Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Internasionalisasi Muhammadiyah untuk Promosi Islam Berkemajuan

×

Internasionalisasi Muhammadiyah untuk Promosi Islam Berkemajuan

Share this article
TK ‘Aisyiyah di Kairo, Mesir

KHITTAH.CO, Internasionalisasi Muhammadiyah, Persyarikatan ini telah menyebarluaskan gerakannya ke sejumlah penjuru dunia. Ini berawal dari gagasan yang dibincang pada Muktamar Jakarta, tahun 2000.

Alhasil, tepat pada18 Ramadhan 1423 H yang bertepatan dengan 23 November 2002 M, Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Kairo resmi masuk dalam struktur keorganisasian Muhammadiyah.

Ini melalui Surat Keputusan (SK) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Nomor 137/KEP/I.0/B/2002. Meski demikian, sebenarnya, embrio PCIM ini sudah ada sejak 1983 ketika masih berupa Ikatan Keluarga Muhammadiyah (IKM) Mesir.

Meski sempat menghadapi sejumlah problema, tapi keberadaan PCIM ini berhasil mendirikan taman kanak-kanak (TK).

Pada 2007, Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah saat itu, Chamamah Soeratno, meresmikan TK tersebut. TK ini memang berada di bawah koordinasi PCI ‘Aisyiyah.

Tidak hanya itu, untuk membantu kesulitan finansial para pelajar atau mahasiswa Indonesia di Mesir, lembaga filantropi Lazismu juga didirikan di Bumi 1000 Piramida ini.

Upaya mendirikan pimpinan cabang istimewa, akhirnya tidak sekadar mendirikan kelompok-kelompok pengajian ekspatriat yang berafiliasi dengan Muhammadiyah di luar negeri.

Ini terbukti dengan berdirinya Muhammadiyah Australia College (MAC) di Melbourne. Demikian pula dengan berdirinya Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM) di Selangor.

Terakhir, PCIM Australia melalui Pimpinan Ranting Istimewa New South Wales (NSW) bakal menyusul mendirikan MAC di Sydney.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menegaskan, Internasionalisasi Muhammadiyah ini untuk mengaktualisasi paham wasathiyah (moderat) Islam berkemajuan di tingkat global.

“Ini merupakan upaya melakukan internasionalisasi pandangan ke-Islaman ala Muhammadiyah bagi dunia global. Selain state of mind – pandangan keislamaninternasionalisasi Muhammadiyah juga pada dimensi struktur,” kata dia.

Menurut Haedar, pandangan ke-Islaman Muhammadiyah adalah toleran, moderat, tidak fanatik secara berlebihan terhadap salah satu mazhab, damai, giat beramal, dan seterusnya.

“Pandangan khas tersebut merupakan distingsi Islam Indonesia yang dunia global perlu mengetahuinya,” kata dia.

Enam Program Perkuat Internasionalisasi Muhammadiyah

Muktamar ke 47 di Makassar pada 2015 meneguhkan Islam Berkemajuan sebagai visi gerakan, demikian juga dengan upaya internasionalisasi gerakan.

Pada Muktamar 48 di Surakarta nanti, visi Islam Berkemajuan dan upaya Internasionalisasi itu semakin digaungkan dan dikuatkan.

Karena itulah, beberapa saat lalu, dalam Seminar Pra-Muktamar ke 48 yang dihelat di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Senin, 30 Mei 2022, Sosiolog UMY ini menjabarkan enam program untuk Internasionalisasi Muhammadiyah ini.

Pertama, revitalisasi PCIM dan PCIA sebagai sebuah jaringan baru untuk semakin, selain intensif hadir di setiap negara, tetapi juga membangun jaringan luas agar berperan di ranah global secara proaktif.

Diketahui, kini beberapa PCIM telah memeroleh pengakuan badan hukum dari otoritas negara setempat yakni Australia, Malaysia, Jerman Raya, dan Amerika Serikat. Tersisa 23 PCIM yang menanti izin otoritas setempat.

Kedua, program kontinuitas forum-forum dunia untuk agama dan perdamaian. Melalui forum-forum dunia untuk agama dan perdamaian ini diharapkan akan semakin memperkuat peran agama dan perdamaian dalam konteks dunia.

Ini untuk mencari ruang baru yang lebih efektif, sehingga suara agama dan perdamaian tidak hanya sekadar deklarasi-deklarasi semata, tetapi bisa memengaruhi kehidupan dunia yang saat ini tengah berada dalam kondisi yang sarat konflik.

Ketiga, Interkoneksi kerja sama pendidikan, kesehatan, kebencanaan, dan kemanusiaan yang selama ini sudah dilakukan oleh Muhammadiyah.

“Kita sudah membuka sekolah untuk alternatif bagi para pengungsi sekaligus juga saudara-saudara kita di Rohingnya dengan sekolah Indonesia, lalu di Beirut kita membuka madrasah Muhammadiyah, juga tempat-tempat lain di mana kita perlu hadir,” ungkap Haedar.

Menurut dia, ini merupakan langkah yang cukup menantang bagi hubungan luar negeri lewat berbagai jaringan dan majelis kita untuk kerja sama pendidikan, kesehatan, kebencanaan, dan kemanusiaan.

Keempat, diaspora kader Muhammadiyah. Kader Muhammadiyah diharapkan oleh Haedar dapat berperan besar di negara tempat mereka berada saat ini.

Para kader di luar negeri ini diharapkan dapat menjadi sekaligus aktor yang potensial untuk dapat berperan sesuai dengan bidang dan kepentingan Muhammadiyah di ranah global. 

Kelima, publikasi internasional. Haedar menekankan, ini sebuah keharusan untuk melakukan penerjemahan buku-buku dan pemikiran-pemikiran Muhammadiyah yang dilakukan secara masif. Selain itu, kehadiran perguruan tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah sangat penting dan diharapkan.

Keenam, membangun pusat keunggulan. Penting untuk membangun dan mengembangkan pusat-pusat keunggulan Muhammadiyah sebagai fase baru dan program baru untuk internasionalisasi gerakan Muhammadiyah yang konkret dan nyata.

Pusat keunggulan ini juga untuk memberi dampak kehadiran Muhammadiyah di dunia internasional.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply