarkan integritas, tetapi komitmen yang kuat dan loyalitas yang tinggi. Tentunya, selaku penyelenggara pemilu, komitmen yang kuat itu terhadap peraturan perundang-undangan, kode etik, terutama terhadap nilai sumpah dan janji jabatannya. Dan loyalitas yang tinggi terhadap fungsi dan tugas kelembagaan. Integritas ini pun bisa dimaknai sebagai salah satu perasan nilai dari konsep ihsan dalam ajaran agama Islam yang dipandang sebagai puncak prestasi spiritual.

Motto “integritas 24 jam” yang terus digemakan, terutama dalam setiap ada pertemuan, baik pada saat memulai, pada pertengahan, maupun pada akhir acara, jika mencermati teori dan mekanisme kerja alam bawah sadar adalah sesuatu yang harus terus dilakukan. Menggemakan secara terus menerus prinsip, nilai, tanpa kecuali apa yang menjadi visi dan misi kelembagaan, jika memahami perspektif Ary Ginanjar, itu adalah ibarat “berdzikir” meskipun dalam konteks duniawi, empiris, sosial, dan psikologis. Bukan dalam makna fikih dan teologi.

Suatu nilai, visi, misi, tanpa kecuali apa yang dimaknai sebagai motto, slogan atau tagline seperti “integritas 24 jam” ini, jika sering diulang-ulang, digemakan apalagi dalam forum-forum secara bersama-sama, itu akan tersimpan dengan baik dalam alam bawah sadar. Dan segala sesuatu yang tersimpan di dalam alam bawah sadar, maka daya pengaruhnya sangat kuat. Hal ini sesuai dengan perspektif Dedy Susanto (seorang psikolog) dalam pandangannya terkait hierarki dimensi psikis dan fisik manusia.

Bahkan para pakar bersepakat, dalam hal apapun tanpa kecuali dalam mewujudkan sebuah impian atau harapan, pengaruh alam bawah sadar 88% sedangkan alam sadar hanya 12%. Jadi motto atau tagline “integritas 24 jam” harus terus digemakan agar meresap atau mengalami internalisasi ke dalam alam bawah sadar, selanjutnya akan memengaruhi sikap, pikiran, tindakan dan perilaku penyelenggara pemilu dalam menyukseskan pemilu.

Ary Ginanjar dalam salah satu buku karyanya, pernah menjelaskan bahwa ada satu perusahaan raksasa dunia, yang setiap hari—pada pagi hari sebelum memulai pekerjaannya masing-masing—mengumpulkan ribuan karyawannya. Salah satu yang dilakukannya selain mendengarkan arahan pimpinan adalah meneriakkan visi perusahaanya. Atau ini mungkin sejenis “yel-yel”. Dalam perspektif Ary Ginanjar—mudah-mudahan tidak salah ingat—adalah sejenis “dzikir sosial”.

Saya pun secara pribadi, pernah menyaksikan karyawan Bank Sulselbar dan Bank BNI, yang cabangnya di Kabupaten Bantaeng, pada suatu pagi hari sebelum membuka jam layanan bagi nasabah, mereka berkumpul dan salah satunya meneriakkan sejenis spirit atau nilai yang menjadi visi lembaganya. Sekali lagi, dengan sering mengulang motto “integritas 24 jam’, baik dari pemahaman ilmu alam bawah sadar maupun teori habits, itu akan memiliki efek luar biasa pada diri, terutama untuk menyukseskan Pemilu.

*Mantan Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Bantaeng. Komisioner KPU Kabupaten Bantaeng Periode 2018-2023

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner UIAD

Leave a Reply