Oleh: Haidir Fitra Siagian
Opini – Pada pelantikan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, beberapa hari yang lalu, ada pernyataan penting yang menarik perhatian saya. Trump menyatakan bahwa pemerintah AS hanya akan mengakui dua jenis kelamin manusia, yaitu lelaki dan perempuan. Pernyataan tersebut dikutip dalam artikel New York Post berjudul “President Trump says the US government will only recognize two genders – ‘male and female’” edisi online tanggal 20 Januari 2025.
Walaupun saya tidak mengetahui alasan persis di balik pernyataan tersebut, hal ini bukanlah fokus utama yang ingin dibahas. Yang jelas, pandangan tersebut sejalan dengan ajaran Islam, mengakui hanya dua jenis kelamin, lelaki dan perempuan. Dalam Islam, pemahaman ini bukan hanya berdasarkan aspek biologis, tetapi juga mencerminkan kehendak Allah yang menciptakan kedua jenis kelamin tersebut, guna saling melengkapi dalam kehidupan. Allah menciptakan lelaki dan perempuan dengan tujuan yang jelas, yaitu untuk menjalankan peran masing-masing dalam masyarakat.
Pada pandangan saya, pernyataan Presiden Trump juga mencerminka kesesuaian dengan nilai tauhid yang mendasari ajaran Islam. Ajaran tauhid yang saya pahami, segala sesuatu di dunia ini adalah ciptaan dan kehendak Allah, termasuk manusia, yang tidak bisa diragukan. Oleh itu, pengakuan terhadap jenis kelamin selain lelaki dan perempuan dianggap bertentangan degan prinsip dasar tauhid. Dalam pandangan Islam, penciptaan dua jenis kelamin ini adalah bagian dari rencana Tuhan yang penuh hikmah, yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan kehidupan manusia di dunia.
Sekembali dari Australia tahun lalu, saya sempat pernah merasa heran ketika mengisi formulir resmi atau angket penelitian yang menyertakan pilihan jenis kelamin selain lelaki dan perempuan, seperti “others”. Di beberapa lembaga yang bernaung di bawah Islam, saya menemukan pilihan serupa. Meskipun saya belum tahu apakah hal ini adalah kebijakan resmi atau ikut-ikutan petugasnya, saya sempat berpikir bahwa ini mungkin dipengaruhi oleh nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia yang dipegang sebagian kalangan.
Beberapa waktu lalu, sebuah kejadian menghebohkan terjadi di perguruan tinggi negeri, di mana rektornya meminta maaf kepada publik. Hal ini dia lakukan lantaran ada seorang seorang dosennya viral melalui media sosial memarahi mahasiswanya yang memilih jenis kelamin selain lelaki dan perempuan. Pimpinan perguruan tinggi tersebut menyatakan bahwa dosen tersebut keliru karena seharusnya menghargai keberagaman dan kebebasan individu.
Islam secara tegas mengajarkan bahwa hanya ada dua jenis kelamin, lelaki dan perempuan, yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadis. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 13, Allah menyatakan bahwa umat manusia diciptakan dari lelaki dan perempuan sebagai bagian dari rencana-Nya yang penuh hikmah. Islam menekankan bahwa baik lelaki maupun perempuan memiliki peran dan tanggung jawab tertentu dalam kehidupan, dan oleh itu tidak mengakui adanya jenis kelamin lain.
Keberadaan dua jenis kelamin ini sangat penting, baik dalam aspek biologis maupun sosial. Dari sisi biologis, jenis kelamin berperan dalam proses reproduksi yang mendukung kelangsungan hidup generasi manusia. Secara medis tidak mungkin ada reproduksi dihasilkan dengan jenis kelamin lain. Dalam aspek sosial, lelaki dan perempuan memiliki peran yang berbeda, sesuai dengan norma dan budaya yang ada, yang turut membentuk identitas dan tanggung jawab mereka dalam masyarakat.
Lelaki dan perempuan saling melengkapi. Mereka membawa sudut pandang yang berbeda dalam menyelesaikan tantangan hidup, dan dalam keluarga, keduanya berbagi tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga dan membangun keharmonisan. Meskipun kesetaraan gender semakin dihargai dalam masyarakat modern, memberikan peluang bagi lelaki dan perempuan untuk berperan aktif di berbagai bidang.
Dalam agama Islam, perbedaan antara lelaki dan perempuan dianggap sebagai bagian dari kehendak Allah yang penuh hikmah. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 13, Allah menciptakan manusia dari lelaki dan perempuan sebagai bagian dari rencana-Nya untuk menciptakan keberagaman yang saling mengenal. Dalam Islam, pernikahan antara lelaki dan perempuan bukan hanya ikatan sosial, tetapi juga bentuk ibadah yang bertujuan menjaga keturunan dan mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam Islam tidak dibenarkan ada pernikahan selain antara lelaki dengan perempuan. Meyakini, membolehkan, dan memfasilitasi hal dimaksud tentu adalah bertentangan dengan nilai-nilai tauhid. Secara keseluruhan, meskipun ada perbedaan antara lelaki dan perempuan baik secara biologis maupun sosial, keduanya memiliki peran yang saling melengkapi dan penting dalam kehidupan.
Berdasarkan kerangka hak asasi manusia, kebebasan individu untuk mengekspresikan jenis kelaminnya harus dihormati, tetapi jangan sampai mencederai nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Sementara dalam Islam, keberadaan lelaki dan perempuan merupakan bagian dari kehendak Allah yang penuh hikmah dan tujuan saling mendukung dalam kehidupan yang diridhai-Nya.
Dalam ilmu komunikasi, pemahaman tentang jenis kelamin sangat mempengaruhi interaksi sosial, baik dalam komunikasi interpersonal maupun publik. Komunikasi antara lelaki dan perempuan diatur oleh prinsip adab yang menekankan saling menghormati dan menjaga kehormatan, terutama dalam konteks dakwah atau semacam penyampaian pesan.
Hal ini sejalan dengan pandangan agama yang mengakui hanya dua jenis kelamin, yaitu lelaki dan perempuan, yang memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing dalam kehidupan. Dalam masyarakat yang semakin terbuka, penting untuk tetap menjaga kesopanan dalam komunikasi, baik dalam kehidupan pribadi maupun media massa, sesuai dengan norma dan ajaran agama yang mengedepankan nilai-nilai keharmonisan dan penghormatan terhadap perbedaan.
Disclaimer: Tulisan ini adalah hasil pemikiran pribadi, tidak meewakili institusi manapun.
Penulis adalah Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi – PPs UIN Alauddin Makassar